Sepulang dari piknik, Rico masih bingung harus meminta maaf dari Lea dengan cara apa. Tentu saja Gera menyadari itu.
"Sayang, ada apa dengan Rico? Dia terlihat tidak bersemangat." Bahkan Roy juga menyadarinya.
Gera tersenyum lembut, "Biasa... permasalahan anak muda. Persis seperti kita dulu," ujar Gera tersipu malu dengan kalimatnya sendiri. Sebagai seorang lelaki, Roy hanya manggut-manggut mencoba mengerti suasana hati anaknya.
Entah dorongan darimana, Gera merasa harus membantu Rico. Kasihan dia, kondisinya sekarang membuat Gera teringat akan Roy yang dulu. Roy yang dingin dan tegas, tetapi lemah jika sudah berurusan dengan cinta.
"Roy, aku akan pergi belanja sebentar. Tolong temani Geeta," pinta Gera sembari meraih tas belanjaan.
"Pergilah bersama seseorang. Jangan menyetir sendiri!"
"Tidak, Roy. Aku bisa. Dan tolong, aku lebih ny
Petaka! Gera terkejut saat mendapati Roy sudah ada di sana dan pastinya memperhatikan semuanya sejak tadi."R—Roy... sejak kapan kau di sini?" tanya Gera kikuk."Sejak tadi. Aku sengaja tidak turun untuk memperhatikan setiap gerak-gerikmu bersama pria asing itu.""Rupanya takdir mempertemukan kalian lagi. Atau jangan-jangan...""Roy, sudahlah. Jangan berpikir aneh. Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya di supermarket. Lalu apa salahnya?" Dengan lembut Gera berusaha membela diri. Dia tidak mau membuat Roy tersinggung apalagi sampai emosinya terpancing. Roy tersenyum, senyuman yang tak bisa diartikan. Gera sedikit takut sekarang. "Tidak ada yang salah, sayang. Hanya saja aku terbakar cemburu melihat bagaimana kedekatanmu dengan pria lain. Terlebih bersama pria asing itu.""Huh... nah, sekarang di sudah pergi. Ayo kita pulang," ajak Gera menggandeng lengan kokoh su
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Ge?" "Hm, Leon. Aku sudah mengantar anak-anak. Mereka akan kembali ke Brazil," jawab Gera sedikit kikuk. "Wow, cool triplets!" Seru Leon. Dia tidak bisa memungkiri pesona anak-anak Gera. Walaupun tidak pernah melihat secara langsung, lewat foto yang Gera perlihatkan beberapa saat lalu membuat Leon langsung berpikir bahwa triplets memanglah trio dengan wajah tampan dan sangat keren. "Kita bisa makan dulu sekarang. Dan kau tidak boleh menolak!" Kata-kata Leon seakan menjadi perintah untuk Gera. Ingin sekali dia menolak, akan tetapi tangan kokoh Leon menggenggam erat pergelangan tangannya hingga terasa sedikit sakit. Tak lama, pria itu menyeret Gera ke cafe terdekat dari tempat mereka. "Kau ingin membalas jasaku, bukan?" Sial! Pria ini menuntut balik, pikir Gera. Dia kira Leon akan melupakan tawaran dirinya unt
"Kau harus membersihkan dirimu, sayang. Kau juga terlihat sangat lelah." Gera benar-benar merasa tersindir oleh apa yang Roy katakan barusan. Bukannya mendekati Gera atau bahkan bergelayut manja seperti biasanya, Roy hanya duduk dan memperhatikan Gera dengan wajah dinginnya dari kejauhan. "Kau sudah makan?" tanya Gera kikuk. "Itu bukanlah hal penting. Sekarang pergilah mandi dan istirahat!" Roy menyampaikannya biasa, namun terdengar sangat tegas dan sedikit ada geraman. "Aku akan menyiapkan makan malammu dulu." "Tidak ada makan malam. Dan lihatlah arlojimu, ini sudah pukul delapan malam. Cukup mandi dan istirahatlah!" tegas Roy tanpa mau menatap istrinya. Gera ingin bertanya, tetapi lidahnya kelu. Seakan dirinya tertahan untuk berbicara pada Roy. Namun sikap Roy sudah sangat cukup untuk menggambarkan bahwa suaminya sedang dalam kondisi perasaan yang tid
"Roy...."Dua insan yang tengah memadu kemesraan itu menghentikan kegiatan panas mereka sesaat setelah mendengar suara lirih Gera.Air mata Gera sudah menetes sejak tadi. Wanita itu menutup mulut dengan tangannya yang gemetar. Tak menyangka suaminya akan berbuat sehina ini. Yang membuat Gera lebih tidak menyangka adalah respons Roy setelah melihat kehadirannya. Bukannya terkejut atau merasa bersalah, Roy malah memperbaiki kemejanya yang kusut akibat terkaman wanita asing itu dengan santai."Siapa dia, Roy?" tanya wanita itu memecah keheningan."Istriku.""Oh."Hati Gera menganga lebar. Bukan hanya hatinya yang perih, tetapi napasnya terasa seakan hendak habis saat itu juga. Jawaban acuh Roy dan wanita itu menjadi batu panas yang menghantam Gera. Sama sekali tidak ada rasa bersalah dari mereka, walaupun hanya dari raut wajah saja."Kau bisa menjelaskannya sekarang, Roy," ujar Gera lirih. Berhar
