Nasib si Bungsu
(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 7Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Bang Adi langsung pergi, tanpa mengucap terima kasih atau hanya sekedar kata pamit.Bapak mendengus kesal, sorot matanya menunjukkan ada amarah yang bergejolak."Tati, dari dulu kau memang tidak berubah, keras hati, tidak pernah bisa menghargaiku!" Bapak mengarahkan jari telunjuknya pada wajah Ibu."Bapak mau marah? ya marah saja! lagian jadi orang tua kok gak mau dukung anaknya, Adi itu mau usaha Pak, kalau dia sukses kita juga yang enak.""Enak dari mananya? apa selama ini yang memberi makan kita si Adi?""Kan Adi punya anak Istri ada keluarga yang harus dia nafkahi.""Awas saja, kalau si Adi sampai ingkar dari tanggung jawabnya apalagi rumah ini sampai di sita Bank, kamu yang harus bertanggung jawab. Anak itu benar-benar tidak ada akhlak, sudah aku sekolahkan tinggi-tinggi menghormati orang tua saja tidak bisa!""Bapak ini maksudnya apa sih? jelek-jelekin Adi terus?""Kamu gak sadar kalau Adi itu tidak punya akhlak? adab terhadap orang tua saja sangat buruk!""Coba sebutkan di mana kesalahan Adi, sampai Bapak nyebut dia tidak punya adab?""Barusan! setelah mendapatkan sertifikat, dia langsung pergi begitu saja. Kalau manusia punya adab tidak akan seperti itu, minimal ada ucapan terima kasih.""Harusnya Bapak sadar dong kenapa Adi langsung pergi, karena dia kesal sama Bapak sudah dimaki-maki tidak jelas."Bapak menghembuskan nafas kasar, dengan tertatih, dia pergi ke belakang rumah meninggalkan Ibu yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.Aku menyusul Bapak, hawatir terjadi sesuatu kepadanya."Puas kamu Yusup lihat Abang kamu dimarahin habis-habisan sama Bapak? pasti kamu bangga karena Bapak sudah menjelek-jelekkan Adi," ucap Ibu saat aku akan beranjak, padahal sedari tadi aku hanya diam, tidak ikut berbicara sepatah kata pun."Minum dulu Pak!" ucapku, sembari menyodrokan segelas air putih padanya.Bapak langsung meneguk air minumnya dengan perlahan."Bapak gagal Sup jadi orang tua," ujar Bapak, dia meletakkan gelas yang semula ada digenggamannya"Kenapa Bapak ngomong gitu?""Kamu jangan contoh perangai Abang kamu itu ya, hanya kamu satu-satunya harapan Bapak, semua Abang kamu tidak bisa diandalkan, mereka tidak peduli sama Bapak!""Nanti jika sudah waktunya Yusup yakin mereka akan datang untuk menunjukkan rasa peduli mereka pada Bapak.""Kapan Sup? satu tahun lebih Bapak sakit apa mereka ikut membantumu merawat Bapak?""Pak, mereka kan kerja, otomatis urusannya banyak, tidak seperti Yusup, kebetulan saat ini Yusup lah yang tinggal satu atap dengan Bapak dan tidak memiliki pekerjaan, sehingga Yusup bisa kapan saja membantu Bapak.""Memangnya kerja tidak ada liburnya Sup? sudahlah, jangan dibahas lagi, mungkin mereka akan datang kalau Bapak sudah tidak ada.""Oh, jadi begitu. Sudah puas ngomonginnya? Bapak ini aneh anak sendiri dijelek-jelekkan. Harusnya bersyukur punya anak sibuk, itu artinya mereka bukan pengangguran!" tanpa kami sadari, rupanya Ibu mendengar apa yang Bapak katakan."Kamu diam saja Tati, kepalaku rasanya sakit mendengar ocehan yang keluar dari mulut tajammu itu.""Cccckkkk," Ibu berdecak kesal, kemudian dia kembali masuk ke dalam rumah melalui pintu dapur."Lihat Sup tanah Bapak dulu, setiap musim pasti pohon-pohonnya berbuah lebat," Bapak menunjuk kebun yang dulu merupakan milikinya itu, tanahnya cukup luas dengan beberapa jenis pohon buah, ada alpukat, mangga, nangka, dan rambutan, serta pohon pisang yang selalu ada."Kalau Bapak tahu Jejen bohong, tidak akan Bapak jual tanah itu, seandainya masih milik kita, mungkin bisa jadi ladang rezeki, buah-buahnya bisa kita jual ke bandar langsung.""Bapak yang ikhlas ya, semoga saja ada gantinya.""Gak mungkin Sup, Bapak sudah setua ini, jangankan buat ngumpulin harta, pergi ke kamar mandi aja harus dibantu."Aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Bapak untuk kembali masuk ke dalam."Pak udah sore, kita masuk yu!"Perlahan Bapak pun bangkit, aku hanya memperhatikan, beliau memang tidak pernah mau dibantu kecuali pergi ke kamar mandi.Saat kami masuk melalui pintu dapur, ada Ibu yang tengah menyantap makanan yang