Bab 4
"Sora... Soraya... Soraya..."
Suara itu terus menggema dalam ruangan. Aku terperanjat. Nafas terasa sesak. Peluh dingin membasahi seluruh tubuh. Tidur terlalu lama membuat pikiran terbawa ke alam mimpi. Apalagi tidur di sore hari.
Benar kata Kang Yana saat mengisi pengajian di kampungku dua minggu lalu. Tidur sore itu dapat menyebabkan yuuritsul majnuun alias mewarisi kegilaan atau lebih jelasnya kehilangan akal.
Ah, aku malah kehilangan akal setelah bersamamu Kang.
Bagaimana akalku akan sehat, jika Kang Yana saja menyembunyikan banyak rahasia dariku.
"Hanya Neng satu-satunya wanita yang Aa cintai dan sayangi."
"Hanya Neng yang akan menemani Aa hingga maut menjemput, dan kamu harus yakin, kita akan bersua kembali di akhirat."
Hati wanita mana yang tak tersentuh dengan rayuan seperti itu, rayuan yang kaluar dari mulut pria berparas tampan dan meneduhkan. apalagi diucapkan saat masih hangat-hangatnya menjadi pasangan suami istri.
"Bulshit!!"
Omong kosong semua, bisa-bisanya lelaki se'alim Kang Yana mengatakan kebohongan.
terlalu banyak melamun hingga tak sadar Adzan Maghrib sudah berkumandang. arloji menunjukkan pukul enam sore. Namun Kang Yana tak kunjung pulang. Seharusnya dia yang mengimami salat di mesjid.
Kuraih gawai diatas nakas. Tiga panggilan tak terjawab dari nomor Kang Yana. Dua Panggilan tak terjawab dari nomor asing. Baru saja kusentuh Nama Kang Yana dilayar ponsel, tiba-tiba nomor asing itu menghubungi lagi.
Siapa? Keningku mengerut. Aku tak biasa menerima panggilan dari nomor sembarangan, apalagi yang tak dikenal.
Kuabaikan panggilan itu, kusimpan kembali gawai diatas nakas. Berwudu dan berdzikir adalah cara terampuh menghilangkan kegelisahan.
Ku ayunkan kaki ke kamar mandi segera mengambil air wudu. Usai wudu, gawai masih bergetar.
"siapa sih?" Ganggu orang saja magrib- magrib nelpon." Gumamku, spontan telunjuk ini menekan tombol reject.
Kutunaikan salat. Aku bersujud bersimpuh bercengkerama dengan Sang Maha Pmberi petunjuk. Memohon agar Allah segera membukakn segala rahasia yang ditutup rapi oleh Kang Yana. Berharap Kang Yana akan berbicara jujur mengatakan semuanya.
Aku sadar dosaku melanjung tinggi, namun lebih dosa manakah seorang suami yang menyembunyikan sesuatu dari istrinya? Allah. Tangisku bergemuruh membiat badan gemetar hebat.
Selesai salat, gawai masih saja bergetar. Kali ini aku berbaik hati mengangkat nomor asing itu. Namun, saat kudekatkan pada telinga, nomor itu memutus panggilan.
Iseng banget ya ini nomor heuh. Awas aja kublokir nanti!
Aku mencoba menghubungi Kang Yana lagi. Allah kenapa aku harus khawatir sama Kang Yana. Mungkinkah naluri seorang istri mulai menjelma dalam diriku? bukan, bukan itu, hanya saja ingin cepat memastikan apa yang dirahasiakan Kang Yana dariku.
Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar.
"Kang Yana?" batinku menerka. Aku bergegas lari keluar untuk menyambut. Ya, aku harus pura-pura menyambutnya dengan senyuman. Meski sejujurnya ingin ku pentung kepalanya.
"Assalamualaikum bidadariku?" Dia menyodorkan tangan kanannya.
Bidadari? Hmmh bidadari yang keberapa kang?
