Bab 48. Ancaman Dinda Pada Andre
“Ma-maksud Bu Amel, apa?” tanya Andre gugup.
“Eh, Mel, gak usah gitu, ya, ngomongnya! Apa maksud kamu ngucapin kalimat itu sambil liat aku, ha?” protesnya sambil mendelik.
“Pikir sendiri olehmu!” ketus Amelia melanjutkan langkah lagi.
“Bu Amel tidak suka kamu berada di sini, tolonglah kamu pergi, Dinda! Lagian kamu ngapain ke sini?” kata Andre frustasi. Pria itu meremas kepalanya dengan kasar.
“Mas, kenapa kamu berubah, sih? Aku ke sini karena udah lama banget kita kita gak ketemu. Aku chat kamu balasnya cuma ‘hem’ doang. Aku liat di status WA kamu, lokasi ini. Makanya aku ngejar ke sini.”
“Aneh! Setelah lima ta
Bab 49. Video Mesum Masa Lalu Andre dan Dinda“Aku gak mahir nyetir di malam hari di daerah pegunungan begini. Jalan berkelok, menurun, dan licin, ditambah suasana gelap, aku gak biasa, Sayang!” ucap Andre memohon.“Daripada aku demam, gimana? Mas Andre mau kalau aku sakit?” Dinda malah mengancam.“Aku ambilin payung di mobil, ya! Ntar aku balik lagi. Kamu tunggu di sini, ya!”“Gak mau! Aku takut ditinggal!”“Kan ada Pak Satpam itu, Sayang! Bentar aja, ya!”“Gak mau pokoknya!”“Hem, ok. Kita tunggu redaan kalau begitu.”Andre mengalah, tetapi hujan yang tak mau mengalah. Airnya makin deras&n
Bab 50. Dendam Cinta Dinda “Jangan nekat, Dinda! Video kotor itu sebaiknya kau hapus saja! Kalau itu kau sebarkan, apa kau pikir aku saja yang akan malu? Kau juga sebagai perempuan akan terhina! Harga diri suami dan keluargamu akan hancur! Nama baiknya akan tercoreng!” “Gak penting! Aku gak mikirin itu! Yang aku mau adalah mencoreng nama baik kamu! Proyekmu pasti akan kena imbasnya. Dan yang paling penting, Amelia pasti jijik sama kamu. Nih, aku klik, ya! Tinggal klik, maka detik ini juga akan masuk ke nomor Amelia! Selanjutnya ke seluruh media sosial kamu! Gimana, Mas?” “Sini!” Tiba-tiba Andre merebut benda pipih itu dari tangan Dinda. Lalu dengan gerakan cepat menghapusnya video itu dari nomor Amelia yang hampir terkirim, juga dari tempat penyi
Bab 51. Papa Amelia Drop Karena Ancaman Nurdin“Maaf, Bu Amel, jika saya lancang,” pinta Andre menyesali pertanyaan yang sudah terlanjur dia ucap.“Tidak apa-apa, Pak! Eem, tentang Mas Dar, sikapnya sudah berubah. Dulu dia jijik pada saya. Sekarang dia sangat menginginkan saya. Tetapi, obsesinya untuk menguasai harta saya, sedikitpun tak berubah. Malah saya rasa, dia makin menggila.”“Oh, begitu? Jadi Darfan ….”Andre menggantung ucapannya.“Kenapa, Pak?”“Maksud saya, Darfan dulu sempat jijik pada Ibu? Saya kok, gak paham? Karena kemarin itu saya lihat, dia sepertinya sangat menyukai Ibu, buktinya dia rela menceraikan istrinya demi bisa rujuk dengan Ibu, iyakan?”&nb
Bab 52. Rayuan Kepada Mantan IstriPagi itu, Yati sendirian di rumah. Papanya baru saja keluar dari rumah. Yati tak tahu, kalau tujuannya adalah ke rumah Papa Amelia. Nurdin ingin menyampaikan sebuah ancaman manis kepada sahabatnya itu. Semoga dengan sedikit gertakan ini, Anwar mau memaksa Amelia untuk bercerai dengan Darfan, sehingga surat perjanjian pra nikah waktu itu bisa dia gunakan untuk menguasai peternakan yang di Kutalimbaru milik pria lumpuh itu. Begitu rencana Nurdin.Darfan yang disuruh Amelia menjalankan misi mendapatkan surat perjanjian pra nikah, telah berdiri di depan pintu. Tak ragu, pria gila harta itu mulai mengetuk pintu dengan halus.Terdengar suara langkah mendekat. Langkah terseret itu milik Yati, sang mantan istri.“Mas?!”Yati kaget saat memb
