Seketika tubuh Zeta merinding, bulu kuduknya berdiri tegak saat bayang-bayang tangan laknat itu kembali menjamah tubuhnya. Pasti pria itu yang memakaikan pakaian ini untuk Zeta. Kenapa semua harus berwarna pink? Zeta jadi terlihat seperti seonggok boneka barbie yang baru saja didandani.
Ceklek...
Suara pintu yang terbuka lebar berhasil menyita perhatian Zeta yang sedari tadi mengutuki pria brengsek dan baju tidur pinknya.
"Permisi, Nona. Anda dipanggil Tuan di ruang makan," ucap seorang perempuan setengah baya dengan memakai baju maid. Tatanan rambutnya sangat rapi, tergulung ke bagian belakang.
Zeta terus mengamati pelayan tersebut. Mungkin, jika ibunya masih hidup pasti usianya seperti perempuan ini.
"Permisi, Nona. Mau saya antar?" ucap si pelayan kepada Zeta.
"Untuk selanjutnya saya yang akan mengurus Nona di sini," timpal perempuan itu lagi.
"Mungkinkah kau yang memakaikanku pakaian ini?" Pertanyaan Zeta
"Baik, aku akan melakukannya tepat seperti yang dia mau." Jack beranjak dari kursinya. Selera makannya sudah hilang sejak ia mendengar nama kakaknya, apalagi tahu kalau kakaknya itu akan segera pulang. Dan, cepat atau lambat kebebasan Jack ditekannya dengan sangat. Jack berderap menuju kamarnya. Ruangan ini begitu luas dengan perkakas mewah dan elegan. Kasur berukuran super king semakin membuat ruangan ini terlihat megah alih-alih sempit. Jack melempar tubuhnya ke atas kasur dengan desahan berat keluar dari mulutnya. Ia mengacak rambutnya, kegeraman yang memuncak sampai ke umbun-umbun. Rasa amarah segera menyelimuti dada Jack. Besok ia akan kembali bertemu dengan wajah bedebah menjengkelkan itu. Ah, ingin rasanya Jack melempar Max ke kutub utara biar sekalian pria itu dimakan oleh beruang kutub di sana. Jack memejamkan kedua matanya, berusaha menahan emosi yang membuncah di dada. Ia lalu terlelap dalam tidur. ***
"Memangnya aku bisa kabur dari sini, Bi?" Zeta tersenyum miris. "Nona harus bisa bertahan. Ada saya di sini, yang akan membantu Nona kapan saja." Sesosok Lerry begitu baik dan semua yang perempuan itu ucapkan begitu hangat, mendamaikan serta menenangkan hati Zeta. "Kalau begitu bantu aku kabur dari sini, Bi. Bibi pasti tahu apa yang telah Tuan Jack itu lakukan padaku. Aku tak mungkin bisa bertahan hidup di sini. Aku mohon, Bi." Zeta mendekati Lerry dan menangkup tangan kasar penuh kapalan milik perempuan itu. "Maaf, Nona. Untuk yang satu itu saya tidak bisa meloloskannya." Lerry melepaskan genggaman Zeta pada tangannya. Senyum yang semula menghiasi wajahnya kini memudar. Datar. Lerry tak berucap lagi dan segera pergi dari kamar Zeta. Hingga menyisakan Zeta sendirian di dalam kamar. Zeta meremas celananya dan bersumpah akan membalaskan dendamnya kepada Tuan Jack. Zeta akan membuat Tuan Jack menyesali apa yang telah diperbuatnya ini. "Awas
Aiden tak mengeluarkan suara sama sekali. Ia memperlambat laju mobil seraya menunggu perintah dari Jack, mau dibawa ke mana Max, kakak tuannya itu yang sudah dua tahun ini tak terlihat.Sementara Jack masih tak merespon pertanyaan Max, membuat pertanyaan itu menggantung di udara. Jack lebih memilih menekan kembali layar ponselnya dengan kasar."Aiden, antar aku ke rumah Jack sekarang!" titah Max tiba-tiba, memanaskan telinga Jack."Tidak! Aku sudah bilang, kau harus langsung ke rumah Mommy!" sahut Jack meremas ponsel yang ia pegang sampai buku-buku jarinya memutih."Why? Jadi dugaanku benar kalau kau memang menyembunyikan 'yang berhargamu' di sana." Max mengangguk pelan seakan sudah paham."Jaga mulutmu, Max! Jangan berucap omong kosong! Dasar bedebah sialan!" balas Jack geram, menyentak Max. Kakaknya itu selalu berhasil menyulut emosi Jack."Padahal aku hanya ingin mampir sebentar, tapi responmu keterlaluan, Jack. Aku ini kakakmu." Ma
Jack melihat para pelayan berlarian. Maka tahulah ia kalau itu semua pasti karena Zeta.Bisa-bisanya dia membuat kericuhan di sini, desah Jack berat dalam hati. Ia segera menggiring dirinya menuju ke kamar Zeta yang pintunya tertutup. Di sana Zeta menangis ditemani Lerry yang memegang pundaknya, menepuknya perlahan untuk menenangkan."Aku ingin keluar dari rumah ini, Bi. Tapi, aku tidak bisa. Bahkan ponselku sekarang tidak ada, aku tidak bisa menemukannya... Aku ingin sekali pergi dari sini...." Zeta terus berucap dengan sesekali sesengukan."Tenanglah, Nona. Tapi kenapa Nona bisa berada di taman belakang tadi? Jangan seperti itu lagi ya Nona. Saya tadi kebingungan mencari Anda." Lerry mengusap pundak Zeta lembut dengan mata yang memancarkan kasih sayang tulus."Karena mau kabur?" sahut Jack dari balik pintu yang kini terbuka, membuat kedua perempuan di depannya sama-sama terjingkat kaget.Zeta buru-buru mengusap air matanya sebelum Jack mengetahui
