Share

2. Apa Kamu Mencintainya?

Dengan langkah gontai Radit menuju sofa di depan kamar tidurnya setelah merekam adegan Naura selama tiga puluh detik. Sejenak memejamkan mata dan menghirup udara dalam-dalam.

"Tidak! Aku tak boleh menunjukkan kalau aku terluka. Aku tak boleh marah, aku harus tahu apa keinginan Naura yang sebenarnya." Radit kemudian mengacak-acak rambutnya, wajahnya mulai panas karena pemandangan yang tadi ia lihat.

Kado yang rencananya akan diberikan pada istri diletakkan di samping. Mengambil ponsel pintarnya dan mencoba untuk fokus di sana. Walau sebenarnya telinga masih terasa sakit mendengar suara desahan dan kikikan manja dari Naura, yang biasanya selalu dilewatkan bersama dirinya.

Batin Radit terasa sakit saat mendengar Naura menjerit, dan menyebut nama seorang laki-laki dan bukan namanya. Radit mengepalkan tangan dan meremas kuat-kuat, melangkah ke pantry untuk mengambil air dingin dan mendinginkan pikiran.

"Sungguh tak disangka," sesal Radit sambil melirik ke arah pintu kamarnya yang belum juga terbuka lebar. Ia kembali meminum air dingin dan menghabiskannya dengan cepat lalu memejamkan mata dan menghembuskan napas secara perlahan-lahan.

Dengan lebih tenang, Radit mulai melangkah menuju sofa tempat ia duduk tadi. Ia masih ingin memberi kejutan bagi Naura. Namun sekarang, ia yang mendapatkan kejutan itu.

                        ***

Naura telah merapikan penampilannya setelah bergumul dengan laki-laki yang bersamanya. Rambut panjangnya kembali digulung rapi.

Wanita di awal tiga puluh itu terlihat begitu bahagia. Wajahnya terlihat lebih cerah dibanding pagi tadi.

Di belakangnya, tampak seorang pria tengah merapikan dasi. Pria itu pun tak kalah rapi dengan Naura, walau rambutnya masih sedikit basah karena tidak menggunakan hair dryer.

"Kamu pinter banget deh sayang," puji Naura mendaratkan bibir merekahnya pada pipi laki-laki itu. Lelaki itu adalah Fajar yang bekerja di gedung yang sama dengan Naura.

"Apa sih yang nggak buat kamu, Sayangku," balas Fajar kemudian mengecup punggung tangan Naura.

"Kita balik kantor yuk!" ajak wanita berkulit putih itu menggandeng tangan Fajar.

Dengan manja, Naura melangkah berdempetan dengan sang kekasih. Bersikap seperti layaknya pasangan pengantin baru yang tak ingin berjauhan satu sama lain.

Perlahan, Fajar membuka pintu kamar Naura, dan saat itulah sebuah suara mengejutkan mereka berdua,— "Kalian sudah selesai?"

Deg! Naura seolah tertembak. Tak mampu berkata atau berbuat apa-apa begitu melihat sosok yang menegur mereka. Ia pun memilih untuk mengalihkan muka dan menyembuyikan rasa malu akibat tertangkap basah.

Naura melepaskan gandengan Fajar dan berganti meremas-remas tangannya sendiri dengan gugup. Fajar pun berusaha untuk memandang ke arah pria yang menegurnya, tapi tetap tak bisa menutupi kegugupannya. Walau wajahnya terangkat, tapi beberapa kali bola matanya mengarah ke bawah.

Kekesalan dan kegelisahan Radit sendiri sudah pergi. Ia sudah lebih tenang dan siap menghadapi segala kemungkinan yang akan datang.

"Eh, Mas Radit, sudah lama Mas?" tanya Naura dengan suara yang terdengar dipaksakan.

Saat ini Naura berharap kalau suaminya tidak tahu apa yang dilakukan bersama Fajar di kamar. Namun sepertinya itu harapan yang konyol. Radit sudah melihatnya keluar kamar bersama laki-laki lain. Hal yang tak lazim dilakukan oleh tamu yang datang ke rumah.

"Kenapa kalian berdua terlihat gugup begitu, duduklah sini!" Radit menepuk sofa dan mengundang mereka untuk duduk di hadapannya. Sikap Radit yang tenang ini jelas membuat pasangan selingkuh ini salah tingkah.

