Share

21. MALAM YANG INDAH

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-13 21:11:25

“Buktinya, Prily bahkan seolah tidak bisa hidup tanpa dia.”

Pram masih tertegun, mencoba mencerna kata-kata Imel.

Guna-guna? Dukun? Pram merenung cukup lama dengan tatapan kosong. Hingga Imel berbisik di dekat daun telinganya.

“Kalau Mas mau, aku bisa antar ke orang pintar untuk mencari penangkal guna-guna itu.”

Setelah beberapa saat, Pram menggeleng pelan, melepaskan diri dari renungannya.

"Enggak, Mel. Aku nggak percaya hal-hal begitu. Prily hanya… dia masih kaget kehilangan dua orang yang sangat penting baginya. Pertama, ibunya, Soraya. Sekarang, Puspita pun meninggalkannya. Aku yakin Prily hanya depresi. Nanti aku akan bawa dia ke dokter, aku ingin konsultasi.”

Imel terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. Ekspresi kecewa tampak di wajahnya, tetapi ia segera menutupi kekecewaan itu dengan senyum tipis.

“Ya, sudahlah, Mas. Aku cuma kasihan saja, sudah terlalu lama melihat Prily seperti ini,” ujarnya lembut.

Pram mengangguk sambil menepuk-nepuk punggung Prily yang mulai terl
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (7)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
ulat bulu yang sudah lama mengincar sasaran, apalagi sudah lama tidak merasakan ninaninu.........
goodnovel comment avatar
LastutiA
rambut panjang tergerai dalam kegelapan,sumpah kirain pram masuk dimensi lain ketemu mbak Kunthi
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Si nenek sihir sudah mengeluarkan jurus mautnya dan apakah Pram bakalan tergoda...gpp juga sih biar Puspita sama Haidar saja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   299

    Mobil memasuki kawasan perumahan yang belum pernah dilewati Andini sebelumnya. Jalanan tampak tenang, pepohonan rindang berdiri di pinggir trotoar, dan lampu taman menerangi jalur setapak dengan kehangatan yang lembut.“Mas … mau ke mana, sih?” tanya Andini curiga. Matanya tak henti menyapu kanan dan kiri jalan, tempat deretan rumah besar dan mewah berdiri rapi. Walau begitu, masih terasa kalah jauh jika dibandingkan dengan kediaman keluarga Bimantara.Prabu hanya tersenyum. Saat mobil memasuki pekarangan sebuah rumah dua lantai bergaya minimalis-modern dengan cat hitam putih yang serasi, Andini terdiam. Semuanya terasa... terlalu sempurna.“Mas, ini rumah siapa?” tanyanya lagi, tapi Prabu sudah lebih dulu keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Andini tidak serta-merta keluar. Butuh waktu hingga Prabu mengajaknya turun.Bahkan saat sudah berdiri di luar mobil, Andini hanya terpaku memperhatikan sekeliling rumah yang... seperti bayangannya selama ini. Prabu tetap bungkam saat

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   298

    Lampu-lampu putih terang menyinari lorong rumah sakit yang sunyi. Hanya deru alat medis dan langkah kaki para perawat sesekali memecah keheningan. Di balik pintu kaca bercat putih dengan tulisan NICU yang buram, tubuh mungil Raja tampak dibalut kain hangat dan terhubung dengan selang-selang kecil.Andini menatap bayi itu dengan mata yang tak berkedip. Tangannya gemetar, separuh karena suhu ruang NICU yang dingin, separuh lainnya karena gemuruh rasa yang tak mampu ia redam.“Lihat, Mas ... Raja udah tambah gedean sekarang,” ujarnya lirih. Pandangannya tetap lurus ke tubuh mungil itu.Prabu yang merangkul pundaknya dari samping mengangguk setuju. Tubuh Raja memang sudah lebih besar sekarang. Mereka harus segera berkonsultasi dengan dokter, mungkin Raja sudah bisa dibawa pulang.“Dia sangat kuat, dia tangguh seperti kedua ibunya. Dia bisa berjuang sampai titik ini,” Prabu menambahkan.Andini hanya mengangguk pelan. Tenggorokannya tercekat. Ia menelan air liur yang terasa seperti batu. Na