Jack mengangkat wajah serta sebelah alisnya ketika Aiden sudah berdiri di hadapannya. "Bagaimana?" tanyanya seraya memijat-mijat keningnya untuk meringankan rasa berat yang seakan baru saja ditimpa benda besar.Kakinya yang tersilang kini ia buyarkan. Ia berdiri, berderap mengelilingi meja yang memisahkannya dari Aiden dan berhenti ketika tubuhnya sudah membelakangi meja tersebut."Bagaimana, Aiden?" ulang Jack mengalihkan perhatian Aiden yang tadi terpaku sebentar pada sisi meja di belakang Jack. Di bagian itu terdapat cairan putih kental. Aiden bergidik dan matanya langsung berserobok dengan mata biru gelap Jack."Ehemm... Tuan Max sepertinya telah mengetahui keberadaan Nona Zeta di kediaman Tuan." Aiden berdehem agar suaranya bisa keluar setelah sempat tercekat di tenggorokan."Menyusahkan saja," desah Jack berat dengan suara seraknya. Ia menoleh ke samping badannya, tepat di mana Camelia terduduk tadi."Aku akan urus masalah ini," timpal Jack m
Zeta menyelesaikan makan malam di meja panjang sendirian. Tak didapatinya keberadaan Jack. Maka ia bertanya pada Lerry yang tak jauh dari tempatnya berada, perempuan setengah baya itu sedang membereskan pantry bersama pelayan yang lain. "Bi, di mana Tuan Jack?" Zeta memutar badannya menghadap kepada Lerry. Lerry menghentikan aktivitasnya sejenak, ia berderap menuju Zeta. "Tuan sedang berada di kamarnya, Nona" jawabnya lembut. Zeta terhenyak, teringat sesuatu. Dia harus pergi ke kamar Jack untuk menanyakan seputar surat perjanjian yang sudah terlanjur dia sanggupi. Bagaimana bisa dia sampai lupa. Zeta mengulum bibirnya ke dalam, seketika ia meringis kesakitan. Robekan di bibirnya semakin diperparah oleh perbuatan Jack tadi. Pria itu menggigitnya dan menyesap bibir Zeta dengan rakus. Tanpa sadar Zeta menyentuh bibirnya dan kembali mengerang. "Aww..." desisnya lirih. Lerry menyadari hal itu, tapi buru-buru Zeta alihkan dengan sebuah pertanyaan. "
"Bodoh... Kau bodoh Zeta." Zeta berulang kali memukul kepala sembari membenarkan kancing baju tidurnya. Ia baru saja keluar dari kamar mandi seusai membersihkan diri. Milik Jack tadi berhasil membuai Zeta hingga ia tak bisa menolak untuk mengurutnya. Bahkan sekarang ia terus memikirkan benda tumpul seperti sosis itu.Zeta menghempaskan tubuh mungilnya ke kasur yang empuk, membuatnya terpental beberapa kali.Guling di samping Zeta ditariknya mendekat dan dipeluknya dengan gemas. Zeta meremas guling tersebut. Tubuhnya tak tinggal diam, bergulir ke sana kemari."Ah, aku harus berhenti memikirkannya." Zeta meringkuk di balik selimut, masih terjaga. Ia berusaha memejamkan kedua matanya, namun gagal.Malam terasa lama. Untung pagi segera datang. Sinar matahari mulai mengintip dari celah tirai kamar Zeta yang tersibak sedikit.Zeta mengerjap, menggosok kedua matanya secara bergantian. Ia lalu meregangkan tubuhnya yang lesu karena tak bisa tidur semalaman.
Tubuh Zeta terasa remuk. Ia hendak berpijak pada lantai untuk membersihkan sisa percintaan semalam, namun Zeta berhenti, mematung. Ia kini sudah memakai pakaian baru dan tubuhnya sudah bersih, bahkan kulitnya beraroma rose, yang Zeta tahu salah satu aroma sabun cair yang ada di kamar mandinya. Dua kali Zeta mengalami hal ini, pingsan karena digagahi Jack, lalu bangun dengan sudah berpakaian lengkap. Untung saja saat ini Zeta tak memakai baju pink lagi. Zeta menarik napas lega.Zeta menaikkan alisnya ketika Lerry memasuki kamarnya dengan membawa nampan berisi makanan.Harum masakan Lerry menyeruak menggugah selera Zeta. Ia ingin cepat-cepat menghabiskan semua makanan itu sampai tak tersisa.Lerry meletakkan nampan tersebut di meja nakas, di samping tempat tidur Zeta.Zeta ingin langsung menyantap makanannya, namun ada suatu pikiran yang mengganggunya."Bi, bukannya Bibi dilarang membawa makanan ke kamarku? Aku kan harus pergi ke ruang ma