"Naura, tolong buatkan minum untuk kita bertiga!" perintah Radit.

Cepat-cepat Naura melakukan apa yang diminta oleh suaminya, tanpa bertanya untuk apa. Ia pun memilih es sirup untuk disajikan di siang yang panas ini. Membuatnya dengan tangan yang bergetar.

Takut-takut, Fajar mulai mendekat ke arah Radit dan duduk di hadapannya.

"Silakan duduk! Siapa namamu?" tanya Radit tenang sekan tak terjadi apa-apa.

"Saya Fajar, Pak."

Diam-diam Radit mengamati sosok Fajar dari atas ke bawah. Ukuran dan bentuk tubuhnya tak jauh beda darinya. Hanya sepertinya Fajar terlihat lebih muda.

"Kerja dimana?" tanya Radit lagi.

Fajar justru terlihat bingung dengan sikap Radit yang menanyainya seperti seorang Ayah pada pria yang akan mengajak kencan putrinya. Tak ada nada kemarahan atau makian yang keluar dari mulut pria di hadapannya.

"Saya bekerja di PT. Gilang Persada, Pak."

"Apa jabatanmu?"

"Saya pimpinan cabang kantor Wahidin," jawabnya berusaha tenang dan masih memikirkan apa yang akan dilakukan oleh suami Naura padanya.

Radit mengernyitkan dahi mendengar jawaban dari Fajar. Mengingat Jl.Dr. Wahidin adalah area tempat Naura bekerja. Mungkinkah hubungan mereka sudah lama?

"Sudah lama kenal Naura?"

"Lumayan, kebetulan kami satu gedung."

"Hmm," jawab Radit misterius lalu mengangguk-angguk.

"Apa kamu sudah menikah?" tanya Radit lagi sambil diam-diam memperhatikan jemari Fajar, mencari-cari apakah ada cincin yang melingkar di sana.

Fajar diam sejenak, kemudian menggeleng. Berharap agar pembicaraannya dengan suami Naura yang misterius ini berakhir.

Naura pun tiba-tiba datang sambil membawa tiga buah gelas es sirup dan duduk di samping Radit dengan kepala menunduk. Ia tak berani menatap suami serta selingkuhannya.

"Silakan diminum, tenang saja yang buat Naura bukan saya, jadi tak akan ada racun atau obat tidur di situ," kata Radit dengan penuh satir.

Masih dengan penuh tanda tanya, Fajar pun mengambil dan meminum es sirup buatan Naura perlahan. Radit sendiri menegaknya dengan cepat. Berusaha mendinginkan pikirannya lagi, takut kalau-kalau ia emosi saat mengajukan pertanyaan berikutnya.

"Fajar, apa kamu mencintai Naura?" tanya Radit lagi sambil memandang ke arah Fajar dan Naura bergantian.

Kini Naura pun ikut bingung dengan sikap suaminya. Wanita itu menunduk dan memperhatikan rok nya yang tersingkap lalu menutupnya dengan bantal sofa.

Radit tersenyum sinis, dalam hati ia ingin tertawa. Untuk apa menutupi paha sekarang, bukankah ia dan Fajar sudah pernah melihat Naura tanpa busana dan merasakan tubuhnya.

Kembali Radit mendekatkan wajahnya pada Fajar. Lalu mengulang pertanyaan yang sama.

"Maaf," balas Fajar.

"Saya tidak meminta Anda untuk meminta maaf, saya hanya ingin tahu apakah Anda mencintai Naura atau tidak," kata Radit dengan tenang namun membuat Fajar dan Naura merasa bersalah.

"Ya, saya mencintainya,” jawab Fajar.

Radit meletakkan jari pada dagunya dan mengangguk. Merasa cukup dengan informasi yang dibutuhkannya.

"Baiklah kalau begitu, saya rasa Anda bisa tinggalkan kami dulu. Biar saya selesaikan masalah saya dengan Naura, yang saat ini masih sah menjadi istri saya," usir Radit dengan halus sambil menekankan kata masih sah menjadi istri saya pada Fajar.

"Keputusannya nanti akan disampaikan oleh Naura," tambah Radit.

 Kini hanya Naura yang tampak berkaca-kaca dan bimbang memperhatikan Fajar yang sekarang membelakanginya menuju pintu keluar. Radit yang melihat ini pun berkata pada Naura, “Silakan, kalau kamu mau mengantar tamumu!”

                            

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status