tadi aku olah."Lahap benar makannya, kayak orang kelaparan," sindir Bapak."Lapar aku Pak, dari kemarin belum makan nasi, si Mila gak pernah masak, jadi mereka makan di luar terus, tapi Ibu gak pernah dibawain," tutur Ibu.Mereka berbicara seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya, kedua orang tuaku memang seperti itu, sering bertengkar hebat lalu kembali damai seperti biasa tanpa ada ungkapan maaf."Sudah tahu anak dan menantu begitu, masih aja dibelain.""Apa sih Pak, jangan bikin Ibu gak nafsu makan, udah masakannya gak enak, kalau gak lagi lapar, pasti sudah Ibu muntahin."Bapak memilih diam, tidak menanggapi lagi apa yang Ibu katakan.Karena Ibu sudah ada di rumah, setelah magrib nanti aku akan pergi narik, semoga saja ada rezekinya.Perlahan langit pun gelap, aku keluar rumah mengangkat pakaian yang sudah dijemur sejak pagi tadi.Setelah itu, kututup semua pintu dan jendela karena sebentar lagi waktu magrib akan tiba.Baru saja menutup pintu, terdengar suara mobil berhenti di halaman, kubuka kembali untuk melihat siapa yang datang.Rupanya itu adalah Bang Harun, sepertinya dia baru pulang kerja, terlihat dari pakaian yang dikenakannya."Mana Bapak?" tanya Bang Harun saat masuk."Itu," aku menunjuk tempat dimana Bapak sedang berbaring."Pak, kok Bapak gak adil sih," ujar Bang Harun."Apa Harun, datang-datang bukannya ngucap salam malah ngomong gitu," tegur Bapak."Harun, kenapa gak ngabarin kalau mau datang, Ibu kan bisa persiapan masakin makanan yang kamu suka," ucap Ibu, dia langsung menyiapkan segelas teh manis untuk Bang Harun."Tadi Bang Adi nelpon aku, katanya dia baru aja dikasih sertifikat rumah, Bapak kok gak ngomong dulu sama aku," ungkap Bang Adi."Bukan Bapak yang ngasih, tapi Ibumu.""Bu, kenapa gak ngomong dulu sama aku? aku juga anak kalian, berhak dong atas rumah ini!""Ibu gak ngasih, cuma minjemin.""Ini namanya gak adil, tanah yang dibelakang udah dijual Jejen, dan sekarang sertifikat rumah ini dikasih ke Bang Adi, terus aku dapat apa? pokoknya gak mau tahu aku juga mau.""Kamu mau apa?""Mau tanah atau rumah!""Bapak sudah tidak punya apa-apa lagi Harun," ucap Bapak dengan suara lemah."Pokoknya gak mau tahu, rumah ini akan aku jual sebelum dipakai jaminan ke Bank oleh Bang Adi." Tegas Bang Harun"Yusup, ambilkan pisau di dapur, panggil semua Abang-Abang kamu, suruh mereka bunuh Bapak, supaya mereka puas, Bapak udah capek hidup!"Nasib si BungsuPart akhirAkhirnya aku memilih untuk tetap melanjutkan proses hukum, bagaimana pun Ibu dan kedua Abangku harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah mereka lakukan.Bukan apa-apa, karena ini sudah berurusan dengan nyawa, aku takut jika masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, mereka akan melakukan sesuatu yang jauh lebih kejam dari ini.Kasus yang kualami menjadi viral, banyak media yang meliput dan mengikuti bagaimana perkembangan selanjutnya, mungkin karena mencakup hubungan antara Ibu dan anak, sehingga cukup banyak menyita perhatian.Aku mendapat berbagai macam komentar, dari yang mendukung keputusanku sampai ada yang kontra dengan jalan yang kupilih.Masalah ini cukup menyita waktu, hingga akhirnya hakim membacakan vonis hukuman pada Ibu, Bang Adi dan Harun, mereka semua harus mendekam dibalik jeruji besi kurang lebih selama 20 tahu untuk menebus kesalahan yang sudah mereka lakukan."Apa kamu tidak sadar Yusup, Ibu itu sudah tua renta, tidak sampai dua pu
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 31Apakah ini akhir dari hidupku? meregang nyawa di tangan mereka?Meskipun mereka menggunakan penutup wajah dan jaket tebal, tetapi postur tubuhnya sangat aku kenal, sangat mirip dengan Bang Adi dan Bang Harun."Jangan macam-macam, berani gerak akan kubahisi kau sekarang juga!" ucap salah satu dari mereka yang mengarahkan golok pada leherku.Mendengar suaranya, aku semakin yakin bahwa ia adalah Bang Adi.Nyaliku ciut saat melihat benda tajam ini berada persis di depan mataku, ukurannya panjang dan sangat tajam. Terlihat masih seperti baru.Sembari terdiam, aku mengatur strategi, mengingat semua ilmu yang kumiliki, apa saja yang harus kulakukan saat dihadapkan dengan benda tajam seperti sekarang.Aku mengumpulkan semua keyakinan bahwa aku bisa menyelamatkan diri dan akan melawan mereka.Sebuah gerakan kulakukan hingga akhirnya benda tajam ini berhasil kurebut, aku mengunci lengannya agar ia tidak bisa bergerak."Jangan macam-