"Wa'alaikumsalam." Kuraih tangan dan menciumnya tanda hormat. Allah kenapa pesonanya selalu menimbulkan getaran hebat dalam dada . Aroma parfumnya, parfum khas dengan aroma vanila dan cendana menusuk-nusuk hidungku. Sungguh menggoyahkan keteguhan untuk tidak berbaik hati padanya.
Dasar hati...menyingkirlah sebentar! Kita perlu waktu membuktikan kebenaran. Bisikan-bisikan bermunculan ditelingaku.
"Bapak, sudah makan Neng?" Tanya nya sambil meraih tanganku. Dia menggandengku berjalan menuju kamar Bapak Mertua. Memang, Bapak sudah tua, umurnya sudah hampir seabad, tapi dia masih terlihat sehat, hanya giginya yang tinggal sisa dua. Meski terkadang ada penyakit bawaan umur yang menyerangnya. Begitu Kata Kang Yana. Jadi aku harus telaten sesekali menengok bagaimana kondisi Bapak.
Lega melihat Bapak sudah tidur, kami kembali keluar. Kang Yana mengajakku duduk sebentar di sofa ruang tamu. Dia mendudukanku diatas pangkuannya. Aku tak mampu berontak.
Tapi ada yang aneh ku perhatikan seluruh tubuhnya. Kang Yana terlihat segar, seperti habis mandi. Kulit putihnya bercahaya. Tapi aku selalu gagal fokus kalau sudah melihat rambut Kang Yana yang sedikit basah. Pikiranku selalu travelling kemana-mana.
Kugelengkan kepala menolak prasangka lagi. Sudah jadi prinsip, tak ingin asal tuduh, minimal harus ada barang bukti. Selain aku melihatnya sendiri.
"Oia Neng, tadi Aa beli ubi cilembu sama bolu susu. Tapi lupa ketinggalan di mobil. Boleh Aa minta tolong ambilkan!" Kang Yana mengusap pundakku. Kemudian memberikan kunci mobilnya.
Alhamdulillah, akhirnya aku terlepas dari Kang Yana. Aku segera berdiri, lantas berjalan menuju parkiran.
Aku mencari-cari didalam mobil, karena Kang Yanq tak memberitahuku dimana letak umbi dan bolunya. Mungkin dia lupa karena kelelahan.
Setelah kubuka pintu depan mobil, penglihatanku jatuh tepat pada sesuatu yang tergeletak diatas jok samping sopir. Kain berwarna merah. merah membara seperti hati yang terbakar api kemarahan.
Kujemberngkan kain itu, tiba-tiba jatuh satu benda kecil.
Niqab?
Lalu Kuambil benda kotak yang jatuh kebawah jok.
"Foto? Foto seorang wanita bercadar."
Yaa allah...
Yaa rahman...
Yaa rahiim...
Apakah ini jawaban do'aku, justru aku menemukan bukti tanpa harus bersusah payah.
Allah, sekali lagi kaki ku gemetar terasa ingin runtuh. Dugaanku benar, ada wanita lain yang hadir dalam hidup Kang Yana.
Pertahannaku runtuhh. Aku beringsut meremas niqab dan foto itu. Bening bulir mulai membendung pelupuk mata.
Tapi siapa wanita ini?
Kuusap air mata yang sudah merebak. Berusaha menyembunyikan kesedihan. Ah kenapa harus ada air mata. Bukannya aku tidak mencintainya?
Aku berbalik menuju rumah, kutenteng bolu susu dan umbi yang katanya oleh-oleh Bandung untukku. Tak sudi aku memakannya.
Akan kuberikan kejutan untuk Kang Yana, niqab dan foto wanitanya , entah istri atau selingkuhan yang ia sembunyikan. Tapi mana mungkin seorang ustadz seperti Kang Yana selingkuh? Lalu apa aku benar-benar dijadikan tumbal sebagai istri kedua atau ketiga? Ah, perasaan kesal dan menyesal berkecamuk dalam dada.
Namun, tak kudapati Kang Yana di sofa ruang tamu. Kemanakah dia? apakah dia kembali ke tempat persembunyiannya? Dimanakah dia menyembunyikan wanita itu??
