"kita harus menyelamatkan Mila," ucap ibu mertua. Aku dan Dia duduk di kursi, di sepanjang lorong hanya aku dan beliau yang ada di sini. wanita itu masih menangis, kutawari sedikit makan dan minum tapi dia sama sekali tidak berselera. hanya memandangi anaknya dengan wajah iba lalu kembali menangis. "saya akan usahakan Tante.""jual saja mobil, uang penjualan apartemen kemarin bila digabungkan dengan mobil, maka kita bisa melakukan operasi pertama untuknya.""iya, Tante, nanti aku Carikan pembeli.""semoga bisa," desah wanita itu sambil menggelengkan kepalanya, putus asa dan tidak tahu lagi apa yang harus kami lakukan. "bahkan kalaupun Aku menjual seluruh perhiasanku, itu tidak akan mencukupi untuk operasinya. jadi, sebagai suami, lakukan sesuatu agar kau bisa menyelamatkan istrimu.""baik, Tante." *menimbang keadaan Mila yang sangat memprihatinkan, terus merintih kesakitan dan merasa perih, aku jadi bertekad untuk menghilangkan gengsi dan sungkan, aku harus menemui semua keluarg
Mungkin nasibku baik ataukah ini jalan agar aku segera mendapatkan bantuan dan menyelamatkan Mila. kebetulan minggu ini Mas Fadli ada di ibukota sehingga aku tidak perlu berangkat ke Surabaya untuk menemui dan minta bantuan. Tapi saat kutemui dia di hotelnya, dia tidak ada, aku juga menghubungi ponselnya, tapi dia tidak menjawabnya. mungkin sudah mengunjungi lahan yang akan dia gunakan untuk membangun pabrik atau mungkin di tempat lainnya, bisa jadi berkunjung ke rumah ibu atau malah sedang bersama Fathia. kemungkinan-kemungkinan itu mungkin saja terjadi karena dia masih keluarga kami dan Fatia adalah calon istrinya. tidak ada yang menghalanginya untuk menemui wanita itu. jadi, mengikuti insting dan langkah kaki ku arahkan diriku untuk meluncur menuju rumah mantan istri. rumah yang kami cicil bersama dengan gaji yang pas-pasan, lalu sekarang jatuh ke tangan Fatia. proses jatuhnya pun tidak mudah, karena fitnah ya yang telah dibuat Mila di pengadilan, Fatia mengancamku dengan m
"mas, aku pinjam uangnya yaa," ucapku setelah mendatangi kantornya dan minta maaf atas perbuatan istriku. aku benar-benar malu pada kakak sepupuku karena Mila telah menghina Fathia tapi aku tak punya pilihan lain. lelaki itu tidak menjawabku sedikitpun hanya menatap diri ini lalu mengalihkan pandangannya."dia harus dioperasi dan saya bingung sekali mau pinjam uang di mana Mas, saya akan membayarnya bagaimanapun caranya?""Aku bukannya meremehkanmu tapi sampai saat ini kau belum bekerja. apa yang akan kau lakukan?""kalau begitu tolong bantu saya saya akan bekerja pada Mas Fadli dan anggap gaji saya itu untuk pembayaran utang.""begitukah?""kurasa itu satu satunya cara, jika mas berkenan membantu kami, saya mohon Mas....""aaah, baiklah," balas lelaki itu setelah mendesah panjang. "Aku hanya bisa memberimu 150 juta. tidak bisa lebih karena aku harus bangun pabrik.""iya, Mas, tak apa.""bekerjalah denganku, kau jadi pengawas gudangku. aku ada dan Fatia akan menikah dan membangun pa
seolah tak berhenti dirundung kesialan, hilang satu datang yang lain, gugur satu tumbuh seribu beban baru. berhasil membayar operasi untuk Mila kini aku harus membayar uang perawatan harian, itu tagihannya besar 250.000 semalam, belum lagi uang makan dan biaya mertua yang harus juga ikut makan. HP aku kebingungan mencari solusi sementara satu-satunya orang yang bisa kuandalkan dalam keluarga kami hanya Mas Fadli. memang ada banyak sepupu lain yang Kaya dan mau membantu tapi aku sungkan pada mereka, lagi pula aku tidak begitu akrab selain dengan Mas Fadli. ironisnya kini lelaki itu akan menjadi suami dari mantan istriku. dan sebentar lagi mereka akan menikah. Sebenarnya aku tidak pantas terus menerus datang ke dalam kehidupan Fathia, secara tidak langsung masuk ke dalam hidupnya tapi satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanya orang yang sedang berkaitan dengan wanita itu. * "mas, saya datang dan berterima kasih atas bantuan mas, Mila akan dioperasi untuk untuk tahap kedua di