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 30Setelah mendengar kabar bahwa Ibu diamankan oleh satpol PP, aku langsung berangkat menuju kantor Dinas Sosial untuk mencari tahu apa benar apa yang Bang Jejen katakan."Pak, Yusup hari ini ada urusan dulu jadi buka toko agak siangan," ucapku pada Bapak."Urusan apa emang Sup?""Mau nengok Reyhan Pak," aku berbohong."Yaudah hati-hati Sup.""Iya Pak."Butuh waktu satu jam untuk sampai ke kantor Dinas Sosial.Sepanjang perjalanan pikiranku berkecamuk, dan terus menyalahkan diri, karena egoku Ibu sampai menjadi pengemis. Aku yakin dalang dari semua ini adalah mereka yaitu Bang Adi dan Bang Harun yang tidak mau bekerja keras tapi mau hidup enak.Ibu sudah tua, tubuhnya sangat kurus, pasti banyak orang terenyuh dan mengasihani.Tiba di kantor Dinas Sosial aku sendiri bingung harus pergi ke bagian mana untuk bertanya tentang keberadaan Ibu."Mas, izin mau tanya, kalau mau nyari orang yang diamankan satpol PP ke bagian mana ya?"
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 29"Hallo, Mas, saya mau nanya, ini masalah rumah mau dilanjut apa enggak? dua minggu lagi abis masa sewa nya!" tanya Bu Maya saat panggilan tersambung."Iya Bu, kalau saya sendiri maaf gak lanjut Bu, yang nempatin rumah itu kan sekarang Abang sama Ibu saya, coba saya tanya dulu sama mereka ya, nanti saya kabarin lagi!""Oh, baik Mas, cepat ya kabarin lanjut atau enggaknya, kalau gak lanjut saya mau iklanin biar buru-buru ada yang ngisi!""Baik Bu, akan saya kabarin secepatnya!""Oke Mas, saya cuma mau nanya itu aja!" Bu Maya langsung mengakhiri panggilan.Sudah lama tidak menjenguk Ibu ke sana, bukannya tidak ingat, hanya ingin memberi sedikit pelajaran padanya, penasaran siapa yang mencukupi kebutuhan mereka mengingat kiriman sembako sudah hampir tiga minggu aku hentikan.Hari ini toko tutup lebih cepat, karena sore nanti aku akan pergi mengunjungi Ibu.Tidak ada persiapan, tujuanku hanya untuk memberi tahu bahwa rumah yang
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 28Gegas aku keluar dan kembali pulang ke ruko, apa yang baru saja aku katakan pada Ibu bukan hanya ancaman semata, melainkan aku akan sungguh-sungguh melakukan itu, bukan kejam, hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada Bang Adi dan juga Bang Harun."Tumben lama Sup, tadi ada yang mau belanja tapi mereka pada balik lagi," ucap Bapak saat aku baru sampai di ruko."Iya Pak, di sana lagi ada urusan, makanya Yusup pulangnya telat.""Urusan apa emang?""Bang Harun kembali lagi, sekarang Istrinya juga ikut, maaf ya Pak kalau Yusup agak jengkel sama mereka, abisnya mereka mau enaknya aja, ngurus anak sama nyuci baju aja Ibu yang ngerjain gimana gak kesel coba, Bapak kan tahu kondisi Ibu kayak gimana, kecapean dikit sakit. Mending kalau mereka mau ngurusin, bukannya Yusup perhitungan tahu sendiri kemarin juga siapa yang repot," ucapku panjang lebar, mengungkapkan semua isi hati."Yang salah Ibumu karena gak bisa tegas, jadi mereka
Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 27Mendengar hal itu, aku segera pergi karena hawatir dengan keadaan Arif, semoga saja ia tidak nekat dan kembali turun dengan selamat.Toko langsung aku tutup, tidak lupa sebelum berangkat pamit terlebih dahulu pada Bapak.Di tempat kejadian situasi sudah sangat ramai, banyak warga yang sengaja 'menonton', ada petugas pemadam kebaran yang sedang mencoba menggagalkan aksi percobaan bunuh diri yang sedang Arif lakukan, mata memindai keadaan sekitar, tapi tidak kutemuken keberadaan keluarga Arif.Aku sendiri tidak tahu siapa yang menghubungiku tadi karena nomornya tidak ada dalam daftar kontak.Mungkinkah ini ada kaitannya dengan Yumna? aku mengerti perasaan Arif pasti begitu hancur, wanita yang dia impikan menjadi makmumnya, ternyata lari bersama laki-laki lain dalam keadaan mengandung.Banyak yang berteriak memintanya turun, tetapi Arif masih bertahan berada di puncak.Apa yang bisa aku lakukan dalam kondisi ini? aku takut di