Kulempar susu dan umbi diatas meja. Maaf Kang aku nggak bisa menghormati laki-laki sepertimu lagi.
Bab 5Tak kudapati Kang Yana di sofa ruang tamu. Kemana kamu Kang? apa kembali ke tempat persembunyian? Dimana kamu menyembunyikan wanita itu?? Aku menerka-nerka.Kulempar bolu susu dan umbi diatas meja. maaf Kang, Aku nggak bisa menghormati laki-laki sepertimu ."Kenapa makanannya dilempar? apa kamu tidak suka?" Suara Kang Yana yang tiba-tiba berdiri dibelakangku begitu mengagetkan. Entah darimana datangnya sosok pria berbadan tinggi itu. Sorot matanya seperti ingin memarahiku, tapi tertahan.Aku hanya menggeleng menjawabnya.Marahi saja aku Kang!!Ingin sekali ku remas mukanya yang pura-pura polos itu.Aku yang berniat belajar mencintai, Kini dengan serta merta Kang Yana mengahancurkan harapan itu.Kutarik nafas sedalam mungkin. Dan menghembuskannya perlahan. Kusodorkan foto yang ditemukan tadi."Foto siapa ini Kang?"Kang Yana tak menghiraukanku. Dia
"Kalau Akang masih tidak mau mengaku, biarkan aku pergi." Aku terus berjalan lebih cepat dan sedikit berlari.Mengabaikannya yang sedang berusaha menarik tanganku, adalah cara terbaik menghindar dari semua emosi yang mulai membara. Aku segera masuk kedalam taksi online yang sudah dipesan satu jam yang lalu."Jalan Mang!" Kuluruskan pandangan kearah sopir, tanpa menghiraukan Kang Yana yang menggedor-gedor jendela mobil."Oke Teh."Kusandarkan tubuhku pada jok mobil. Rahasia Kang Yana sudah terkuak, tapi pertanyaan tentang siapa wanita-wanita itu masih terngiang dikepalaku.Dua puluh menit sampai di rumah Shena sahabatku."Kamu baik-baik saja?" Tanya Shena yang sudah menunggu didepan rumah.
Kudekati pasien wanita yang terbaring itu. Kuamati wajahnya, seperti tak asing dimata."Suci?" Gumamku. Aku semakin mendekat tak percaya."Suci?" Sekali lagi aku meyakinkan.Kutarik nafas, dan menghembuskannya kasar. Kuusap wajahku yang tak berkeringat.Ya allah"Bu,""I... Iya sus. Gimana, gimana kondisinya?""Tidak ada luka yang terlalu parah bu. Tapi, sepertinya pasien sedang hamil. Bersyukur janinnya masih bisa diselamatkan. Untuk memastikan umur janinnya nanti akan ada dokter kandungan visit kesini ya bu, Sementara sudah kusuntikan antibiotik kedalam infusan. Mohon tanda tangan disini untuk persetujuan pemberian obatnya." Penjelasan suster membuatku syok. Tanganku gemetar memegang pulpen yang diberikannya.Suci hamil? Dan aku harus menandatangani persetujuan pemeriksaan wanita dan anaknya Kang Yana?Sebenarnya, hati ini menolak untuk p
Mulutmu Suci!!! begitu lihai menghina dan meremehkan orang lain. Kudiamkan dia berceloreh tak henti. Kuputuskan untuk tak meladeni wanita seperti dia.Baru saja aku beranjak ingin menghindar darinya. Tiba-tiba dia memanggilku dengan nada tinggi."Soraya!" Seketika hening.Lalu wanita gila itu melanjutkan pembicaraannya. Ya, aku memanggilnya wanita gila. Karena tak ada wanita waras yang menyuruh suaminya menikah lagi dan...aahgrhhh..."Hmmh, mana wanita cerdas itu? Katanya cerdas, tapi begitu mudah kau dibohongi Sora, andai saja Kang Yana tidak menikahimu kau akan abadi menjadi perawan tua. Seharusnya kau bersyukur dan berterima kasih padaku."Mendengarnya berbicara sambil berteriak, membuatku ingin menjotos wajahnya. Kukepalkan tangan. Kugertakkan
