Makan malam sudah siap, keluarga Dailuna sudah berkumpul di meja makan, tapi di sana tidak terlihat Martin Dailuna di kursinya. Martin Dailuna masih saja menunggu kedatangan Andira muncul melalui pintu ruang kerjanya.
Namun lihat tidak ada tanda-tanda Andira akan datang menemuinya. Martin sudah tidak bisa menahan kesabarannya, dia berniat untuk memarahi Andira di meja makan nanti.
Dia keluar dari ruang kerjanya, menuju meja makan, dan betapa terkejutnya mata Martin saat melihat orang yang sama sekali tak disangkanya duduk di samping Sarah istrinya.
Martin sudah muak melihat Raynaldi berada di kantornya, sekarang dia ikut makan malam bersamanya di meja makannya. Saat Martin berjalan menuju meja makan, matanya hanya bisa memandang dengan tatapan tidak suka, tanpa bisa berbuat apa-apa. Martin tahu betul bahwa anak-anaknya sangat menyukai Raynaldi dan istrinya sangat menyayangi adiknya itu.
"Hei Mart, aku pikir kau tidak datang untuk makan malam," canda
Raisi berjalan menuju ruangan Martin dengan membawa nampang makanan dan bersiap akan berhadapan langsung dengan pria yang sangat ia takuti dan hormat, ayahnya sendiri. Martin memang selalu tegas dan tidak pernah bersikap lembek dalam mendidik anak-anaknya. Dari kecil Raisi sudah diajarkan kedisiplinan, patuh dan tunduk pada yang memiliki kekuasaan yang lebih besar jika tidak maka akan terjadi masalah. Itulah yang selalu diajarkan Martin pada anak-anaknya jadi tak seorangpun dari mereka yang berani menentang Martin Dailuna.Raisi mengetuk pintu dan terdengar suara dari dalam pintu masuk."Masuk," ucap Martin. Saat itu Martin sedang ingin meminta maaf pada Andira namun betapa kecewa dan marahnya dia yang datang bukan Andira namun anaknya Raisi.Mata Martin kembali melotot, alisnya terangkat ke atas, kesabarannya pada gadis itu sudah tidak bisa ditahannya lagi."Raisi?" kata Martin."Aku tidak memanggil Andira untuk membawakan makanan Papa karena aku
Beberapa hari tak berbicara dengan Andira, Martin merasa bahwa Andira akan melupakan kejadian yang terjadi di dapur saat itu. Martin juga sudah sangat sibuk dengan pekerjaannya, sampai Sarah datang ke kantornya dan untuk pertama kalinya Sarah memberanikan diri datang ke kantor Martin setelah kejadian saat Sarah mempermalukan Martin dan menuduh Martin berselingkuh dengan sekretaris Martin. Tapi untuk membuktikan bahwa Martin sama sekali tidak melakukan hubungan gelap, Martin langsung memecat sekretarisnya dan hal yang kemudian membuat Sarah harus merasakan betapa cuek dan dinginnya Martin Dailuna setelah kejadian di kantornya.Martin tidak pernah melakukan perselingkuhan dengan gadis manapun, namun sekarang tiba-tiba matanya hanya tertarik pada satu wanita, Andira Mirat, gadis yang membuat Martin terobsesi dalam satu pandangan pertama."Pak Martin, istri Anda datang berkunjung," ucap Fainah, sekretaris Martin yang berpenampilan sederhana, sengaja Martin memilih Fainah k
Martin terdiam memandang lurus dinding yang ada di depannya. Kakinya lurus ke depan, tubuhnya bersandar di kepala tempat tidur. Dia sungguh masih lemas mendengar Nadira mengatakan bahwa Andira libur selama seminggu lamanya. Dalam benak Martin berfikir bahwa semuanya sia-sia, betapa bahagianya dia saat mendengar semua akan memiliki kesibukan masing-masing di luar rumah, dan dia akan berada di rumah bersama Andira, hampir saja Martin mengambil cuti selama seminggu untuk tetap berada di rumahnya, namun rencana itu tidak bisa ia wujudkan.Wajah lemas masih nampap di wajah Martin, dan pandangannya masih kosong ke arah dinding yang ada beberapa sentimeter di hadapannya.Sampai suara pintu yang terbuka pun tidak mampu menggemingkan telinga Martin yang masih merasa terkejut dengan keputusan Sarah meliburkan Andira.Sarah masuk ke dalam kamarnya dan menyadari Martin yang sudah ada di sana dengan wajah pucat yang diperlihatkan oleh Martin.Sarah bingung dengan ting
