Rencana untuk menghindar dari acara pertunangan malah jadi bikin kacau? Nasib Nara sama Ara akan jadi bagaimana ya kira-kira? Jangan lupa vote ya. Terima kasih 😍😍
“Tadi pagi itu ada pasien korban tabrak lari sus?” tanya Arka yang baru tiba di rumah sakit saat melewati ruang gawat darurat yang terlihat cukup sibuk.Perawat yang bertugas di UGD sejak tadi malam langsung mengangguk,”Keadaannya gawat banget dok dan sekarang sedang di ruang operasi sama dokter Nara.” jelasnya.“Kejadiannya di seberang rumah sakit ya?” tanya Arka sambil menunjuk ke arah luar, karena tadi ia masih melihat kendaraan yang penyok juga kerusakan yang ditimbulkan.“Jadi ceritanya itu dokter Nara yang menemukan korban tabrakan.” ujar perawat itu lagi menceritakan kejadian tadi pagi.“Itu anak kenapa sih dari kemarin pagi-pagi sudah berkeliaran di rumah sakit.” gumam Arka menghela napas pelan karena bingung.#“Itu muka pagi-pagi, kenapa senang banget?” tanya Embun begitu masuk dan menemukan Zia menopak dagu, memandangi dompetnya sambil tersenyum.“Karena dari kemarin ada mas Ara yang terus datang bawa ma
“Akhirnya aku bisa bangun lebih siang!” seru Ara begitu membuka mata pagi ini, ia merasa sangat senang karena akhirnya tidak perlu lagi harus bangun pagi-pagi untuk melarikan diri dari ibunya. Dengan malas ia bergoyang ke kanan dan kiri sisi tempat tidur, nyaris menggulung seluruh tubuhnya di dalam selimut.#“Wah kamu yang bikin sarapan?” sapa Ara ceria begitu turun melihat adik bungsunya sedang sibuk di dapur.Nathan menoleh dan menatap kakaknya itu dengan mata membesar, ”Mas itu kalau lagi senang kira-kira dong! Masa mau pergi ke rumah sakit pakai baju yang warnanya tabrakan kayak begitu? Norak tahu!” tegurnya, ”Baju merah, celana kuning tinggal dikasih topi hijau sudah jadi lampu lalu lintas mas.” ujarnya lagi sambil menggelengkan kepala.“He..he..he...efek tidur cukup kadang bisa berbahaya juga ya ternyata.” sahut Ara malu sambil memutar badan hendak kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.#“Wah tumben banget itu an
“Mbak bos? Ini makanan banyak amat? Ada acara syukuran ya kita?” tanya Galang begitu tiba di kantor dan melihat ada begitu banyak kantong makanan di atas meja panjang yang ada di tengah kantor.“Lumayan kan bisa buat sarapan, makan siang sampai camilan sore.” sahut Nara sambil mengangkat alisnya.Embun yang ikut bergabung sampai mengerutkan dahinya, ”Memang kemarin kita beli sebanyak ini ya?” tanyanya.“Berkat Zia kita jadi beli banyak banget mbak. ”sahut Nara mengingatkan sambil merentangkan kedua tangannya.#“Jadi yang dari tadi nungging itu ternyata kamu Tan?” sapa Ara begitu mengenali siapa pegawai kedai Nathan yang mengalami luka bakar.“Mas, pelan-pelan ya.” pinta Tatan dengan suara memohon, ”Perih nih.” ujarnya merana.“Siapa suruh kalian malah main-main pakai korek pemanggang?” tegur Nathan sambil mengge
“Kalian sudah lihat desain brosur untuk pameran?” tanya Embun kepada kedua rekannya.Zia mengangguk dengan wajah lelah dan tak bersemangat, ”Kayaknya kita perlu tambah...” ujarnya namun kata-kata Zia terpotong karena dirinya menguap.“Kamu tadi malam begadang ya?” tembak Nara sambil menyipitkan matanya pada Zia.“Aku tidur saja begini apa lagi kalau begadang.” sahut Zia sambil menguap untuk yang kedua kalinya.Embun yang sejak tadi menunggu jawaban Zia menghela napas pelan, ”Jadi apa yang mau ditambahin di brosurnya?” tanyanya lelah.#Mendengar para mbak bos yang sedang rapat namun tidak juga berhasil membahas apa-apa Nadira segera menoleh menatap rekan seperjuangan yang sedang duduk di sebelahnya sambil menopak dagu dan memejamkan mata, “Kita cari asupan gula tambahan yuk!” ajaknya dengan wajah yang sama lelahnya.Galang dengan
