Di Rumah Sakit Permata. Perempuan itu dibawa oleh orang yang menolongnya. Kemudian pergi setelah pihak rumah sakit menghubungi kedua orang tua Arga.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” tanya Maya tampak cemas. Melihat tubuh Jani yang basah kuyup karena kehujanan dan kini sudah diganti oleh baju rumah sakit.“Selamat. Anak Anda sedang mengandung. Usianya sudah menginjak tiga minggu.” Maya menutup mulutnya terkejut. Pun dengan Indra—sang suami yang juga ikut ke rumah sakit setelah pihak rumah sakit menghubungi mereka. “Ha—hamil?” tanya Maya memastikan jika ia tidak salah dengar. “Betul, Bu. Anak Anda sedang hamil. Tolong sampaikan kepada suaminya ya, Bu. Agar lebih memperhatikan kondisi istrinya yang kini sedang mengandung.” Maya mengangguk sembari tersenyum tipis. “Baik, Dok. Terima kasih.” Ia kembali menatap Jani yang kini sudah membuka matanya. Menatap bergantian Maya dan Indra. “Aku di mana ini?” tanyanya dengan pelan.“Di rumah sakit. Kamu pingsan di jalan dan ada orang yang membantumu membawa kamu kemari. Tapi, orangnya sudah pergi. Setelah kami datang, dia sudah tidak ada di sini.” Jani mengerutkan keningnya. “Ciri-cirinya seperti apa? Pihak rumah sakit ada yang memberi tahu?”Maya mengangguk. “Pria bertubuh tegap, pakai kemeja putih polos dan celana hitam.” Jani tersenyum tipis. “Tirta.”“Tirta? Kamu mengenalinya?” tanya Maya penasaran. Jani menggeleng pelan. “Kami baru bertemu tadi di jalan saat aku menabur bunga di tempat kecelakaan Mas Rayhan. Hari ini tepat dua tahun dia pergi, Ma.” Maya menghela napasnya dengan panjang. “Iya, Nak. Dua tahun sudah, dia pergi. Dan tepat hari ini juga kamu mengandung bayi—”“Apa?!” Jani membolakan matanya dengan sempurna. “Ha—hamil?” tanyanya kemudian. Maya mengangguk pelan. “Iya, Nak. Kamu hamil. Usianya sudah tiga minggu.”Jani menitikan air matanya. Ia menggelengkan kepalanya sembari meremas perutnya itu. “Nggak, Ma. Aku nggak mau hamil. Mas Rayhan masih hidup, Ma!” “Jani. Mama mohon jangan seperti ini, Sayang. Rayhan sudah tidak ada. Andaikan memang dia masih hidup, seharusnya dia sudah kembali dan menemui kamu.” Maya menggenggam erat tangan perempuan itu sembari menitikan air matanya. Jani menggelengkan kepalanya sembari terisak lirih. “Kalian tidak akan percaya jika belum melihatnya!” ucapnya kemudian beranjak dari bangsal dan mencabut selang infus. Pergi dari rumah sakit itu dengan langkah lebarnya. “Jani. Kamu mau ke mana?” teriak Maya mengejar Jani. Pun dengan Indra. Keduanya mengejar Jani yang sudah pergi dari sana. “Taksi!” Jani memanggil taksi kemudian masuk ke dalam. “Perumahan The Golden House, Pak.” “Baik, Bu!” Jani mengusap air matanya seraya menatap kosong ke depan. Ia lalu mengambil ponselnya di dalam tas yang masih ingat itu dan menariknya langsung dari atas nakas di samping bangsalnya. “Halo, Kyra. Elo lagi di rumah, kan? Gue ke sana, yaa.” “Iya. Gue lagi di rumah. Oke. Gue tunggu.” Jani kemudian menutup panggilan tersebut dan menonaktifkan ponselnya agar tidak ada yang menghubunginya. Setibanya di rumah Kyra, ia segera masuk ke dalam dan menghampiri perempuan itu yang tengah duduk sembari memakan salad buah. “Kenapa, Jani?” tanyanya dengan pelan. “Kok elo pake baju rumah sakit? Elo kenapa, Jan?” tanya Kyra panik.