"Aw....ah...." Desah itu memenuhi seluruh ruangan.
Kayra mendorong Bram lalu menindihnya. Dengan tatapan penuh gairah ia membuka gaunnya, dan melemparkannya ke lantai dengan sembarang.
Kini tubuh mulusnya terpampang di hadapan Bram, yang membuat pria tampan itu benar-benar bergairah.
Keduanya bercumbu, melepaskan hasrat yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Leher yang tadinya putih mulus, kini dihiasi dengan tanda merah.
"Uek...." Kayra tiba-tiba mual dan pusing.
Ia turun dari atas tubuh Bram, lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bram tersenyum seribu arti, ditatapnya seluruh tubuh Kayra dengan tatapan penuh gairah.
Ia bangkit dari tempat tidur, berdiri tepat di ujung kaki Kayra, sambil membuka satu persatu kancing bajunya. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Bram polos tanpa sehelai benang.
Bram mengambil posisi aman, menaruh kedua paha Kayra di atas pahanya.
"Aku mencintaimu," ucap Kayra sambil menatap kedua mata indah Bram, dengan nada khas mabuk.
Bram tersenyum getir, "Kau hanya mencintai uang, wanita jalang."
Setelah mengatakannya, Bram meremas kedua gunung kembar Kayra dengan kasar. Hingga membuat wanita cantik itu merintih."Nikmati saja, bukankah ini yang kamu inginkan?" ucap Bram dengan suara parau.
Ia semakin menggila, kedua tangannya membuka benda yang menutupi daerah intim Kayra.
Kini tubuh keduanya polos seperti bayi baru lahir. Kayra yang lemah tak berdaya, hanya bisa pasrah dan menikmati sambil memejamkan mata.
Sementara Bram, dengan kasar memainkan ujung miliknya di bibir mahkota Kayra. Bersiap untuk menerobosnya ke dalam sana, tetapi entah apa yang terjadi kepada Bram! Pria tampan itu tiba-tiba bangkit dari tempatnya. Mengutip pakaian dari lantai, memakainya lalu pergi meninggalkan Kayra.
Setibanya di kamar, ia merendam tubuh kekarnya di dalam bathtub dengan air hangat. Berusaha menghilangkan otak kotornya, dan melepaskan hasratnya dengan bantuan sabun mandi.
Sedangkan diseberang sana, Kayra tertidur pulas dengan tubuh polos. Wanita cantik itu membuka mata setelah cahaya matahari menembus sela-sela kaca jendela.
"Aduh...." keluh Kayra saat bangkit dari tempat tidur. Seluruh tubuhnya terasa pegal, kepalanya berdenyut dan sedikit pusing.
"Aw...." lanjut Kayra menjerit.
Ia refleks menarik selimut, berusaha menutupi tubuhnya.
"Apa yang terjadi? Mungkinkah....oh tidak." Kayra bicara sendiri seperti orang bodoh.
Seketika itu juga suara Bi Mina terdengar dari balik pintu. Wanita paruh baya itu datang sambil membawa sarapan di atas nampan.
"Selamat pagi Nona Kayra," sapa Mina.
Ia melangkah menghampiri Kayra, menaruh nampan di atas meja kecil di samping tempat tidur.
"Apa Non baik-baik saja?" tanya Mina sambil mendaratkan bokongnya di sisi ranjang.
"Aku tidak tahu Bi, aku bingung," keluh Kayra.
"Apa Bi Mina tahu sesuatu?" lanjutnya bertanya.
Kayra sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi. Ia hanya mengingat dirinya berada di sebuah kafe bersama sahabatnya Sarah.
Wajah Mina seketika berubah mendengar pertanyaan Kayra. Bukankah tadi malam ia berduaan dengan Bram di kamar ini? Terus, kenapa dia bertanya? Ucap batin Mina.
"Maksud Non?" tanya Mina untuk memperjelas.
"Um...apa Bibi melihat seseorang masuk ke kamarku?" Nada Kayra terdengar ragu-ragu.
"Saya tidak mengerti Maksud Non Kayra," ucap Mina yang semakin bingung.
Kayra menghela napas, "Bi, bukannya semalam aku dan Sarah ke kafe? Tapi kenapa tiba-tiba sudah di sini? Yang anehnya, aku tidur tanpa pakaian."
"Jadi Non Kayra tidak ingat apa-apa?" Mina lagi-lagi bertanya.
Kayra hanya menggelengkan kepala untuk menjawab Mina.
"Semalam aku melihat Non Kayra pulang bersama Tuan Bram," ucap Mina.
"Ha, benarkah? Terus, apalagi Bi?" desak Kayra yang tak sabar.
"Sepertinya Tuan Bram tidur di kamar ini." Jawaban Mina membuat Kayra langsung memeriksa tempat tidur.
