Share

3. Memulangkan Naura

Naura masih menunduk saat kembali ke ruang tamu setelah mengantar Fajar ke depan rumah dan menutup pagar. Radit suaminya masih duduk di sofa dan menoleh ke arahnya. “Duduk di sini Naura, Mas mau bicara!”

Naura mematung, tak langsung menuruti permintaan Radit, sampai suaminya harus mengulang dua kali. “Naura!” panggil Radit dengan suara yang masih lembut.

Naura langsung mengambil tempat di samping suaminya sambil melihat ke arah lantai. "Naura, sekarang Mas minta kamu jujur sama Mas!" tegur Radit lembut sambil memegang kedua bahu istrinya.

"Maafkan saya Mas."

"Naura kecewa dengan Mas? Naura cinta dengan Fajar?"

Naura hanya tertunduk dan terisak. Ia tak bisa menjawab pertanyaan suaminya. Semua terasa berat, ia tahu ia bersalah namun ia sadar kalau saat ini perasaannya untuk Radit telah pudar seiring kedekatannya dengan Fajar.

"Maaf, Mas. Seharusnya saya nggak tergoda."

"Naura bahagia?" tanya Radit santai dan malah terkesan membingungkan.

"Eh, mmm,—" Naura tampak tak bisa melanjutkan kalimatnya.

Ingin rasanya mengatakan ya ia bahagia bersama Fajar. Namun sepertinya ia takut mengatakannya, Bagaimana kalau suaminya marah?

"Fajar ingin menikahi saya Mas," jawabnya takut-takut.

"Kamu sendiri bagaimana? Mau atau tidak?" tanya Radit masih lembut berusaha untuk menahan emosi, tapi jika ia meluapkannya sekarang artinya ia kalah.

Naura diam, tapi beberapa saat kemudian ia mengangguk pelan. Radit menghembuskan napas panjang dan kembali memandang ke arah istrinya. "Kalau memang kamu bahagia, Mas akan melepaskan kamu. Kemasi barang-barangmu dan Mas akan antar ke rumah orang tuamu."

"Mas Radit,—" Kedua mata Naura berkaca-kaca entah apa yang bisa dikatakan olehnya.

"Naura, Mas minta kamu pada Papa dan Mama dengan baik, maka Mas juga harus memulangkanmu dengan baik. Terakhir kali Mas minta sama kamu, tolong kalian berdua jangan bertemu dulu sebelum masalah kita selesai."

"Mas," panggil Naura kemudian memegangi tangan Radit, tapi langsung ditepiskan dengan pelan, dan Radit kembali mengingatkannya untuk membereskan semua milik Naura.

"Aku ... Aku minta maaf Mas. Aku,—" Naura terdiam tak melanjutkan kalimatnya.

Sebenarnya Naura sudah menyiapkan jawaban khusus kalau misalnya suaminya memergoki apa yang dilakukan bersama Fajar. Naura akan mengungkapkan seluruh uneg-unegnya selama berumah tangga bersama Radit. Mengatakan betapa nyamannya ia bersama dengan Fajar

Namun reaksi yang ditampilkan oleh Radit sungguh di luar dugaan. Pria beralis tebal itu justru bersikap seolah tidak ada apa-apa, tenang dan sangat bijak.

Bingung, menyesal atau mungkin merasa bersalah. Hanya Naura sendiri yang mampu menggambarkan perasaannya saat ini.

"Mas, apa Mas nggak pengin tahu alasanku?" tanya Naura disambut gelengan kepala suami yang kini akan menjadi mantan.

Radit memandangi Naura dengan tatapan yang bersahabat. Menyentuh pundak wanita ramping itu dengan lembut dan berkata,—

"Naura, maaf aku tak ingin tahu lebih lanjut tentang hal ini. Aku hanya tahu kalau kamu terlihat nyaman bersamanya."

"Kenapa, Mas?"

Radit hanya menghela napas panjang mendengar pertanyaan Naura. Jangan ditanya bagaimana perasaannya saat ini, tentu saja hancur sehancur-hancurnya. Pria mana yang tahan melihat istrinya tidur dengan pria lain di depan mata kepala sendiri.

Bukan Radit tak peduli akan istrinya. Ia hanya tak ingin hatinya semakin terluka mengetahui alasan perselingkuhan wanita berambut panjang itu.

Bagi pria berambut klimis itu, sudah jelas kalau istrinya sudah tak nyaman bersamanya. Terlihat dari bagaimana Naura tak berusaha mencegahnya mengembalikan pada mertuanya. Tak terlihat pula keinginan Naura berusaha untuk memperbaiki rumah tangga mereka.

