Seorang pria tampan tengah duduk di kursi kebesarannya yaitu kursi pemilik sekaligus CEO dari Pradipta Group yang merupakan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti penginapan, kuliner, fashion, salon, tempat rekreasi sampai pusat pembelanjaan.
Pria dengan tubuh tegap dan kekar yang memakai setelah jas mewah dan megah itu sedang menatap presentasi yang dilakukan oleh salah satu Manajer di perusahaannya. Ia mendengarkan setiap penjelasan yang diberikan oleh pria yang umurnya lebih tua lima tahun dirinya itu dengan serius dan tak sekali pun mengalihkan pandanganya.
Sang manajer pun terlihat gugup saat ditatap begitu intens oleh bosnya karena ia takut melakukan kesalahan dalam presentasi yang akan mempengaruhi karirnya di perusahaan ini. Terkenal dengan sifat kejamnya yang tak segan-segan memecat karyawannya jika melakukan satu kesalahan kecil saja dan tatapan setajam elang yang mampu membuat lawan bicaranya ketakutan, hal itu membuat para karyawannya terlatih untuk melakukan segala sesuatu dengan sempurna dan tanpa kesalahan.
"Aku tidak suka dengan konsep perumahan ini."
"Maaf kalau konsep yang divisi saya miliki tidak sesuai dengan kriteria, Pak Gilbert."
Manajer itu menunduk takut dan bicara dengan nada pelan, yang lain pun ikut merasakan ketakutan yang sama apalagi saat bos mereka sudah berdiri dari kursi kebesarannya lalu berjalan ke arah layar presentasi.
"Konsepnya terlalu mewah dan akan merugikan perusahaan hingga puluhan milyar jika dilakukan karena tidak sesuai dengan motto perumahan ini yaitu murah dan minimalis. Jika kau ingin menutupi kerugian itu maka tak masalah jika perusahaan memakai konsep ini?"
Tak hanya sang manajer yang menelan ludah dengan susah payah saat mendengar kata ganti rugi, membayangkan membayar puluhan milyar membuat mereka lebih memilih meninggal saja agar tenang.
Bosnya ini memang dikenal dengan kata-katanya yang menyakitkan dan mematikan, mungkin nada bicaranya tenang namun mengandung arti yang memiliki makna sindiran keras.
"Tidak .... saya akan segera mengganti konsepnya secepatnya."
"Jangan bicara secepatnya, langsung katakan berapa hari untuk pembaharuan konsep."
Memang seperti ini sifat Gilbert yang tak suka dengan sesuatu yang tak pasti. Suasana pun semakin mencekam saat melihat interaksi antara CEO dengan manajer perusahaan.
"Tiga hari, Pak."
"Terlalu lama, mungkin dalam tiga hari itu aku menggantikan posisimu dengan yang lain."
Manajer itu langsung mengangkat kepalanya yang sedari menunduk karena kaget sekaligus tak percaya semudah itu atasannya mengatakan kata pecat padanya. Namun ia kembali menunduk karena takut melihat tatapan setajam elang itu.
"Besok, saya janji konsep perumahan yang baru akan selesai besok."
"Baiklah, rapat selesai dan akan dilanjut besok, aku harap konsep perumahan untuk besok cukup bagus untuk aku gunakan."
"Iya, Pak Gilbert."
Sebelum pergi dari ruang rapat ini, Gilbert membenarkan jasnya yang sedikit kusut karena duduk tadi, baru akhirnya ia berjalan keluar dari ruang rapat.
Dan yang lain pun bisa menghela nafas lega saat bos mereka sudah pergi dari perusahaan akhirnya suasana yang sedari tadi mencekam, bisa menjadi damai dan tenang.
Mereka hanya bisa menatap kasihan pada manajer yang terlihat begitu frustasi dan bingung dengan deadline yang terlalu singkat untuk menyelesaikan konsep perumahan yang wajarnya perlu menghabiskan hingga satu bulan. Hanya Pak Gilbert, orang yang akan melakukan kegilaan saat memimpin perusahaan yaitu dengan meminta hal yang sulit dalam jangka waktu yang cepat.
Sedangkan di luar ruang rapat, Gilbert tengah berjalan ke arah lift khusus petinggi perusahaan seperti dirinya, ia berjalan begitu gagah dan lurus membuat para kaum hawa memuja ketampanan dan kegagahan dari ciptaan Tuhan itu, namun tak ada yang berani memandang bos mereka secara terang-terangan, mereka masih ingin bekerja di sini dan tak mau dipecat karena ketahuan mencuri pandang pada sang bos.
"Apa jadwal selanjutnya hari ini?"