Pov Suci Rahma DhanyDi Rumah Sakit Dewi HusadaKutatap wajah lelakiku yang terkulai lemah. Aku tertawa menyaksikannya yang terbaring. Sedih? Tidak. Tidak ada kesedihan sama sekali dalam hatiku. Justru sebaliknya kebencian sudah mengerak menahun dalam dada.Bertahun-tahun seluruh perhatian kucurahkan padamu Adhyana! Tapi kau selalu menampilkan sikap cuekmu padaku. Dan...kau malah memilih meminang Soraya. Jelas, hatiku marah besar.Sungguh tampan memang wajah lelaki ini. Kuelus pipinya yang sedikit berjenggot. Kucubit hidungnya meski dia tak merespon. Wajah ini selalu mengingatkanku pada kekasih sejatiku yang telah pergi tujuh tahun yang lalu."Kali ini, aku takkan membiarkanmu jatuh pada lubang yang sama Yana." Kubisikkan pada lelakiku.
Pov Suci Rahma Dhany "Yanu?" Aku terkejut, saat kulihat lelaki dengan pakaian batik berwarna navy turun dari mobil. Ku kerjapkan mata tak percaya kalau itu Yanu. Segera kudekati jendela mengintip dibalik tirai, benar ternyata itu Yanu. Brengsek!!! Jadi kau Yanu, yang mau melamar Soraya? Jadi Soraya yang kau cintai selama ini? tidak, itu tidak mungkin. Jangan sampai ini terjadi, tidak. Aku tidak rela. Perasaan gelisah dan marah berkecamuk dalam dada. Bagaimana bisa dia menyukai Soraya? Bahkan aku tak pernah memperkenalkan mereka. Kapan mereka bertemu? Degup jantungku semakin tak teratur. Saking terlalu kencang, rasanya seperti tiba-tiba ingin berhenti saja. Dengan semua s
Pov Soraya AlmahyraTujuh tahun yang lalu, seseorang mengkhitbahku. Cincinpun melingkar dijari manis kiriku. Kebahagiaan mulai menyelimuti keluargaku. Ketika karir sudah kugapai umur dua enam merupakan waktu yang tepat untuk membina rumah tangga.Adhyanuarta Nama lelaki yang selalu memujiku disetiap kita bertemu.ah, bukan setiap bertemu. Karena kami hanya beberapa kali bertemu sampai memantapkan untuk ke jenjang serius.Setelah dua hari acara khitbah, dia meminta izin padaku untuk pulang sementara ke Bandung mengurus seluruh perusahaan peninggalan ayahnya, serta menjemput sang adik yang tinggal di luar negeri.Hingga satu minggu kepergiannya tak memberi kabar padaku. Namun aku selalu yakin akan janjinya yang akan me
Pov Soraya Almahyra"Ingat jangan mencariku lagi! Aku tak sudi melihat kamu Kang. Dan kamu! Kamu juga Suci, sudah ku berikan Kang Yana padamu. Jadi jangan ganggu kehidupanku lagi."Hmmh...terkadang aku tertawa sendiri, mengingat kata-kata yang kuluncurkan untuk dua makhluk tak berakhlak itu.Memang, mulutku bisa berkata seperti itu, tapi hatiku tidak. Justru Hatiku hancur saat mengatakannya pada mereka. Sebenarnya mereka penting bagiku, tapi rasa kecewaku terhadap mereka sudah terlanjur menggunung. Kesalahan mereka tak bisa dimaafkan.Suci si wanita pengambil Adhyanuarta dariku. Tapi ibu selalu saja mengingatkanku mungkin dia bukan jodohku, mungkin takdirku lebih baik. Mungkin dan mungkin.Lantas, apa kali ini juga takdirku? Umur pernikah