“Gue hamil, Kyra!” Jani langsung to the point.Sendok yang hendak masuk ke dalam mulut Kyra lantas berhenti tepat di mulutnya. “What?! Secepat ini? Dulu waktu sama Rayhan kok nggak jadi-jadi? Setahun lho, elo dan dia menikah. Dan usia pernikahan elo hingga hari ini udah masuk tiga tahun. Sementara sama Arga, baru satu bulan udah hamil.”Jani menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Gue pengen gugurin kandungan in—”“Jangan gila lo, Jani. Dikira gampang apa, gugurin kandungan? Elo harus menahan sakit, merasa bersalah dan semuanya. Anak yang ada di dalam perut elo nggak salah. Dia nggak pernah minta untuk hadir.”Jani menundukan kepalanya seraya meremas perutnya. “Tapi, gue nggak mau hamil anak dia, Kyra,” ucpanya lirih. Kyra menghela napasnya dengan panjang. “Nggak ada yang mau, menikah dengan orang yang sama sekali nggak kita cintai. Tapi, elo pasti masih ingat kan, kalau elo dan Rayhan menikah pun karena dijodohkan? Awalnya elo juga nggak terlalu cinta sama dia. Tapi, setelah beberapa bulan kemudian elo jatuh cinta karena dia juga cinta sama elo.”Jani mengangguk dengan pelan. “Kyra. Kak Samuel bilang, gue akan tahu semuanya setelah Mas Rayhan kembali. Itu artinya dia masih hidup, Kyra. Kak Samuel tahu semuanya tapi nggak mau ngomong sama gue.” Kyra menganga. “Haah? Gimana sih maksudnya? Jadi bener, kalau Rayhan masih hidup? Berarti dia tahu dong, di mana Rayhan berada.” Jani menghela napas sembari menelan salivanya dengan pelan. “Dan dia nggak mau kasih tahu gue apa pun tentang itu.” Banyak hal yang ingin Jani cari selama ini. Ia yang selama dua tahun ini menanti kabar dari sang suami, malah harus terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan kakak iparnya yang rupanya sudah menginginkan dia dari dulu. Namun, Arga tak pernah menyatakan cinta apa pun padanya. Hanya berucap menginginkan dia, yang tak lain adalah tubuhnya. Hingga saat ini pun Arga selalu menyentuhnya dan menggaulinya tanpa ampun. “Setelah bayi itu lahir, elo boleh cerai dengan Arga dan cari Rayhan sampai ketemu. Dalam kondisi kayak gini, elo nggak bisa cari dia. Jika memang bener, Arga masih hidup.” Krya memberi saran. Jani kemudian menoleh ke arah sahabatnya itu dengan pelan. “Gue pengen cari dia sekarang, Kyra. Masa bodoh meskipun gue lagi hamil.”Jani mencari ponselnya di dalam tasnya. Namun, ia menemukan secarik kertas di dalam tasnya itu. Diambilnya surat tersebut yang entah dari siapa sebab ia tidak merasa memiliki kertas seperti itu. “Surat dari Rayhan. Aku temukan di mobil sebelum kecelakaan itu terjadi,” ucapnya setelah membaca tulisan di depan surat itu. “Dari Tirta. Gue yakin ini dari Tirta. Karena yang nolong gue tadi di sana adalah dia.” “Tirta? Siapa dia?” tanya Kyra karena nama itu tampak asing di telinganya. Jani tak menjawab apa pun. Ia memilih membuka surat itu daripada menjawab pertanyaan dari Krya. ‘Untuk Jani, istriku ….’Deg!
Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan
Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni
Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”
Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga
Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh
Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”