Gilbert bertanya tanpa memandang ke arah sekretarisnya yang berjalan di sampingnya, ia menatap ke arah jam tangannya untuk melihat jam berapa sekarang dan saat ini sudah waktunya makan siang.
"Makan siang bersama klien untuk membicarakan mengenai proyek restoran Pradipta Food."
Tak mau repot-repot bicara, Gilbert hanya mengangguk lalu masuk ke dalam lift dan diikuti oleh sekretaris. Mereka hanya berdua di dalam lift yang sepi dan sunyi. Gerakan nakal dari jari lentik sekretarisnya yang mulai mengusap dada bidangnya membuat gairahnya melonjak naik.
"Pak, jika kau bersedia ...
"Cepat lakukan, Nana."
"Baik, Pak."
Senyum lebar terukir di bibir wanita cantik itu, walaupun bosnya bersikap dingin di ruang rapat tadi namun saat sudah di luar ruang rapat, bosnya tetap akan menerima ajakannya untuk melakukan hubungan intim tanpa status apa pun.
Ia pun langsung menaikkan rok span yang dipakainya lalu membuka resleting celana bahan bosnya. Setelahnya ia bergerak untuk memuaskan hasratnya dan hasrat bosnya, sedangkan bosnya hanya menikmati setiap pelayanannya.
Tak terdengar suara desahan dari dua insan manusia itu karena mereka tak mau ada yang mendengar suara menjijikan itu, meskipun keduanya tahu bahwa lift ini kedap suara. Namun terlihat dari ekspresi keduanya, jelas mereka menikmati hubungan intim ini.
"Hentikan, liftnya akan terbuka."
Sekretaris itu mengangguk lalu merapikan pakaiannya bosnya lagi, baru kemudian merapikan pakaiannya. Keduanya kembali dalam bentuk profesionalitas kerja dan keluar dari lift saat lift sudah terbuka.
Mereka pun keluar dari perusahaan ini lalu masuk ke dalam mobil mewah berwarna hitam legam untuk menuju ke restoran yang merupakan tempat untuk makan siang saat ini.
[][][][][][][][][][][][]
Di sebuah meja makan di restoran mewah dan besar sedang terjadi rapat antara dua perusahaan besar untuk membicarakan proyek terbaru mereka. Mereka saling membicarakan mengenai letak restoran yang akan mereka bangun, nuansa restoran, menu makanan, dan lain-lainnya.
Sedangkan para sekretaris dengan sigap mencatat hal-hal penting lalu mendengarkan pembicaraan antara kedua bos agar bisa mengerti saat nantinya ditanya. Setelah sudah selesai membicarakan mengenai proyek, keduanya pun berdiri dan saling berjabat tangan sebagai bentuk kerja sama antara dua perusahaan.
"Senang rasanya berkerja sama dengan Anda."
"Iya, saya pun juga."
"Kalau rapat sudah selesai maka saya pamit pergi."
"Baik, Pak Gilbert."
Gilbert yang tak suka berlama-lama di suatu tempat tanpa ada kebutuhan penting pun langsung pergi dari restoran itu, meninggalkan sekretarisnya di belakangnya. Langkahnya yang lebar sulit diikuti oleh sekretaris yang memakai high heels sehingga harus berjalan pelan dan anggun.
"Pak Gilbert, tunggu saya."
"Jika kamu kesulitan berjalan maka berhentilah dari pekerjaanmu sebagai sekretaris."
Mendengar ucapan bosnya itu, wanita itu pun langsung melepas high heels di kakinya lalu berlari ke arah bosnya karena ia tak mau dipecat, bahkan ia berusaha untuk menahan malu saat melihat tatapan semua orang ketika melihat kakinya yang tak memakai apa pun juga.
Yang terpenting ia bisa berjalan di samping bosnya dan tidak dipecat, ia cukup tahu tentang bosnya yaitu saat bosnya sudah bicara maka itulah yang akan terjadi dan ia masih membutuhkan pekerjaan ini.
