Bab 5
Tak kudapati Kang Yana di sofa ruang tamu. Kemana kamu Kang? apa kembali ke tempat persembunyian? Dimana kamu menyembunyikan wanita itu?? Aku menerka-nerka.Kulempar bolu susu dan umbi diatas meja. maaf Kang, Aku nggak bisa menghormati laki-laki sepertimu .
"Kenapa makanannya dilempar? apa kamu tidak suka?" Suara Kang Yana yang tiba-tiba berdiri dibelakangku begitu mengagetkan. Entah darimana datangnya sosok pria berbadan tinggi itu. Sorot matanya seperti ingin memarahiku, tapi tertahan.
Aku hanya menggeleng menjawabnya.
Marahi saja aku Kang!!
Ingin sekali ku remas mukanya yang pura-pura polos itu.
Aku yang berniat belajar mencintai, Kini dengan serta merta Kang Yana mengahancurkan harapan itu.
Kutarik nafas sedalam mungkin. Dan menghembuskannya perlahan. Kusodorkan foto yang ditemukan tadi.
"Foto siapa ini Kang?"
Kang Yana tak menghiraukanku. Dia Malah asyik dengan ponsel digenggamannya.
"Foto siapa ini?" Kuulang lagi pertanyaan dengan nada menekan.
Mendengar penuturanku, Kang Yana melirik dan mengambil foto itu dari tanganku dengan santai. Aku yakin Kang Yana mengenal wanita itu, meski tertutup niqab.
"Tidak tahu Neng, memangnya foto siapa itu?" Kang Yana mengembalikan foto itu padaku. Lantas, dia duduk dan membuka kotak bolu susu yang kulempar tadi.
Hebat sekali kamu Kang, membalikkan pertanyaan itu padaku.
"Sini duduk! biar Aa suapin." Kang Yana mengalihkan pembicaraan.
Makin kesal aku dibuatnya. Seharusnya langsung kupentung saja kepalanya biar tahu rasa.
"Yakin, tidak mengenal wanita dalam foto ini?" Interogasiku belum selesai. Berharap Kang Yana mau mengakui keberadaan wanita itu.
"Kalau ini?" Kutunjukkan niqab tepat lima sentimeter dari hidung mancungnya.
"Kenapa sih Neng, nanya yang aneh-aneh gini? Ada-ada aja ah." Dia masih terlihat santai. Bahkan dia malah menarik tanganku hingga tubuhku menimpa tubuhnya. Kini aku berada dipelukan Kang Yana. Erat begitu erat pelukannya.
Mata kami beradu. Kurasakan nafasnya kian memburu. Begitupun yang kurasakan. Seandainya tidak ada foto dan niqab, tidak ada kamar tersembunyi. Aku ingin membalas pelukannya dan takkan kulepaskan.
Ku merasakan nafasnya kembang kempis, dia menarik wajahku hingga bibirku terpaut dengan bibirnya.
Namun, aku tak ingin lagi berdiam tanpa jawaban. Segera kutarik tubuhku dari pelukannya, hingga nyaris terjatuh.
"Jawab jujur A! Neng Mohon jawab sejujur-jujurnya siapa wanita itu? Apakah dia istri pertama, atau istri keduamu?" Aku berusaha berbicara pelan. Namun Kang Yana tetap bergeming.
"Jawab!!! Aku menemukan kedua benda ini didalam mobilmu." Akhirnya aku berteriak dihadapan Kang Yana.
Namun, lagi-lagi bukan jawaban yang kudapat. Kang Yana malah menghamburkan bolu susunya kelantai.
"Jangan berlebihan! Aa gak suka kamu tidak sopan sama suami! Asal Neng tau Aa tidak pernah kenal wanita itu!" Wajah teduh itu kini berubah seperti singa yang ingin menerkamku. Matanya melotot tepat didepan wajahku.
"Berarti benar Aa memiliki istri lebih dari satu, dua atau tiga?" Teriakku sambil menahan air yang mulai menerobos kelopak mata.
Tangan kananya melayang keudara, dan berehenti tepat di samping pipiku.
"Pukul aku! Pukul!" Teriakku.
"Jangan mencoba membangunkan macan yang sedang tidur." Kang Yana mengakhiri kalimatnya. Tangannya mengepal dan berlalu meninggalkanku.
Ah, berarti semua dugaanku benar, kalau tidak, kenapa Kang Yana menghindar dari pertanyaan-pertanyaanku? Kenapa dia harus marah?
