Dani menatap nanar ibunya. Entah mengapa ibunya sangat membenci Maria. Padahal, Maria tak punya salah. "Bukan, Bu. Calon suami Maria adalah Bosku di kantor.""Apa? Bosmu? Mana mungkin? Ngarang kamu itu!""Bener, Bu. Calon suami Maria adalah Pak Arfan. Pemilik perusahaan Atmaja. Semalam Pak Arfan bilang kalau Maria adalah calon istrinya." Frustasi Dani menjawabnya."Pak Arfan tidak mungkin mau menerima Maria jika Maria itu wanita gak bener. Pak Arfan pasti sudah menyelidiki semua tentang Maria. Ibu dan Mbak Dina telah memfitnahnya, bukan?" sambungnya. Bu Mayang mendelik. "Jangan omong kosong!" sentaknya melengos. "Ibumu ini tidak mungkin bikin fitnah, Dan! Pasti Bosmu itu sudah diguna- guna. Bosmu itu pasti terlena sama wajah lugu dan suara lembut Maria!"Kepala Dani terasa mau pecah. "Sudahlah, Bu. Jangan terus menerus menyudutkan Maria!" bentaknya untuk kali pertama.Bu Mayang langsung terdiam. "Kamu bentak ibu?" lirihnya.Dani menyugar kasar rambutnya. "Maaf, aku tidak bermaksud be
"Kita pulang sekarang!" Erlin yang sedang berkaca, merapikan lipstik di bibirnya sontak menatap Dani. "Hah? Bukannya kamu mau ajak aku jalan- jalan, Mas?" Keningnya berkerut dalam, heran karena Dani mendadak mengajaknya pulang seperti terburu- buru."Kita masih punya banyak waktu untuk jalan- jalan, Lin. Aku lelah sekali."Erlin memutar malas bola matanya. "Apa karena ada mantan istrimu?" tebaknya.Dani menghela napas kasar. "Bukan. Aku cuma lelah, Lin. Tolong, mengertilah ...."Erlin mencebik. "Ya udah. Tau gitu aku gak ikut tadi!" Kesal, ia berdiri dan berlalu begitu saja meninggalkan Dani yang masih bersiap. Bahkan, Dani juga belum membayar makanannya.Dani menggeleng saat kasir restoran menunjukkan nominal uang yang menurutnya sangat besar untuk makan sekali saja. "Dua juta bisa untuk makan tempe setahun," gumamnya, menggerutu. Rasanya tak ikhlas mengeluarkan uang dua juta hanya untuk sekali makan. Bahkan, makan dengan harga segitu tak membuat perutnya kenyang.Kasir restoran yan
Di belakang Maria ada wanita paruh baya dan pria yang sangat dikenal Dani. Arfan. Sebenarnya ada hubungan apa antara Maria dan Arfan? Melihat Maria malam ini, entah mengapa ada rasa tak terima jika melihat Maria bersama pria lain."Dia mantan istrimu, kan? Waw, dia terlihat sangat berbeda malam ini," celetuk Erlin.Dani bergeming. Ia masih terpaku dengan penampilan Maria yang jauh berbeda dari biasanya. Wajah yang terbiasa polos dan berminyak, kini tampak segar dan cantik karena polesan make up. Baju yang biasanya lusuh, kini tampak bagus dan anggun. Begitu pula dengan Bilqis. Ah, Bilqis sangat mirip dengannya. Apa iya Bilqis bukan darah dagingnya? Mendadak hatinya gundah."Mas?" Erlin melambaikan tangan di depan wajah Dani. "Kamu merhatiin Maria dari tadi?" semprotnya tak terima."Enggak. Aku cuma lagi nahan kebelet, Lin. Aku tinggal ke kamar mandi sebentar, ya.""Hem, ya pergilah!" ***"Maria, kamu boleh makan apa saja yang kamu suka. Bilqis juga. Kamu makan apa saja yang kamu mau,