Jika melihat seorang pria yang sedang duduk di bangku kebesaran dalam ruangan CEO, pasti kalian akan berdecak kagum dengan ketampanan wajah pria muda berumur dua puluh lima tahun itu, pria dengan gelar kesempurnaan karena hidupnya tanpa celah. Dia terlihat begitu sibuk memeriksa laporan keuangan di akhir bulan untuk menjadi penutup laporan keuangan bulan ini bahkan ia belum pulang walau sudah malam hari.Nama pria itu adalah Aswin Mahendra, para wanita mengaguminya namun Aswin hanya punya satu wanita di hatinya adalah Lidia Trisia, tunangannya yang beberapa hari lagi akan menikah dengannya di sebuah gedung hotel dengan perayaan mewah, seribu undangan akan datang di pernikahannya dan dekorasi pesta yang layaknya pernikahan seorang pangeran dan puteri.Baru saja ia mengingat dengan tunangannya itu, lalu sebuah tangan memeluknya dari belakang, ia menoleh ke arah wajah pemilik tangan itu dan benar dugaannya bahwa tunangannya yang memeluknya. Mereka telah menjalin hubungan ha
Aldrick & RheaSatu kesalahan dalam hidup ku Yaitu mencintai muLebih dari ku mencintai diri ku sendiriRhea sedang mencuci baju kakak kembar nya itu dengan telaten meskipun di mansion besar dan mewah milik ayah nya ini banyak pembantu namun tetap saja aldrick selalu menyuruh nya baik itu mencuci baju, menyetrika, menjemur, masak, dan lain-lain kalau bara dan amira (ayah ibu rhea dan aldrick) sedang tidak ada di rumah."Ting Tong Ting Tong", suara bel rumah dan tumben aldrick kakak nya tak berteriak memanggil nya untuk membuka pintu mansion namun rhea lebih memilih melanjutkan cucian nya mungkin aldrick sedang dalam mood baik.Rhea sudah selesai mencuci pakaian aldrick dan langsung berjalan ke kamar nya, ia harus belajar agar juara 1 umum yang d
JUDUL: BULAN RAMADHAN BERSAMA NAMIRASeorang anak kecil cantik berusia delapan tahun sedang duduk di meja belajarnya sambil menulis daftar keinginannya untuk Ramdhan tahun ini, setiap kata yang tergores di kertasnya menimbulkan senyum kegembiraan karena membayangkan keinginannya menjadi kenyataan."Selesai, aku langsung kasih ke mama biar ibu enggak lupa beli deh."Namira, nama gadis cantik itu setelahnya ia turun dari kursinya dan berlari ke arah ibunya yang sedang berada di dapur, memasak untuk makan malam mereka. Namira semakin cepat berlari hingga ia tak melihat jalan lagi, dan akhirnya terjatuh di lantai."Ibu, sakit!"Andin, sang ibu terkejut mendengar teriakan dan rintihan kesakitan, saat berbalik badan ia melihat putrinya sudah terduduk di lantai sambil menangis. Andin pun langsung mencuci tangannya dan menghampiri Namira."Namira, kamu kenapa sayang? Kok bisa jatuh?""Ta ... tadi Namira berlari ingin memberi ini ke ibu tapi Namira m
JUDUL: DUNIAKU DAN IBUSeorang wanita cantik membawa tempat makan berisi makanan kesukaan putri kecilnya sambil berjalan memasuki rumah sakit dengan senyum manis di bibirnya namun di hatinya ia takut dan khawatir akan kondisi sang putri yang makin memburuk setiap harinya. Sheina menatap dokter dan suster yang berlarian membawa alat-alat medis dengan wajah khawatir dan takut ke arah ruang rawat VIP putri kecilnya."Kiana.......Sheina menjatuhkan rantang yang ia bawa lalu berlari ke arah ruangan putrinya, air mata menetes di kedua pipinya. Ini yang Sheina takutkan selama dua tahun ini, ia takut tuhan akan mengambil Kiana, putrinya dari kehidupannya. Sheina membuka pintu ruang rawat putrinya dengan air mata yang telah mengalir deras di kedua pipinya saat melihat alat-alat medis menempel di tubuh mungil putrinya."Kiana sayang hiks mama di sini hiks kamu harus bertahan demi mama sayang," ucap Sheina memeluk putrinya namun hanya sebentar karena suster me
Harapan Sahabat PenulisPerkenalkan namaku adalah Maharani Dwi Putri, ibuku memberiku nama itu agar aku menjadi seorang putri yang akan selalu bersinar.Aku hanya gadis biasa dengan impian setinggi langit, bagaimana tidak? Aku memiliki impian bisa menerbitkan karya tulisku yang berupa Novel agar bisa diterbitkan oleh penerbit mayor.Sebenarnya impianku itu biasa saja bagi orang lain, namun bagiku itu adalah keajaiban yang akan sulit kuraih, melihat kemampuan menulisku yang masih rendah berbeda dengan penulis hebat di luar sana, seperti Tere Liye, Boy Chandra, atau penulis favoritku Pit Sansi."Rani!!!"Suara teriakan sahabatku, membuat aku tersadar dari lamunanku lalu menoleh pada sahabatku, Nara. Aku memasang wajah bersalah karena sudah tak mendengar ocehan sahabatku dari tadi."Kau pasti tidak mendengar apa yang kuceritakan dari tadi bukan?"