Aku semakin geram saat netraku menangkap Kang Yana memasuki kamar ketiga sambil membantingkan pintu. Allah, Apa aku salah bertanya dan ingin meminta penjelasan? lalu kepada siapa aku harus bertanya selain pada Kang Yana? Jelas-jelas semua bukti ada. Masih saja mengelak.***
Hingga pukul tiga pagi, mataku masih terjaga, Kang Yana pun masih berada dikamar ketiga. Sungguh keterlaluan, tak terlihat rasa bersalahnya sedikitpun. Aku yang harus menghampiri? Ogah, tak ada dalam kamusku orang yang tak bersalah meminta maaf pada orang yang bersalah.
Dan malam ini, nggak perlu kutunaikan kewajibanku padanyanya. Sudah terlanjur jijik, ketika mengingat suara desahan itu. Akupun akan terpaksa jika harus melakukannya dengan Kang Yana.
"Pelan, pelan dong, nanti sakit!" Suara itu kini terdengar jelas di ponselku. Ya, suara berasal dari kamar tersembunyi. Akhirnya alat penyadap itu berfungsi.
Tapi, kali ini aku malas harus menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri seperti dimimpi tadi. Aku tak sanggup jika nanti hatiku benar benar hancur menyaksikan adegan hot dua sejoli itu. Kali ini cukup tahu saja, tahu bagaimana kelakuan asli Kang Yana dibelakangku. Sementara akan kusimpan semua rekaman ini sebagai bukti.
Tak tahan berlama-lama didalam rumah penuh rahasia ini, aku segera membereskan pakaian kedalam tas. Tak perlu membawa banyak. Cukup untuk ganti beberapa hari, sebelum menemukan alasan untuk pulang kerumah ibu dan bapak. Aku tak mau mereka terbebani lagi dengan masalahku. Baru saja mereka meredamnya. Masalah emak-emak yang selalu berceloteh tentangku. Aku tak mau mengembalikan beban itu pada mereka.
Selesai memasukkan pakaian, aku bergegas berjalan keluar kamar. Tiba-tiba diambang pintu, aku berpapasan dengan Kang Yana.
"Neng?"
Aku tak menjawabnya. Langkahku tetap mengayun melewatinya yang berdiri didepanku.
"Mau kemana?" Dia menarik tangan kiriku.
"Lepaskan!"
"Tidak!"
"Lepas!" Teriakku lagi.
"Jawab mau kemana?" Teriaknya menarikku. Lagi-lagi tubuhku sangat dekat dengannya.
"Apa pedulimu?" Sekuat tenaga kulepaskan cengkeraman tangannya dan berjalan cepat keluar rumah.
Neng, tunggu! Aa bisa jelasin Neng, maaf semalam Aa khilaf." Kang Yana membuntutiku.
"Tidak, biarkan aku pergi kalau Akang masih tidak mau mengaku." Aku terus berjalan lebih cepat dan ingin berlari.
(Bersambung gak?)
"Sora, Soraya, Tolong!"Samar, seperti suara seorang wanita berteriak dari luar. Mataku mendelik, keningku mengerut. Kutajamkan runguku agar bisa mendengar dengan jelas. Namun, sedetik kemudian, hening, teriakan itu tak lagi terdengar.Ah, mungkin ini hanya halusinasiku. Mana ada, sepagi ini ada orang berteriak meminta tolong di depan ruamah. Sedangkan, gerbang depan saja masih jauh dari pintu rumah. Ditambah lagi, masih digembok. Mana mungkin ada orang menerobos masuk.Aku menggeleng, berusaha menepis prasangka yang sekelabat menghantui pikiran. Tentang masa lalu yang membuat rumah tanggaku diambang kehancuran. Tentang wanita misterius yang selalu datang tiba-tiba dan membuat hidupku dihantui rasa khawatir, curiga dan merasa sangat terancam.Tidak, tidak mungkin. Lagi pula wanita itu sudah jelas adanya, dan mengaku semua kesalahan yang dia perbuat. Wanita itu sudah bertaubat di depan umum. Dia sudah mengakui segala per