"Ya ampun, kenapa dengan wajahmu? Kenapa babak belur begitu, Daniii?" Bu Mayang histeris melihat wajah anaknya terdapat luka lebam di beberapa titik.Dani melengos saat ibunya hendak menyentuhnya. Ia duduk di sofa dan membuang napas kasar. Hari ini ia dilanda sial bertubi- tubi. Dan hatinya mulai terusik dengan ucapan Arfan tentang Maria dan Bilqis. "Bu?""Eh, iya?" Bu Mayang yang masih syok lantas duduk di samping Dani."Tadi, Yusuf datang dan menghajarku di kantor. Dia sudah tau kalau aku menceraikan Maria."Bu Mayang melotot. "Oh, jadi yang memukulimu kakaknya Maria? Berani sekali dia. Dia pasti gak terima kan kalau adiknya dicerai? Dia pasti bingung sekarang adiknya mau hidup dengan cara apa. Toh, kamu udah gak kasih nafkah sama mereka," cibirnya."Iya. Tapi, aku ragu kalau Maria jual diri, Bu. Aku ragu sekali."Bu Mayang mendengkus. "Jangan termakan ucapan Yusuf. Dia tak akan terima adiknya dihina meski faktanya begitu. Ibu pastikan kalau Yusuf nanti akan dapat balasan karena su
"Revan Bagaskoro, Ferry Danco, dan Dani Aulia Akbar!"Dada Dani mendadak sesak mendengar namanya disebut."Untuk ketiga nama yang barusan saya sebut, segera temui personalia unruk menanyakan jabatan baru dan alasan pemindahan kalian. Terima kasih!Semua orang bertepuk tangan. Tak ada yang protes karena tahu bahwa selama dua bulan terakhir, ketiga nama itu memang bekerjanya kurang baik dan banyak kesalahan sehingga membuat perusahaan rugi.***"Apa? Saya jadi karyawan biasa? Apa salah saya? Padahal saya tidak membuat kesalahan besar. Saya juga cuma sekali saja membuat laporan salah!"Dani mencoba bernegosiasi. Bagaimana mungkin. Dirinya yang seorang manager tiba- tiba jadi karyawan biasa? Apa kata orang- orang nanti? Ditambah lagi satu bulan lagi ia akan melangsungkan pernikahan dengan Erlin."Ini perusahaan Atmaja, Pak Dani. Pimpinan tidak menolerir kesalahan besar meski cuma sekali. Anda adalah manager. Seharusnya Anda bisa lebih cerdas dalam mengerjakan sesuatu," tutur Pak Radit.Da
Dani mengusap wajahnya. Kepalanya terasa berdenyut saking kagetnya ia saat tidur dibangunkan secara paksa. "Iya. Ayo!" Dengan malas, Dani berjalan menuju aula sambil membawa laporan yang baru saja selesai ia buat."Pak, maaf, saya terlambat memberikannya pada Anda," ucap Dani pada Bima yang sudah duduk di kursinya.Bima berdeham, menatap Dani tajam. "Duduk di tempatmu! Sebentar lagi Pak Arfan akan datang!" titahnya."Baik, Pak." Dani menatap semua dewan direksi. Mereka semua tampak gugup. Apa ada hal besar yang akan terjadi sampai mereka bersikap seperti itu Bukankah rapat ini hanya rapat biasa di mana pemilik asli perusahaan Atmaja akan muncul untuk pertama kalinya? pikirnya."Do, kenapa semua terlihat tegang, ya? Aku heran." Dani berbisik pada Edo yang duduk di sisi kanannya. Ia bicara tanpa menoleh pada Edo agar tak menampilkan rasa curiga pada Bima yang tampak mengawasi."Bakalan ada pemindahan jabatan."Dani terkejut. "Kenapa mendadak?" sahutnya, hampir saja suaranya meninggi."