“Kalian mau ke mana?” tanya Arka yang baru keluar dari ruang operasi pada dua perawat yang terlihat begitu tergesa-gesa berlari melewatinya.“Ada pasien di UGD dok.” jawab salah satu dari mereka.“Pasiennya berantem sama dokter Nara.” Jelas perawat yang satunya.Arka mengangkat kedua alisnya, ”Berantem?” ulangnya, ”Terus kalian kenapa bawa-bawa retraktor?” tanyanya sambil menunjuk tangan salah satu perawat.Perawat itu mengangkat gunting dengan kepala penahan pada kedua ujung sisinya, ”Disuruh sama dokter Nara.” jelasnya.“Bagaimana ceritanya sih?” tanya Arka dengan wajah semakin bingung.#Kejadian sekitar satu jam yang lalu,“Suster! Tolong dong ini sus!” panggil Zia begitu membawa Nara masuk ke ruang gawat darurat.“Iya sus ini enggak bisa copot!” seru Galang sama paniknya.“Suster! Suster!” panggil Nadira.Embun yang juga baru akan bersuara segera ditahan oleh Nara, ”Mbak suruh mereka di
“Jeng nanti jangan sampai lupa ya, itu anak-anak harus diajak pergi lihat pameran. Jadi biar mereka ada gambaran. Apa-apa yang perlu dipersiapkan.” ujar ibu Winda mengingatkan sambil menahan tawa senang.Ibu Ratih mengangguk dengan wajah mengulum senyum, ”Pasti jeng nanti akan aku paksa kalau sampai itu anak pakai alasan sibuk.” katanya lagi menegaskan.“Iya anak-anak mah kalau sudah kerja sulit untuk diajak pergi. Selalu saja pekerjaan dijadikan alasan.” sahut ibu Winda lagi.#“Ya ampun jeng! Dirimu itu pergi ke mana? Kok tiba-tiba menghilang. Mana pergi enggak bawa tas, ponsel juga ditinggal.”omel Zia begitu melihat sahabatnya itu kembali ke kantor.Nara hanya bisa memasang senyum bodoh sambil menarik kursi kerjanya.“Kamu bukan ke sebelah kan?”tebak Embun sambil mengalihkan pandangan menatap Nara.Lagi-lagi Nara hanya memasang senyum bodoh di wajahny
“Kamu tumben hari minggu begini sudah bangun pagi-pagi? Mau ke rumah sakit?” tegur pak Yono begitu melihat Arka yang sudah bangun tidak lama setelah Nara berangkat ke lokasi pameran.“Mari lari pa.” jawab Arka singkat sambil mengisi gelas dengan air putih.“Kamu lari sepagi ini? Biasa jam sembilan saja belum bangun.” ujar ibu Linda yang sibuk menyiapkan sarapan.“Mama mah orang mau olahraga itu harusnya didukung.” protes Arka tidak terima.#“Hari terakhir!” seru Zia begitu semua isi kantor sudah lengkap mengisi mobil Embun.“Semangat amat jeng?” tanya Nara dari balik kemudi dengan suara serak sambil mengusap sudut matanya lalu kembali memperhatikan jalanan.“Karena hari ini calon-calon klienku akan kembali untuk bayar uang muka.” ujar Zia senang, ”Kamu juga kan?” tanyanya tiba-tiba menoleh ke arah Galang yang duduk di sebelahnya.“Amin!!” seru Galang sambil menanggkup kedua telapak tangannya dengan penuh ha
Nara akhirnya ikut menoleh dengan panik, ”Mau apa sih mas Arka kemari?” tanyanya dengan suara berbisik.“Ya mana aku tahu.” jawab Ara pelan, menunduk dengan wajah yang hampir menyentuh kaca etalase.“Kalian berdua sedang apa?” tanya ibu Ratih begitu menemukan Ara dan Nara dengan muka yang menempel dengan etalase.Ara dengan cepat memutar badan, ”Mama sudah selesai?” tanyanya cepat.“Iya. Ini sudah.” jawab ibu Ratih sambil tersenyum senang, ”Mana sini jari kamu.” pintanya pada Nara.Dengan cepat Ara mengangkat lengan gadis yang duduk di sebelahnya itu lalu menyodorkannya kepada ibu Ratih, Nara dengan mata membesar terus memperhatikan cincin dengan harga lebih dari tiga puluh juta itu yang bergerak dengan perlahan dan akhirnya mendarat di jari manisnya.“Cantik ya.” puji ibu Ratih gembira, ”Ini hadiah dari tante.” ujarnya lagi.Nara tersenyum canggung, sebaiknya ibu dan anak ini segera keluar dari sini. Masalah u