Share

Namiya In Love
Namiya In Love
Author: Rustama123

GILBERT -1-

Seorang pria tampan tengah duduk di kursi kebesarannya yaitu kursi pemilik sekaligus CEO dari Pradipta Group yang merupakan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti penginapan, kuliner, fashion, salon, tempat rekreasi sampai pusat pembelanjaan.

Pria dengan tubuh tegap dan kekar yang memakai setelah jas mewah dan megah itu sedang menatap presentasi yang dilakukan oleh salah satu Manajer di perusahaannya. Ia mendengarkan setiap penjelasan yang diberikan oleh pria yang umurnya lebih tua lima tahun dirinya itu dengan serius dan tak sekali pun mengalihkan pandanganya.

Sang manajer pun terlihat gugup saat ditatap begitu intens oleh bosnya karena ia takut melakukan kesalahan dalam presentasi yang akan mempengaruhi karirnya di perusahaan ini. Terkenal dengan sifat kejamnya yang tak segan-segan memecat karyawannya jika melakukan satu kesalahan kecil saja dan tatapan setajam elang yang mampu membuat lawan bicaranya ketakutan, hal itu membuat para karyawannya terlatih untuk melakukan segala sesuatu dengan sempurna dan tanpa kesalahan.

"Aku tidak suka dengan konsep perumahan ini."

"Maaf kalau konsep yang divisi saya miliki tidak sesuai dengan kriteria, Pak Gilbert."

Manajer itu menunduk takut dan bicara dengan nada pelan, yang lain pun ikut merasakan ketakutan yang sama apalagi saat bos mereka sudah berdiri dari kursi kebesarannya lalu berjalan ke arah layar presentasi.

"Konsepnya terlalu mewah dan akan merugikan perusahaan hingga puluhan milyar jika dilakukan karena tidak sesuai dengan motto perumahan ini yaitu murah dan minimalis. Jika kau ingin menutupi kerugian itu maka tak masalah jika perusahaan memakai konsep ini?"

Tak hanya sang manajer yang menelan ludah dengan susah payah saat mendengar kata ganti rugi, membayangkan membayar puluhan milyar membuat mereka lebih memilih meninggal saja agar tenang.

Bosnya ini memang dikenal dengan kata-katanya yang menyakitkan dan mematikan, mungkin nada bicaranya tenang namun mengandung arti yang memiliki makna sindiran keras.

"Tidak .... saya akan segera mengganti konsepnya secepatnya."

"Jangan bicara secepatnya, langsung katakan berapa hari untuk pembaharuan konsep."

Memang seperti ini sifat Gilbert yang tak suka dengan sesuatu yang tak pasti. Suasana pun semakin mencekam saat melihat interaksi antara CEO dengan manajer perusahaan. 

"Tiga hari, Pak."

"Terlalu lama, mungkin dalam tiga hari itu aku menggantikan posisimu dengan yang lain."

Manajer itu langsung mengangkat kepalanya yang sedari menunduk karena kaget sekaligus tak percaya semudah itu atasannya mengatakan kata pecat padanya. Namun ia kembali menunduk karena takut melihat tatapan setajam elang itu.

"Besok, saya janji konsep perumahan yang baru akan selesai besok."

"Baiklah, rapat selesai dan akan dilanjut besok, aku harap konsep perumahan untuk besok cukup bagus untuk aku gunakan."

"Iya, Pak Gilbert."

Sebelum pergi dari ruang rapat ini, Gilbert membenarkan jasnya yang sedikit kusut karena duduk tadi, baru akhirnya ia berjalan keluar dari ruang rapat.

Dan yang lain pun bisa menghela nafas lega saat bos mereka sudah pergi dari perusahaan akhirnya suasana yang sedari tadi mencekam, bisa menjadi damai dan tenang.

Mereka hanya bisa menatap kasihan pada manajer yang terlihat begitu frustasi dan bingung dengan deadline yang terlalu singkat untuk menyelesaikan konsep perumahan yang wajarnya perlu menghabiskan hingga satu bulan. Hanya Pak Gilbert, orang yang akan melakukan kegilaan saat memimpin perusahaan yaitu dengan meminta hal yang sulit dalam jangka waktu yang cepat.