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   297

    "Maaf...," gumam Prabu lirih, nyaris tak terdengar di antara desahan napas yang masih berat. "Maaf banget, Din. Aku baru tahu kalau pernikahanku dengan Irena... sudah menyakitimu sedalam itu."Ia menarik napas panjang, masih mendekap tubuh Andini dalam pelukan yang gemetar. Selimut telah jatuh ke lantai, bantal telah tergeser entah ke mana. Kini hanya ada mereka, dua tubuh rapuh yang saling bersandar, menyatu dalam keheningan senja yang menghangat oleh air mata."Aku benar-benar nggak tahu, Din. Kalau aku tahu sejak dulu, mungkin semuanya akan berbeda. Aku enggak akan... sekejam itu padamu." Prabu menunduk, menyandarkan dagunya di puncak kepala Andini. "Kamu tinggal serumah dengan kami, ya? Tiap hari lihat aku bermesraan dengan Irena, dan kamu diam saja. Ya Tuhan...."Napasnya tercekat. Ia menutup mata, menyesap perih yang mengiris hati."Kenapa kamu tahan semua itu sendirian, Din? Kenapa nggak pernah bilang? Kamu pasti sangat tersiksa, kan?"Andini tak menjawab. Ia hanya menggeleng p

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   296

    Andini baru saja melangkah masuk, dan matanya langsung tertumbuk pada tumpukan foto-foto yang berserakan di lantai—juga buku hariannya yang kini tergenggam erat di tangan Prabu. Wajahnya seketika memucat.Tanpa menunggu waktu, ia melangkah cepat dan merebut semua foto sekaligus buku itu dari tangan Prabu. Disembunyikannya di belakang tubuhnya, seolah menyembunyikan aib besar yang tak boleh diketahui siapa pun.“Hei, kenapa diambil?” Suara Prabu tenang, tapi tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang belum juga reda.“Kamu lancang, Mas. Kamu sudah mengacak-acak barang pribadiku.” Andini merengut, tapi tak bisa menyembunyikan betapa pucatnya wajah itu. Kakinya mundur beberapa langkah menjauh. “Itu privasi aku.”“Privasi yang isin

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   295

    Langkah Prabu menyusuri lorong apartemen dengan cepat. Hari ini ia memutuskan pulang lebih awal. Ia tak bisa berkonsentrasi di kantor. Ucapan Pram yang terdengar ringan siang tadi terus menggema di kepalanya."Kau zalim, Bang... Andini tak layak diperlakukan seperti itu..."Prabu menghela napas panjang. Ia ingin menepis suara itu, tapi semakin ditepis, justru makin menusuk.Ia membuka pintu rumah dengan tergesa. Jas masih melekat di tubuhnya, dasi longgar, dan wajah kusut penuh cemas. Ini mungkin berlebihan, tapi entah kenapa kata-kata Pram sangat mengganggunya. Perasaan bersalah menyeruak, dan ia sangat takut. Takut Andini kecewa hingga akhirnya pergi."Andini?" panggilnya saat masuk ke ruang tengah. Matanya celingukan mencari keberadaan siapa pun.Tak ada jawaban. Rumah terlalu sunyi."Chiara? Nak, kamu di mana?"Tak ada sahutan. Jangankan sambutan hangat Chiara seperti biasa ketika ia pulang, atau aroma masakan yang menguar dari dapur—mungkin karena ia pulang terlalu awal. Rumah be

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   294

    Meeting siang itu akhirnya selesai setelah lebih dari satu jam diskusi yang cukup padat. Para peserta mulai beranjak dari kursi masing-masing—beberapa langsung sibuk dengan ponsel, sementara yang lain merapikan dokumen dan bersiap kembali ke meja kerja. Ruangan mulai lengang, hanya tersisa percakapan kecil dan suara langkah kaki.Pram yang sedari tadi tampak sibuk mencatat selama meeting, akhirnya menoleh ke samping—tempat Prabu duduk sepanjang pertemuan dengan senyum yang tidak biasa.Pram mengernyit pelan. Sebenarnya sejak awal meeting dimulai, ia sudah menyadari ada yang berbeda dari wajah Prabu hari ini. Tidak ada kerutan di dahi, tidak ada gumaman kesal seperti kemarin. Justru sebaliknya—mata Prabu tampak berbinar, dan sesekali ia bahkan terlihat menahan tawa kecil ketika mendengar beberapa presentasi. Pram mengamati, mencoba meraba apakah Prabu sedang menyembunyikan sesuatu.Setelah peserta meeting lain pergi satu per satu, Pram mendekat dan menyenggol lengan Prabu dengan pelan.