Tibalah malam, malam yang selalu dinanti setiap pasangan pengantin. Ah, pengantin kadaluwarsa. Ya, aku dengan Kang Yana sudah lama menikah, tapi ini adalah kali pertama dia menyentuhku sedekat ini.Saat ini, ku tidak bisa menyembunyikan perasaanku yang berdebar hebat, sama seperti pertama kali Kang Yana mendekatiku. Sentuhan lembut tangannya membuat hati ini berdesir hebat, hingga menembus jantungku yang terasa semakin berdegup kencang. Napasku sungguh tak terkontrol."Sudah siap, Neng?" Kang Yana mendekatiku, lalu wajahnya hampir menempel dengan wajahku. Hidungnya yang bangir nyaris menyentuh hidungku. Tak ada sekat diantara kami. Kedua tangannya melingkar di pinggangku. Dia mendorongku pelan dan menempelkan bibirnya pada bibirku. Kami mengukir cinta yang abadi, di kamar indah yang penuh keromantisan. Memadu kasih dalam balutan kenikmatan surgawi. M
Malam pertama"Bidadari Aa, mau konsep bagaimana?"Kang Yana tiba-tiba memelukku dari belakang. Spontan, tanganku berhenti mengaduk bubur yang sedang kumasak untuknya. Dadaku berdesir. Nafasku kembang kempis. Bagaimana tidak? setelah dua bulan Kang Yana harusbed rest, inilah kali pertama dia menyentuhku sedekat ini. Hembusan nafasnya menembus jilbab menusuk telinga kananku hingga romaku berdiri.Jeda beberapa detik terdiam, jujur tak pernah terpikir olehku konsep seperti apa yang kuinginkan untuk acara resepsi pernikahan. Bagiku, kembali bersama Kang Yana sudah merasa sangat bahagia."Neng mah ikut Aa aja, kalau menurut Aa konsepnya bagus, Neng juga pasti suka."Aku Kembali mengaduk bubur
"Neng, ana uhibbuki fillah." Kang Yana menggenggam tanganku.Malu untuk menjawabnya, aku pun tersenyum membalasnya."Neng juga sayang Aa."______________________________________Brak!!!suara pintu terbuka menghentikan tanganku yang hendak menyuapi Kang Yana lagi.Sontak, kepalaku menoleh kearah pintu. Dan,,, spontan kakiku berdiri saat melihat sesosok perempuan diseret oleh Bradley masuk kedalam ruangan Kang Yana."Suci?" Akupun terkaget.Bradley mencengkram tangannya.Entah apa yang terjadi pada mereka, sampai-sampai Bradley memegang tangan Suci sebegitu eratnya."Ada apa Bradley? Kenapa kamu memegang tangannya seperti itu?"
Suci Rahma DhanySuci Rahma Dhani, ya itu memang namaku. Entah kenapa orang tuaku memberi nama itu untukku. Tapi nama itu telah mengutukku dalam guratan nasib kehidupan. Kehidupanku yang tidak seperti dongeng cinderella atau putri salju yang indah dikemudian hari.Sungguh tragis, semua yang kualami selalu berujung air mata. Dulu Adhyanuarta tidak pernah menyisakan hatinya setitikpun untukku. Dia malah membiarkanku terperosok dalam kesengsaraan batin.Ditambah lagi Kang Yana, hmmh Kang Yana? Geli rasanya mendengar panggilan itu dari mulut Soraya. Yah, Adhyana Afradhy. Memang dia adalah orang yang membuatku tergila-gila karena cinta.Memang, sebelumnya hatiku terkunci oleh Adhyanuarta alias kakaknya. Kakakmya yamg telah pergi membekaskan dendam dalam diri ini. Ya, awalnya aku hanya i
Seperti yang sudah-sudah, Bradley selalu menawarkan bantuan untukku. Meski dia pernah mengatakan perkataan yang konyol, tapi kuakui, pemuda itu termasuk salah satu tipe lelaki yang bertanggung jawab. Buktinya dari awal berangkat, hingga sampai akhirnya terdampar di klinik, dia masih terjaga disni. Mungkin dia juga merasa bersalah atas tertabraknya Suci."Sorry!! Aku tidak tahu, ternyata kamu sangat terpukul dengan kondisi wanita yang kutabrak tadi. Aku jadi merasa bersalah."Sesalnya sambil menundukkan kepala, seperti anak kecil yang meminta maaf pada ibunya ketika melakukan kesalahan."Tidak Bradley, kamu tidak perlu merasa bersalah! Semua sudah jadi jalan takdirNya. By the way, makasih udah jagain Suci tadi." Akupun tersenyum simpatik. Ternyata dia tak seburuk yang kukira. Dan aku berhar