Sedangkan di luar ruang rapat, Gilbert tengah berjalan ke arah lift khusus petinggi perusahaan seperti dirinya, ia berjalan begitu gagah dan lurus membuat para kaum hawa memuja ketampanan dan kegagahan dari ciptaan Tuhan itu, namun tak ada yang berani memandang bos mereka secara terang-terangan, mereka masih ingin bekerja di sini dan tak mau dipecat karena ketahuan mencuri pandang pada sang bos.

"Apa jadwal selanjutnya hari ini?"

Gilbert bertanya tanpa memandang ke arah sekretarisnya yang berjalan di sampingnya, ia menatap ke arah jam tangannya untuk melihat jam berapa sekarang dan saat ini sudah waktunya makan siang.

"Makan siang bersama klien untuk membicarakan mengenai proyek restoran Pradipta Food."

Tak mau repot-repot bicara, Gilbert hanya mengangguk lalu masuk ke dalam lift dan diikuti oleh sekretaris. Mereka hanya berdua di dalam lift yang sepi dan sunyi. Gerakan nakal dari jari lentik sekretarisnya yang mulai mengusap dada bidangnya membuat gairahnya melonjak naik.

"Pak, jika kau bersedia ...

"Cepat lakukan, Nana."

"Baik, Pak."

Senyum lebar terukir di bibir wanita cantik itu, walaupun bosnya bersikap dingin di ruang rapat tadi namun saat sudah di luar ruang rapat, bosnya tetap akan menerima ajakannya untuk melakukan hubungan intim tanpa status apa pun.

Ia pun langsung menaikkan rok span yang dipakainya lalu membuka resleting celana bahan bosnya. Setelahnya ia bergerak untuk memuaskan hasratnya dan hasrat bosnya, sedangkan bosnya hanya menikmati setiap pelayanannya.

Tak terdengar suara desahan dari dua insan manusia itu karena mereka tak mau ada yang mendengar suara menjijikan itu, meskipun keduanya tahu bahwa lift ini kedap suara. Namun terlihat dari ekspresi keduanya, jelas mereka menikmati hubungan intim ini.

"Hentikan, liftnya akan terbuka."

Sekretaris itu mengangguk lalu merapikan pakaiannya bosnya lagi, baru kemudian merapikan pakaiannya. Keduanya kembali dalam bentuk profesionalitas kerja dan keluar dari lift saat lift sudah terbuka.

Mereka pun keluar dari perusahaan ini lalu masuk ke dalam mobil mewah berwarna hitam legam untuk menuju ke restoran yang merupakan tempat untuk makan siang saat ini.

[][][][][][][][][][][][]

Di sebuah meja makan di restoran mewah dan besar sedang terjadi rapat antara dua perusahaan besar untuk membicarakan proyek terbaru mereka. Mereka saling membicarakan mengenai letak restoran yang akan mereka bangun, nuansa restoran, menu makanan, dan lain-lainnya.

Sedangkan para sekretaris dengan sigap mencatat hal-hal penting lalu mendengarkan pembicaraan antara kedua bos agar bisa mengerti saat nantinya ditanya. Setelah sudah selesai membicarakan mengenai proyek, keduanya pun berdiri dan saling berjabat tangan sebagai bentuk kerja sama antara dua perusahaan.

"Senang rasanya berkerja sama dengan Anda."

"Iya, saya pun juga."

"Kalau rapat sudah selesai maka saya pamit pergi."

"Baik, Pak Gilbert."

Gilbert yang tak suka berlama-lama di suatu tempat tanpa ada kebutuhan penting pun langsung pergi dari restoran itu, meninggalkan sekretarisnya di belakangnya. Langkahnya yang lebar sulit diikuti oleh sekretaris yang memakai high heels sehingga harus berjalan pelan dan anggun.

"Pak Gilbert, tunggu saya."

"Jika kamu kesulitan berjalan maka berhentilah dari pekerjaanmu sebagai sekretaris."

Mendengar ucapan bosnya itu, wanita itu pun langsung melepas high heels di kakinya lalu berlari ke arah bosnya karena ia tak mau dipecat, bahkan ia berusaha untuk menahan malu saat melihat tatapan semua orang ketika melihat kakinya yang tak memakai apa pun juga.

Yang terpenting ia bisa berjalan di samping bosnya dan tidak dipecat, ia cukup tahu tentang bosnya yaitu saat bosnya sudah bicara maka itulah yang akan terjadi dan ia masih membutuhkan pekerjaan ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status