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   293

    Andini terbangun di malam yang sunyi. Hening yang menyelimuti kamar seolah menggema ke dalam dadanya. Lampu tidur berwarna kekuningan menyinari sebagian wajah Prabu yang tertidur pulas di sampingnya. Lelaki itu terlihat tenang, napasnya teratur, dan wajah tampannya … ah, wajah itu, begitu lekat dalam memorinya. Sudah berapa tahun ia bermimpi tentang lelaki ini?Namun, meski wajah itu membuat hatinya hangat, perasaan sesak justru merayap perlahan ke dadanya. Andini tak tahu harus merasa bahagia atau sedih. Ia menarik napas pelan, lalu memejamkan mata sejenak. Tapi, ketidaknyamanan di tubuhnya membuatnya tak bisa terus diam. Ada nyeri yang menusuk di pangkal pahanya, rasa sakit yang membuktikan bahwa malam itu benar-benar terjadi. Malam ketika ia menyerahkan segalanya.Perlahan, Andini beringsut hendak bangkit dari tempat tidur, berusaha tak membuat suara. Tapi saat ia baru saja mengangkat tubuhnya, suara berat itu terdengar lirih.“Mau ke mana?”Andini terhenti. Ia menoleh pelan. Prabu

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   292

    Suhu ruangan perlahan memanas seiring serangan Prabu yang tak terbendung lagi. Bukan hanya di bibir Andini, kini ciumannya sudah beralih ke leher dan pundak sang istri yang sengaja ia buka. Logika Prabu tak lagi bekerja. Yang ia tahu, ia ingin memiliki Andini seutuhnya saat ini juga.Tubuh Andini menggelinjang. Tak tahan dengan semua sentuhan Prabu yang menciptakan sensasi asing di tubuhnya. Sensasi yang untuk pertama kalinya ia rasakan. Ternyata… indah dan memabukkan.Namun berbeda dengan Prabu yang logikanya sudah tak berfungsi, Andini masih berusaha untuk sadar dan tak larut terlalu jauh. Di antara serangan panas Prabu, ia berusaha menghentikannya. Kedua tangannya menahan dada Prabu, berusaha mendorongnya.“Mas... hentikan, tolong...” ucapnya lirih di antara napasnya yang tersengal. Entah berapa lama Prabu merampas hak bernapasnya.Namun Prabu tak menghentikan cumbuan itu. Ciumannya berpindah dari leher Andini ke pundak, lalu kembali ke bibir wanita yang telah sah menjadi istrinya,

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   291

    “Andini, minggirlah,” ujar Prabu dengan suara berat.Andini tetap berdiri tegak di depan nakas, menutupi laci yang tadi nyaris terbuka. Napasnya masih memburu, keringat di pelipis belum juga mengering. Ia menggigit bibirnya, seolah berusaha menahan ketakutan yang mulai menguasai hatinya.“Mas, tolong… jangan buka laci ini,” ucap Andini pelan.“Mengapa?” Prabu melangkah satu langkah lebih dekat. “Apa yang kamu sembunyikan? Ponselmu, ‘kan?”Andini tak menjawab. Sorot matanya cemas, tubuhnya terlihat kaku. Prabu makin mencurigai sesuatu yang besar tengah ia tutupi.“Apa kamu … punya hubungan dengan seseorang? Sampai ponselmu begitu kamu lindungi seperti ini?” tuduh Prabu, nada suaranya menajam.Andini menegang. Matanya membulat. “Apa maksudmu, Mas?”Prabu memicingkan mata. “Jangan pura-pura tak paham. Kamu bersikap seolah ada rahasia besar di ponsel itu.”“Mas, jangan mengada-ada,” ujar Andini cepat.“Kalau begitu, tunjukkan saja. Biar aku lihat sendiri isinya. Selesai.” Kedua tangan Pra

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status