"Syukur lah," ucap Kayra setelah memastikan di atas seprai, tidak ada bercak apapun.
"Maksud Non Kayra?" Tentu Mina bertanya.
"Ternyata semalam tidak terjadi apa-apa antara aku dan Tuan Bram," jawab Kayra dengan percaya diri.
Berbeda dengan Mina, wanita paruh baya itu justru kecewa. Ia berpikir keduanya sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Itu sebabnya ia buru-buru membuatkan sarapan dan mengantarnya.
"Bibi kenapa?" lanjut Kayra setelah melihat ekspresi wajah Mina.
"Bukannya Non Kayra ingin segera hamil?" Mina menjawab dengan bertanya.
Seketika Kayra tersadar, ia menepuk keningnya sendiri. "Aku benar-benar bodoh, seharusnya aku kecewa karena Tuan Bram tidak menyentuhku."
"Sudahlah, sekarang Non sarapan dulu, Bibi mau lanjut kerja." Mina meninggalkan kamar Kayra dan kembali ke dapur.
Namun saat melewati ruang tamu, ia bertemu dengan Bram. Pria tampan itu menitipkan sebuah ponsel, untuk diberikan kepada Kayra.
Hal itu ia lakukan bukan karena perhatian kepada Kayra, melainkan karena permintaan dari istrinya Asha. Wanita bertubuh tinggi itu, merasa kesulitan setiap kali ingin bicara dengan Kayra.
"Baik Tuan, saya akan memberikannya," ucap Mina dengan hormat.
Kayra baru saja menerima ponselnya, tiba-tiba sebuah panggil masuk. Sebelum mengangkatnya, Kayra terlebih dahulu membaca nama yang muncul di sana.
"Iya Mbak," jawab Kayra ragu-ragu.
"Apa kamu sudah hamil?" Pertanyaan dari seberang sana.
"Um...aku...." Kayra belum selesai bicara, Asha sudah menyelanya.
"Jika kamu tidak hamil dalam bulan ini! Aku akan membuang ayah dan ibumu ke laut." Asha langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Di bab ini sedikit panas, jadi bijaklah dalam membaca. Terima kasih. ***"Aku tidak butuh ceramah, aku hanya ingin disentuh Tuan Bram." Kayra melepaskan bibirnya sesaat, lalu kembali menempelkannya.Awalnya Bram tidak merespon, namun saat tangan wanita cantik itu menyentuh miliknya! Suasana pun tidak bisa dikendalikan.Kecupan seketika memanas, Bram memainkan lidahnya di dalam sana. Menyapu barisan gigi Kayra yang tersusun rapi sambil bertukar saliva. Tangan yang tadinya diam, kini mengelus setiap inci dari tubuh Kayra. Meremas kedua gunung kembar wanita cantik itu dengan penuh gairah, membasahi leher hingga dadanya dengan saliva. Ia pun tidak lupa meninggalkan beberapa tanda merah di sana.Dengan sekejap mata, Bram membuka seluruh pakaian Kayra, begitu juga dengannya. Ia pun mematikan lampu dan hanya menyisakan satu yang terletak di atas meja kecil, di samping tempat tidur. Suara desahan mulai memenuhi ruangan, keduanya larut dalam gairah. Walaupun perlakuan Bram sedikit kasar, na
Kayra menghela napas, wajahnya pucat dan kedua matanya berkaca-kaca. "Ayo Kayra, bergeraklah dengan cepat, apa kamu ingin selamanya diancam dan di hina? Apa kamu tidak ingin hidup bebas tanpa tekanan?" Kayra menjajah dirinya sendiri. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu ke luar dari kamar menuju dapur. "Bi, apa melihat Tuan?" tanya Kayra dengan senyum ramah. "Tuan sepertinya di ruang fitness, Non," jawab jujur Mina."Ok, terima kasih Bi." Kayra bergegas menuju ruang fitness.Dari kejauhan ia sudah melihat Bram sedang melakukan pec deck machine. Kedatangannya ke sana sama sekali tidak mengganggu Bram, pria tampan itu tetap fokus pada aktivitasnya.Justru Kayra yang salah tingkah. Bagaimana tidak? Saat ini Bram hanya mengenakan tank top, sehingga menunjukkan ototnya yang begitu sixpack.Tanpa sadar, Kayra menelan saliva dengan kasar. Bahkan tatapannya tidak lepas dari Bram."Ya Tuhan, Tuan Bram benar-benar sempurna. Dia bukan hanya kaya, tapi tampan dan gagah
