Pagi ini, aku bersiap-siap untuk bekerja ke kantor. Seperti biasanya aku sibuk menyiapkan segala hal dan bersih-bersih rumah agar nantinya saat aku pulang dengan keadaan lelah maka rumah sudah bersih. Aku mulai menyapu, mengepel, mencuci baju, masak, mencuci piring, menjemur dan menyetrika. Sebelum akhirnya aku mandi dan berpakaian dengan kemeja dan rok span yang sama saat aku melamar kerjaan karena aku hanya punya dua setelan baju kerja.
"Mungkin nanti jika sudah gajian maka aku akan membeli setelan kemeja dan rok untuk kerja," ucapku sambil menatap pantulan diriku di kaca yang terlihat tak menarik dan biasa saja.
"Apa yang Pak Gilbert lihat dariku? Cantik pun tidak, seksi juga tidak, pintar pun biasa saja. Mungkin mata bosku itu sedang sakit saat memutuskan memilih aku menjadi sekretarisnya."
"Tapi seharusnya aku bersyukur jika mata bosku sakit saat itu, sehingga aku bisa dapat pekerjaan dengan gaji yang tinggi."
Waktu jam istirahat pun dimulai, aku memilih tetap berada di mejaku saja karena aku bawa bekal jadi tak perlu turun ke lantai bawah yang terdapat kantin. Pandanganku sejenak tertuju ke arah pintu ruangan bosku yang belum terbuka sejak tadi, dia pasti sedang melakukan kegiatan mesum sehingga lupa waktu dan membatalkan makan siang dengan rekan kerja. Aku memilih tak mempedulikan mereka dan hendak makan namun gerakan tanganku terhenti ketika melihat seorang pemuda cukup tampan dengan senyum ramah berdiri di depanku dengan berkas di tangannya."Selamat siang, Namiya.""Selamat siang, Pak Andres.""Lagi makan siang ya?""Iya, Bapak ada keperluan apa di sini? Mau kirim berkas ke Pak Gilbert?"Keningku berkerut bingung saat pria itu menggelengkan kepalanya dan malah menarik kursi di depanku lalu duduk di depanku. Aku yang canggung dengan keadaan ini pun jadi tak enak hati lanjut makan saat ada Manajer
Waktunya jam pulang pun tiba, semua karyawan kantor mulai berjalan keluar dari kantor, aku pun hendak pulang dan ingin masuk ke dalam mobil namun tak jadi lalu kembali menutup pintu mobil saat melihat sekretarisku dengan salah satu bagian manajer yang tadi siang menjadi alasan aku kesal. Tadi siang makan bersama, sekarang ingin pulang bersama. Tak akan aku biarkan."Namiya!"Perempuan itu menoleh ke belakang dan terkejut sekaligus bingung saat melihat aku yang memanggilnya. Andres juga tak menyangka jika aku ada lagi di antara mereka, dia terlihat kesal namun berusaha tetap sopan karena aku atasannya."Pak Gilbert, ada apa memanggil saya?""Pulang bareng saya, ada tugas yang harus kamu selesaikan."Tak pernah aku berbohong hanya untuk menahan seorang perempuan, pasti sekretarisku ini bingung dengan apa yang aku ucapankan. Apalagi Andres yang terlihat tak percaya jika yang ucapan kan benar. Aku
Sudah seharian penuh ini aku dirawat di rumah sakit. Aku sudah bisa pulang karena tak ada luka dalam, hanya luka kecil di keningku. Aku pingsan karena syok dengan kecelakaan yang menimpaku. Adikku, Nasya sedang menyuapi aku bubur rumah sakit karena dia mau aku makan dulu sebelum pulang agar ada tenaga.Tadi aku sudah menolak makan karena aku tahu bubur khas buatan rumah sakit benar-benar tidak enak karena rasanya hambar namun adikku memaksaku untuk memakannya demi kesehatanku. Dia pun tak akan mengizinkan aku pulang jika belum makan. Alhasil aku pun terpaksa makan bubur ini dengan ekspresi cemberut."Oh ya, kau belum memberitahu aku tentang bagaimana kau bisa ada di sini dan mengetahui jika aku mengalami kecelakaan.""Bosmu mengantar supir untukku ke rumah sakit dan memberitahu aku ketika sudah sampai di rumah sakit."Kening berkerut bingung mendengar jawaban adikku, aku sebenarnya berharap jika Gilbert akan m
Pagi-pagi aku sudah bangun untuk melakukan aktivitasku seperti biasanya namun aku terkejut saat melihat adikku tak ada di sisi kasur di sampingku. Aku pun berjalan keluar kamar dan mencarinya di ruang tamu, kodnisi rumah yang sudah bersih serta semua macam cucian yang sudah bersih membuat aku bingung siapa yang mengerjakan semua ini. Bahkan sarapan sudah terhidang di atas meja, makanan sederhana berupa tempe, tahu, ikan, dan sayur namun terlihat lezat dan nikmat."Dimana, Nasya?""Siapa yang melakukan semua ini?""Apakah Nasya yang melakukannya?"Semua pertanyaan dalam diriku terjawab saat aku melihat adikku sudah rapi dengan seragam sekolahnya, dia tersenyum saat melihat aku sudah bangun lalu menuntunku untuk duduk di lantai untuk makan bersama kemudian memindahkan makanan dari meja ke lantai. Senyum manis menghiasi bibirnya, lalu dia menaruh nasi dan lauk di piringku."Hari ini aku sengaja ba