Bab 53. Maksiat Mantan Sepasang Suami Istri “Mas, gimana kalau Papa pulang tiba-tiba?” tanya Yati mencoba mengingatkan, tetapi matanya sudah mulai terpejam. Erangan halus mengiringi setiap sentuhan bibir Darfan yang mulai menyusuri setiap inci wajah, lalu kini mulai turun ke bagian dada. Darfan tak menghiraukan. Bibirnya masih sibuk menggoda sepasang bukit kembar milik mantan istrinya. Sementara tangannya sibuk melepas pakaian yang menempel di sana satu demi satu. Erang kenikmatan dari bibir Yati, makin menambah gairahnya. Bibir dan jemarinya kini menyusur ke bagian bawah. Mengecup lembut perut wanita itu, lalu makin turun dan turun. “Mas, kita udah gak halal, lho,” lirih Yati tepat saat Darfan menyatukan bagian sensitif
Bab 54. Dr. Vito, Pria di Masa Lalu Andre masih memarkirkan mobil saat ditinggal dengan terburu-buru oleh sang empunyal. Bik Jum, Suster Ayu, dan Dadang menyambut kedatangan Amelia di depan ruang UGD. Gadis itu langsung menyerbu masuk. Dua orang perawat mencoba menahannya di pintu masuk ruangan, namun gadis itu tetap memaksa. Tubuh sang perawat terdorong paksa, kalah kuat dengan tenaga Amelia yang tiba-tiba berlipat saja. “Maaf, Ibu! Pasien masih belum sadar! Masih ditangani Dokter, tolong tunggu di luar saja, ya!” Amelia tak menggubris, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, mencari keberadan sang Papa yang dikabarkan tengah sekarat. Setengah berlari dia menghampiri ranjang sang Papa. kedua orang perawat mengikuti dengan wajah panik. “Maaf, Dok, ibu ini menerobos masuk!” ucap salah s
Bab 55. Akta Pra Nikah Dibatalkan “Kami ke kantor Notaris yang di jalan S. Parman, Pak Andre,” kata Amelia masih berusaha mengusir Andre secara halus. “Gak apa-apa, Bu. Saya juga bisa di sana saja! Saya mau konsultasi tentang proyek saya yang kena tipu bulan lalu itu. Siapa tahu masih bisa diselamatkan.” “Oh, baiklah, kita berangkat kalau begitu!” Darfan jelas tidak suka Andre menempel terus di dekat istrinya. Tetapi dia tak punya alasan untuk mengusirnya. “Kamu setuju, kan, Mas, kalau surat perjanjian pra nikah ini kita batalin?” tanya Amelia dalam perjalanan menuju kantor Notaris. Andre yang tengah menyetir mobil, melirik keduanya sekilas melalui kaca spion tengah mobil. “Aku ikut maunya&nbs
Bab 56. Pengakuan Dr. Vito “Sebesar apapun pengorbanan yang ditunjukkan oleh seorang pria, tujuannya hanya untuk menoreh luka. Jika mencintai seorang pria hanya akan menoreh luka, buat apa mengulang kesalahan yang sama? Bukankah lebih baik mencari bahagia dengan cara menyendiri saja? Membekukan hati dan mematikan rasa” * “Kita sudah sampai, Bu Amel!” ucap Andre saat mobil Amelia yang dia kemudikan berhenti di areal parkir khusus roda empat. “Oh, iya.” Amelia tersentak dari lamunannya. “Maaf, saya mengejutkan Ibu?” Andre merasa bersalah. “Tidak. Maaf, saya sempat melamun.” Gadis itu lalu melangkah turun, lalu tanpa menunggu Andre, dia berjalan terburu menuju ruang ICU. Bik Jum, Ayu dan Dadang masih dnegan begitu setia menunggu di sana. Ketiganya