JUDUL: PENIPUAN YANG MEMBERI MOTIVASISeorang gadis cantik yang memakai baju seragam putih abu-abu, duduk di bangku yang terbuat dari kayu di depan rumahnya.Suara isak tangis dan air mata yang mengalir di kedua pipinya, menandakan kesedihan yang dirasakan gadis yang bernama lengkap Ayu Ratnasari."Mama, semuanya gara-gara Ayu yang tergiur dengan harga laptop tersebut, seharusnya Ayu mendengarkan mama hiks hiks."Ayu menatap mamanya yang berada di sampingnya sambil memeluknya, dalam hati ia merutuki kebodohannya karena keinginannya membeli laptop."Sudahlah kak, anggap saja uang itu menjadi uang sial atas kerja kerasmu, sudah jangan bersedih lagi," ucap ibu Ayu, berusaha menenangkan putrinya yang bersedih.Sebenarnya ibu Ayu, juga sangat menyayangkan uang senilai hampir dua juta rupiah, lenyap karena tergiur akan harga murah laptop.Ayu bukan terlahir dari keluarga kaya atau miskin, ia terlahir dari keluarga sederhana. Di umurnya yang
Namiya menyambut kepulangan Gilbert sehabis kerja dengan pelukan hangat dan senyum manis di bibirnya, ia sedang butuh pelukan saat ini untuk menenangkan dirinya dari rasa khawatir dan takut dalam dirinya. Gilbert pun membalas pelukan istrinya lalu mengecup kening Namiya dengan lembut."Aku merindukanmu, Gilbert.""Tumben sekali kau merindukan aku secepat ini, kita baru berpisah tidak lebih dari sehari. Apa ada sesuatu yang terjadi.""Tidak ada yang terjadi. Apa tidak boleh seorang istri merindukan suaminya?""Boleh, ayo kita ke kamar."Namiya pun mengangguk dan keduanya pun berjalan menaiki tangga untuk je kamar. Gilbert tak masalah dengan sikap manja istrinya karena ia senang menanggapi sikap manja Namiya. Namun baru dua langkah menaiki tangga, suara panggilan dari seseorang di belakang membuat mereka berhenti melangkah dan berbalik badan."Nyonya, Tuan. Tunggu dulu.""Ada apa, Bi?"Namiya bertanya lebih dulu karena bingung melihat pe
Seorang wanita cantik sedang sibuk membuka setiap lembar dari buku usang yang sudah tua, buku yang ia bawa sebagai warisan terakhir panti asuhannya, satu-satunya barang yang tersisa dari panti walau kondisinya sudah hancur sebagian dan ada beberapa lembar yang robek akibat bencana alam waktu itu. Hanya ia yang tahu bahwa buku berisi informasi mengenai seluruh anak panti telah berada di tangannya, buku ini ditemukan tim sar berada di dekatnya ketika kejadian sehingga buku ini ikut dibawa bersamanya karena mungkin bisa membantu anak-anak panti yang selamat dan tak punya tempat tinggal lagi atau siapa pun di dunia ini untuk menopang hidup. Setelah bertahun-tahun lamanya, Namiya membuka buku ini untuk pertama kalinya, dulu ia tak pernah membuka buku ini karena ia tak mau mengetahui tentang identitas orang tua yang sudah membuangnya namun kejadian di pernikahannya membuat hati kecilnya meronta ingin tahu siapa ayah dan mamanya, ia tahu bahwa preman itu tahu siapa orang tuanya dan penguru
Hari ini Namiya bangun kesiangan namun tetap ia yang lebih cepat bangun dari Gilbert. Karena sekarang statusnya sudah berubah menjadi seorang istri, ia pun mulai menjalankan perannya sebagai istri dengan baik, ia berusaha melakukan apapun yang ia bisa untuk melayani suaminya dengan baik.Setelah ia selesai mandi, ia pun langsung menyalakan air hangat untuk suaminya mandi karena sepuluh menit lagi Gilbert akan bangun, pria itu punya rutinitas bangun tepat waktu, tidak kurang dan tidak lebih. Secepat mungkin pun Namiya mempersiapkan diri, memakai baju terbaik dan berdandan lalu menyisir rambutnya.Namun sayangnya suaminya sudah lebih dulu bangun saat ia sedang menyiapkan pakaian dan barang-barang kerja Gilbert. Gilbert tersenyum manis saat melihat Namiya sedang menjalankan tugasnya menjadi istri yaitu melayani kebutuhannya, Namiya juga membalas senyuman suaminya. Setelah aktivitasnya selesai, ia pun hendak keluar kamar dan mau melihat sarapan yang dibuat oleh pembantu namu