"Naura, Mas minta maaf selama menjadi suami, Mas belum bisa membahagiakanmu."

Naura hanya memandang pria di hadapannya yang kini mulai mengangkat kopernya keluar rumah, kemudian berjalan mengekor. Setelah menyimpan koper di bagasi, Radit pun duduk di balik kemudi menunggu dirinya untuk masuk.

Sampai saat ini Naura belum juga bisa memahami sikap suaminya yang tetap tenang. Namun dari sorot mata Radit ia tahu kalau suaminya memang terpukul dengan kejadian itu. Delapan tahun pernikahan cukup membuat Naura tahu bagaimana karakter suaminya itu.

                         ***

Kedua orang tua Naura tampak heran melihat putrinya datang dengan membawa kopor yang dulu dipakai saat meninggalkan rumah untuk menikah dengan Radit.

"Ada apa ini?" tanya Rustam, ayah Naura.

"Mmm begini Pa, kedatangan saya bersama Naura kemari karena,—" Radit menghentikan kalimatnya dan menoleh ke arah Naura sambil mengangguk dan meminta persetujuan.

"Bilang saja, Mas," ucap Naura.

Setelah menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak, Radit pun mengatakan pada kedua orang tua Naura. "Maafkan saya Pa, saya bermaksud untuk memulangkan Naura pada Papa dan Mama.”

"Jadi kalian mau berpisah?" tanya Ayah Naura.

"Maafkan saya Pa, saya telah gagal menjadi panutan untuk Naura," kata Radit.

"Tapi kenapa?"

"Mungkin Naura yang bisa menjelaskannya," jawab Radit menoleh pada Naura.

Ia tak ingin menjelekkan wanita yang sudah delapan tahun ia nikahi. Karena itulah ia ingin mertuanya mendengar dari versi putri mereka.

"Saya mencintai pria lain," jawab Naura yang sekali lagi membuat kedua orang tuanya terkejut. Keterkejutan mereka pun semakin bertambah saat Naura menceritakan kronologi kejadian hari ini.

"Apa Naura? Bisa-bisanya kamu melakukan itu. Mau ditaruh dimana muka Papa, Nak?" ungkap Pak Rustam geram sementara Naura hanya bisa diam. Saking marahnya pria itu sampai mengangkat tangannya hendak memukul Naura.

“Sudah Pa, sabar! Tidak perlu seperti ini!” ucap Radit mencegah mertuanya untuk memukul Naura. Sementara Naura menutupi wajahnya dengan kedua tangan menghindar tamparan ayahnya.

Radit pun mengambilkan air putih kemasan yang memang ada di meja dan memberikan pada Pak Rustam untuk meredam emosi. “Tenang Pa … tenang. Kita tak perlu emosi menghadapi masalah ini, nanti urusannya bisa melebar kemana-mana.”

"Nak Radit, Papa selaku orang tua Naura meminta maaf padamu. Terus terang Papa malu dengan perbuatan Naura,” kata Pak Rustam setelah merasa emosinya lebih tenang.

"Saya yang minta maaf Pa, karena saya tidak bisa menjadi seorang suami yang baik untuk Naura."

"Jelaslah Naura milih laki-laki lain. Ngapain juga hidup lama-lama sama laki-laki mandul seperti kamu," Kali ini Bu Fatma, Ibu Naura yang kurang suka pada Radit pun berkomentar.

"Maafkan saya Ma!" jawab Radit menunduk.

"Ma!" cegah Pak Rustam agar istrinya diam saja.

"Apa sih Pa. Malah bagus kan kalau mereka bercerai. Apa bagusnya Naura hidup dengan laki-laki nggak berguna ini. Lihat saja bagaimana dulu dia pernah nyusahin Naura dengan tidak memiliki pekerjaan. Kalau Naura milih laki-laki lain ya itu namanya waras."

"Tapi Ma, Naura melakukan itu saat ia masih sah menjadi istri dari Radit."

"Kalau gitu cerai saja, tapi ingat Radit! Rumah yang kalian tempati itu ada haknya Naura! " tambah Bu Fatma.

"Nggak bisa donk Ma, Mas Radit beli rumah itu kan waktu belum nikah sama Naura," cergah Naura.

"Eh Naura, yang namanya sudah nikah ya harta bersama. Lagipula dia kan dulu sempat numpang hidup sama kamu!" tambah Bu Fatma.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status