Di mana aku sekarang, di mana Aku terjebak dan keputusan Apa yang telah kau ambil sampai hidupku. Kenapa semuanya berantakan tak tersisa termasuk karir, uang tabungan Yang selalu kuandalkan dan kecerdasanku yang sudah kepastikan akan menyelamatkan hidupku. semuanya hilang, kemampuanku seakan tumpul dan keberuntunganku pergi begitu saja seiring dengan kepergian Fathia. di sini Aku terjebak, di lorong Rumah Sakit sambil menatap istriku dari balik jendela kaca, dia terbaring lemah tapi banyak merinti daripada tertidur dan bisa istirahat. Aku mengerti bahwa apa yang ia rasakan adalah sakit luar biasa yang tidak bisa ditangani sendiri atau digantikan oleh orang lain. Aku hanya bisa menatapnya dengan iba sambil menyesal di bawah semua yang terjadi ini dikarenakan olehku. Andai Mila tidak terbakar cemburu dan merasa tersaingi oleh Fatia, tentu wanita itu tidak akan menghardik dan menghina, hingga berujung terkena musibah akibat perkataannya sendiri. "Apa yang kau lakukan di situ?" ibu mer
aku masih menerawang tentang dirinya dari balik meja kerja sampai siluet wanita itu terlihat turun dari mobil, karena lamunanku, tetap penuh mata dan objek yang ada di hadapanku terlihat samar. antara percaya dan tidak, antara kenyataan atau tatapan mata yang di awang-awang, aku seakan melihatnya mendekat dengan baju putih yang anggun, berjalan dengan dua orang staf di belakangnya, sambil memegang tas mewah. tok tok! aku tersentak dan nyaris jatuh dari kursi, ternyata Melamun membuat pikiranku mengambang dan apa yang ku pikirkan barusan terjadi di mataku. Fathia mengetuk meja dan menatap diri ini dengan tajam. "maaf, Apa Anda kepala gudang?" "ya, betul, Nyonya." "Apakah sepanjang hari kepala gudang hanya duduk dan melamun seperti ini?" "tidak maafkan saya, kami baru saja menghitung stok barang dan sedang menunggu truk pengiriman," jawabku gagu, aku duduk begitu dia memergoki diri ini dalam keadaan galau. "atas perintah suami saya saya diminta untuk datang dan melihat-
"Fat, apa harus sesombong itu caramu untuk balas dendam?" tanyaku saat aku dan dia berdua saja. "sombong apanya? Aku sedang menegurmu agar kau bekerja dengan baik. lagi pula Siapa yang mengizinkanmu untuk bicara dengan santai padaku? bukankah ini jam kerja dan aku adalah atasanmu!""fat, akan lebih baik, kalau kau tidak terlalu banyak ikut campur dan mengatur!""tapi ini adalah tanggung jawabku, suamiku mau minta diri ini untuk memonitor pekerjaan cabang dan progress pabrik baru. kau tak bisa mencegahku.""aku tahu Fat, Aku tahu aku banyak hutang pada suamimu, tapi yang alangkah baiknya jika kau membiarkanku bekerja dengan baik tanpa menggangguku." Aku berusaha bernegosiasi sementara wanita itu hanya tersenyum sinis."kau mencoba untuk menghalangiku? tidak Kevin. ini adalah unit usaha keluarga kami dan sebagai istri serta pewarisnya aku akan lakukan apa yang harus kulakukan! kerjakan tugasmu dengan baik dan jika kau bekerja dengan benar aku tidak akan komplain!""Aku membutuhkan pe
entah sampai kapan dia akan terus di rumah sakit, harus ditancapi berbagai selang, dan mendapatkan perawatan kebersihan luka serta ganti pakaian sebanyak 3 kali sehari. Aku tidak tahu kapan Mila akan sembuh dan kehilangan penderitaan serta kapan segala beban keuangan ini akan terangkat dari bahuku. kadang enggak terasanya untuk datang ke rumah sakit dan menyaksikan penderitaan istriku, dia merintih dan menangis mengeluh betapa sakit luka yang berada di sekujur tubuhnya, luka bakar yang mengubah segala-galanya. penampilan dan arah masa depan istriku. kendati statusnya masih pegawai negeri tapi karena dia tidak bekerja tentu saja cukup malu untuk menuntut pembayaran gaji. hidup kami saat ini hanya bergantung pada kebaikan Mas Fadli dan Fatia, Andai Dia tidak membayarkan gajiku Aku tidak tahu harus bagaimana. "apa kau akan terus berdiri di situ?" tanya ayah Mila yang ternyata ada di belakangku. sambil berdiri terpaku di antara lorong rumah sakit aku seperti tak mampu melangkahkan ka