Terlintas senyum tipis di bibir tipis miliknya melihat Andira berdiri di hadapannya. Mata Martin tak berkedip, membuat Andira tahu maksud dari tatapan itu."Kau tidak jadi pergi?" tanya Martin saat menemukan Andira berdiri di hadapannya."Nyonya mendatangiku tadi pagi dan menyuruhku kemari karena katanya cuman Anda sendirian yang ada di sini, dia menyuruh orang lain yang dipercayainya untuk merawat ibuku. Aku menolak, karena aku tidak ingin hanya berdua dengan Anda di rumah ini, tapi karena istri Anda memaksa aku harus menurutinya," jawab Andira, yang biasanya menunduk kini sudah berani menatap mata Martin yang saat ini tak memakai kacamatanya.Martin mengangguk dan masih memandang Andira, rencananya untuk cuti seminggu akan dia jalankan. Walaupun harus memberikan kepercayaan kantornya pada Raynaldi tidak masalah, asal dia bisa berlama-lama bersama Andira."Ok, aku akan ke meja makan, aku lapar," ucap Martin setelah mendengar penjelasan Andira."An
Andira terlihat sedang berbincang dengan seorang pria yang sedang membersihkan kebun belakang rumah Dailuna. Pak Rustam namanya. Tangan Andira terlihat menggenggam sebuah gelas berisikan minuman dingin, sesekali Andira tertawa saat berbincang dengan Pak Rustam yang cukup memiliki humor yang baik.Pak Rustam memang sudah sangat lama berkerja di kediaman Dailuna sebagai tukang kebun, bahkan dia sudah ada saat orang tua Martin masih hidup dan juga melayani kedua orang tua Martin di kediaman Dailuna."Oh iya Pak, aku mau nanya soal ibu aku di sini, apa ibuku itu pernah kena marah sama majikan di rumah ini?" tanya Andira pada Pak Rustam."Ah, Bapak tidak pernah melihat Bu Ana itu membuat kesalahan dan tidak pernah melihat dia kena marah. Tahulah Tuan dan Nyonya Dailuna itu tidak pernah bersikap kasar sama kami, bahkan Tuan besar di rumah ini tidak banyak bicara cukup memerintahkan dan kami melakukannya dengan baik. Apa Eneng pernah kena marah?" ujar Pak Rustam sambil
Martin memandangi buku yang ia curi dari kamar Andira. Buku yang bersampul coklat milik Andira. Pria berkacamata itu mulai penasaran dengan isi buku bersampul coklat itu.Martin meraih bukunya dan perlahan membuka bukunya, mulai dari awal hingga akhir kertas yang memiliki tulisan.Mata pria berkacamata itu takjub dengan beberapa bait-bait puisi yang ditulis gadis berusia 21 tahun itu.Puisi yang menandakan bahwa Andira juga seorang pencinta yang mencintai dan berharap akan cinta itu sendiri, Martin takjub dengan puisi yang berada di halaman ke tiga buku catatan Andira.---------------------------------------------------------------------Terserah takdir ingin membawaku ke manaAku pasrah bersama cinta yang kubawaSekalipun aku terbang bersama cintaDengan sayap-sayap patahnyaAku tidak keberatanKarena bersamanya aku merasa lebih baik.---------------------------------------------------------------------Hati
Andira sudah bersiap akan ke pasar, dia memilih untuk berjalan saja hingga 500 meter agar dapat mendapatkan kendaraan umum. Daripada bersama dengan Martin Dailuna yang menurutnya adalah pria yang menjijikkan. Andira lebih memilih untuk berjalan saja daripada meminta tolong pada Martin Dailuna.Keranjang belanja sudah ada di genggamannya, dan sudah berjalan keluar dari kediaman Dailuna. Tapi pada saat dia akan melewati gerbang, seorang satpam yang bernama Pak Kader, dengan seorang teman yang ada di depannya dimana mereka saat itu sedang bermain catur di tempat penjagaan gerbang. Melihat Andira akan keluar dari gerbang, mereka menanyai Andira."Neng mau kemana?" tanya Pak Kader, pria yang di sampingnya memakai setelah hitam dan sedang meminum kopi yang sudah di siapkan oleh Andira, namun tidak tahu siapa pria yang ada di samping Pak Kader itu."Mau ke pasar Pak," jawab Andira dengan nada sopan dan senyum di bibirnya."Oh mau ke pasar ya Neng," ucap pria yan
Andira kini duduk di samping Martin, apa boleh buat, dia tidak bisa duduk di bagian belakang karena Martin Dailuna bukanlah seorang sopir melainkan majikannya sendiri.Mata Martin fokus ke arah jalan, dia sengaja menurunkan jendela mobilnya, dia lebih menyukai hembusan angin daripada dinginnya AC mobilnya, senyum lebar karena kemenangannya atas Andira tak bisa lepas dari bibir tipisnya.Dan Andira dia tidak punya niatan untuk memandang ke arah Martin Dailuna, pria itu betul-betul sangat menyebalkan dan seenaknya melakukan apa saja asal itu di bawah kuasanya."Kita akan ke toko buah dulu untuk membelikan Randy dan Nadira buah, mereka sangat menyukai buah, apalagi manggis dan mangga," ujar Martin, matanya sesekali memandang ke arah Andira yang sibuk memandang ke luar jendela."Antar saja aku pulang sebelum Tuan ke perkemahan anak-anak Tuan," ucap Andira, matanya masih memandang ke luar jendela."Permohonan tidak diterima."Kemudian Martin meng