Aku masih terdiam di tempat sambil menatap bangunan tinggi di depanku ini yang merupakan perusahaan Jagat Sejahtera, tempat aku akan melakukan tes wawancara. Dalam hatiku sedikit ada keraguan untuk melangkah masuk ke dalam, entah kenapa hati kecilku mengatakan bahwa aku ini jahat, berbohong untuk mengkhianati perusahaan lamaku yaitu Pradipta Group. Tanganku sedikit meremas tali tas selempang yang terlampir di bahuku, berusaha menyangkal kata hatiku dan lebih mengutamakan logikaku."Aku tak akan melakukan ini jika Pak Gilbert adalah bos yang menghormati bawahannya. Ini bukan salahku."Aku hendak melangkah masuk ke dalam namun langkahku tertahan saat mendengar suara dering ponsel dari tasku, aku pun langsung mengambil ponselku dan mematikan ponselku saat tahu yang meneleponku adalah bosku."Entah bekerja atau tidak, di kantor atau di luar kantor, dia terus saja mengganggu aku. Sangat menyebalkan, untungnya aku akan segera menda
Pagi ini, aktivitasku berjalan seperti biasanya walaupun rasa bersalah menghantui diriku atas kejadian kemarin, namun aku tak menyesal telah melakukannya karena memang itu hakku dan sudah tercantum dalam kontrak kerja, aku hanya merasa bersalah pada Namiya karena membuatnya sedih.Aku baru saja datang ke kantor dan melihat meja sekretaris masih kosong, aku memaklumi jika Namiya tak datang hari ini ke kantor. Pasti Namiya masih merasa sakit di tubuh dan hatinya akibat perlakuanku semalam. Aku hanya bisa menghela nafas kasar, ingin sekali aku meneleponnya namun saat aku sudah membuka kontak nomornya di ponselku, jariku terasa begitu berat untuk menekan tombol hijau panggil."Aku terlalu pengecut untuk menghadapi Namiya sekarang, mungkin nanti aku akan menghubunginya untuk menanyakan kabarnya."Aku pun langsung masuk ke dalam kantor dan mulai melakukan tugasku sebagai bos di kantor walaupun nyatanya aku tidak fokus dengan pekerjaan kantor karena pikiranku masih tertuj
Nasya yang sedari tadi duduk menunggu kakaknya datang akhirnya berdiri dari kursi kayu yang ia duduki ketika melihat kakaknya datang dengan wajah pucat, mata memerah, tak lupa gerak tubuh seperti orang ketakutan. Ia pun langsung memeluk kakaknya dengan lembut, sedangkan Namiya langsung mendorong tubuh adiknya dengan pelan dan mundur menjauh. Ia tak mau adiknya jadi kotor karena bersentuhan dengan wanita kotor sepertinya."Kak.""Kau baik-baik saja?""Ada apa? Kenapa kau tidak pulang ke rumah kemarin?""Apa ada yang menyakitimu?"Namiya hanya membalas dengan gelengan kepala dan menoleh ke belakang, ia menjadi lebih takut ketika tahu bahwa mobil mewah berwarna hitam legam itu masih saja mengikutinya hingga akhirnya ia pulang. Ia tahu itu adalah mobil Gilbert, ia pun langsung masuk ke dalam secepat mungkin. Di sisi lain, Nasya menjadi merasa aneh dan bingung dengan perilaku kakaknya, ia menoleh ke arah pandangan kakaknya mengarah dan ternyata ke arah mobil
Namiya sudah duduk manis di kursi sekretarisnya yang berada di depan ruang kerja bosnya sambil menggenggam sebuah amplop putih berisi sebuah surat. Surat ini adalah keputusan finalnya setelah apa yang terjadi sebelumnya.Sebenarnya ia belum siap menghadapi dan bicara lagi dengan bosnya yaitu Pak Gilbert namun ia terpaksa harus berinteraksi lagi dengan pria itu untuk mengakhiri semua ini. Seharusnya ia sadar bahwa dari awal pekerjaan ini sudah salah saat ia melihat poin terakhir dalam kontrak kerja namun karena keterpaksaan ekonomi membuatnya menyetujui kontrak kerja itu tapi tidak lagi. Ia sadar bahwa lebih baik hidup miskin dan mendapat pekerjaan bergaji kecil dari pada bergaji besar namun tidak punya harga diri.Lamunan Namiya buyar saat mendengar suara ketukan sepatu, ia menoleh ke arah suara itu lalu langsung berdiri dan berjalan menghampiri bosnya sambil mengulurkan amplop tersebut ke arah bosnya.Gilbert yang baru saja datang sudah terkejut dengan kehad