"Apa maksudmu, Steve?" tanya Luis dengan wajah terkejut. Steve meneleponnya dan mengatakan bahwa Roy sedang berada di klab dan membawa seorang wanita. Steve sendiri sangat bingung... bagaimana bisa Roy menggandeng seorang wanita dengan sangat mesra? Bukankah Bosnya itu sangat mencintai Gera? Lalu apa maksud semua ini, pikirnya. Luis tidak mau memberitahu Gera, tetapi dia langsung beranjak menuju klab dan akan menemui Bosnya itu."Di mana Bos?" Luis bertanya tanpa basa-basi pada pegawai di sana. "Luis, Bos sudah memberi pesan agar tidak seorang pun masuk mengganggunya. Termasuk kau," ujar seorang barista. Luis menatap kaget dan tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Apa maksudnya itu?" Luis menggeram kesal. Luis tersentak kaget saat tiba-tiba sebuah tangan dingin menyentuh permukaan kulit lengannya yang terbuka. "Kau bisa masuk bersamaku, Luis." "Gera?!""Bagaimana bisa kau di sini? Aku sudah menyuruhmu untuk istirahat, bukan?" "Aku mendengar percakapan mu dengan Steve tadi.
"Ge... kau di mana?" Semakin lama suara Luis yang memanggil Gera terdengar semakin besar. Bahkan membangunkan sebagian pelayan yang bekerja di sana."Ada apa, Luis? Gera sepertinya sudah masuk ke kamar," seru Ros sembari menyesuaikan penglihatan dengan cahaya ruangan yang berpendar sangat terang. Luis menggeleng lemah, "Gera sedang tidak baik-baik saja. Aku khawatir," lirih Luis. Dengan cepat dia menghapus air mata yang menetes begitu saja. Begitu tak terbendung karena rasa kasihannya pada Gera. "Ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku!" suruh Ros dengan raut wajah cemas. Terlebih dirinya, jika menyangkut tentang Gera, dia akan sangat cemas. Rasa sayangnya pada wanita itu seperti kasih sayangnya pada anak sendiri. "Aku tidak bisa menceritakannya sekarang. Maafkan aku," lirih Luis lemah. Luis menegakkan kepala, "Aku harus memeriksa keadaan Gera, Bi. Sebagai temannya aku tidak bisa hanya diam saja di sini." Dengan langkah cepat Luis menuju kamar Gera. Mencari sosok wanita yang rap
"Bukti apa yang bisa kau berikan, Luis?" tanya Roy meremehkan. Karena pertikaian itu, mereka sampai melupakan kondisi Gera. Clay sudah malas berbicara karena itu akan percuma saja. "Aku akan tunjukkan buktinya padamu besok pagi. Agar kau puas!" Luis berlalu meninggalkan Roy yang masih tertawa kecil merendahkan niat Luis. Luis beranjak keluar dari rumah sakit. Menenggak air mineral dan menyalakan rokoknya, berharap dengan ini dirinya akan bisa sedikit saja lebih tenang dan stabil. Jika dipikir-pikir, percuma juga melawan Roy beradu mulut. Dia tidak akan mau kalah, batin Luis. ***"Apa Gera sudah sadar?" tanya Luis pada Ros. Wanita itu terduduk sembari memangku kepala Clay yang tengah tertidur lelap. Mendengar suara Luis, Clay terbangun, "Kau ke mana saja semalaman? Aku mencarimu! Apa kau pulang tadi malam?" tanya Clay dengan wajah cemberutnya. Bibirnya mengerucut dan membuat Luis menjadi gemas. "Tidak, sayang. Aku hanya menenangkan diri di taman rumah sakit. Merokok. Jika aku teta
Perlahan, mata Gera mulai mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Dokter yang datang segera memeriksa kondisi Gera. "Perlahan saja. Jangan terlalu dipaksakan. Semuanya perlu adaptasi juga," ujar dokter yang menangani Gera saat wanita itu berusaha membuka mata. "Mama...." desis Rico memanggil.Sementara Roy, dia sedikit demi sedikit menjauh dari ranjang rawat Gera. Rasa bersalah membuat dirinya merasa kecil dan tidak pantas untuk bertemu dengan Gera, walaupun wanita itu adalah istrinya sendiri. Saat kesadaran Gera mulai terkumpul, hal pertama yang dia ingat adalah bagaimana Roy bergumul dengan wanita itu dan tidak merasa bersalah sama sekali. Lalu dia teringat akan dirinya yang mencoba melakukan aksi bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Hal itu membuat Gera terus melamun dan pada akhirnya berteriak histeris, membuat dokter dan anak-anaknya terkejut. Bahkan Luis dan yang lain yang sedang menunggu di luar segera masuk ke ruangan. Mereka mengira