"Aw....ah...." Desah itu memenuhi seluruh ruangan. Kayra mendorong Bram lalu menindihnya. Dengan tatapan penuh gairah ia membuka gaunnya, dan melemparkannya ke lantai dengan sembarang. Kini tubuh mulusnya terpampang di hadapan Bram, yang membuat pria tampan itu benar-benar bergairah. Keduanya bercumbu, melepaskan hasrat yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Leher yang tadinya putih mulus, kini dihiasi dengan tanda merah."Uek...." Kayra tiba-tiba mual dan pusing. Ia turun dari atas tubuh Bram, lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bram tersenyum seribu arti, ditatapnya seluruh tubuh Kayra dengan tatapan penuh gairah. Ia bangkit dari tempat tidur, berdiri tepat di ujung kaki Kayra, sambil membuka satu persatu kancing bajunya. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Bram polos tanpa sehelai benang. Bram mengambil posisi aman, menaruh kedua paha Kayra di atas pahanya. "Aku mencintaimu," ucap Kayra sambil menatap kedua mata indah Bram, dengan nada khas mabuk.Bram tersenyum getir,
"Hay Om Harry," sapa Sarah dengan ceria. "Hay sayang." Pria yang dipanggil Harry itu, memeluk Sarah dan mengecup keningnya. Sungguh pemandangan yang begitu mengejutkan bagi Kayra. "Om, Perkenalkan, ini teman yang aku ceritakan kemaren," ucap Sarah setelah melepaskan pelukannya.Harry mengerutkan kening, "Bro, dia kan...."Harry bukannya berkenalan dengan Kayra, tapi justru bertanya kepada Bram. Namun sebelum ia selesai bicara, Bram sudah menarik tangan Kayra, membawa wanita cantik itu masuk ke kamar mandi. "Lepaskan tanganku Tuan," keluh Kayra, karena Bram mencengkram lengannya dengan kasar."Kamu benar-benar hebat, bisa melayani beberapa pria. Padahal kamu terikat kontrak dengan seseorang, tapi kamu tetap juga bermain dengan orang lain. Dasar wanita murahan." Bram berpikir demikian. "Bu...bukan begitu Tuan, aku hanya menemani Sarah," jelas Kayra, namun sayang! Bram tak sedikitpun percaya. "Segera akhiri kontrakmu dengan Asha, dan pergilah dari kediaman Nathan." Setelah mengatak
Bram bergidik, hembusan napas Kayra membuat bulu kuduknya merinding. "Jangan coba-coba untuk menggodaku," tegas Bram dengan tatapan lurus. "Aku tidak menggodamu Tuan Bram, aku hanya menginginkan sentuhan darimu." Entah apa yang terjadi pada Kayra, sehingga ia bisa bicara seperti itu.Bram menarik napas, ia refleks bangkit dari kursinya. "Pergilah sebelum aku bersikap kasar," peringatan Bram dengan wajah marah.Kayra bukannya pergi, wanita cantik itu justru memainkan kerah baju Bram dengan kedua tangannya. Sikap kasar dan hinaan dari Bram, membuatnya bersemangat untuk menjadi wanita penggoda. "Jangan membuatku semakin kesal," sentak Bram. Ia mencengkram kedua tangan Kayra, lalu melepaskannya dengan kasar. Ingin rasanya Kayra marah dan berteriak, tetapi ia berusaha menenangkan amarahnya. Apapun yang terucap dari mulut Bram, dan apapun yang ia lakukan! Kayra harus sabar dan menerimanya. Ia harus tetap menggodanya, sampai pria tampan itu menyentuhnya dan menanam benih dalam rahimny
“Tuan, apa sudah mau pulang~?” Tiba-tiba salah satu dari dua wanita yang menemani Bram bertanya dengan nada manja sembari mengelus dada Bram. “Di sini dulu saja.”“Lepas,” ucap Bram dingin. “Istriku di sini.”Kayra berkedip. Namun, ia tidak berkata macam-macam karena Bram sudah berdiri–meski sempoyongan–dan merangkulnya.“E-eh–” Kayra menangkap tubuh besar Bram dengan miliknya yang kecil. Namun, jelas saja tenaganya tidak seberapa.Beruntung, Pak Hendro segera membantu.Kayra buru-buru membawa Bram keluar dari sana karena tatapan kedua wanita di dalam ruangan VIP tersebut makin menajam ke arahnya, seakan Kayra sudah mengusik kesenangan mereka.Tapi Kaya tidak banyak pikir, karena–“Loh, Kayra?”Kayra menoleh dan mendapati teman lamanya, Sarah, di sana.“Kamu?” Kayra tampak terkejut. Masalahnya, penampilan temannya itu tampak sangat berbeda dengan saat mereka masih di desa dulu. Wanita di hadapan Kayra tampak glamor dan seksi, terlihat dari bagaimana gaun ketat itu membalut pinggang da