Dengan kemampuan berlarinya, tidak perlu butuh waktu lama untuk sampai ke ruang Kesenian. Bintang langsung membuka pintu ruangan, mengira bahwa Samudra sudah menunggunya di dalam. Namun, dugaannya salah. Tidak ada seorang pun di sana.
Bintang mengumpat. "Kampret! ngapain aku sampai lari-lari kalau tau gini."
Untungnya tidak lama kemudian lelaki itu datang dengan gitar barunya. Bintang langsung mengeluarkan semua sumpah serapahnya karena telah dibuat menunggu.
"Niat latihan gak sih?" Ketusnya.
"Temanku galak amat," ujar Samudra tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Gimana rasanya nunggu? Enak gak?" lanjut Samudra membuat kening lelaki itu berkerut sebelum kemudian dia sadar bahwa Samudra sedang membalas perlakuannya tempo hari.
Samudra tertawa melihat ekspresi terkejut Bintang. Sebenarnya dia tidak benar-benar sengaja terlambat hanya saja melihat ekspresi kesal sahabatnya itu membuatnya ingin mengerjainya seakan dia sengaja melakukanny.
Setelah pulang sekolah beberapa jam yang lalu tidak ada kegiatan yang Dirgantara lakukan selain bermalas-malasan di tempat tidur. Sampai tiba-tiba wajah Binar seakan berada pada semua barang yang ia lihat. Pemuda itu hanya menghela napasnya dan sesekali mengucek-ngucek matanya untuk menghilangkan bayangan gadis itu. Hanya saja semua usaha yang ia lakukan sia-sia, dia tidak bisa menghilangkan bayangan gadis itu di dalam kepalanya. Akhirnya Dirgantara hanya menikmatinya saja. Jika adiknya melihatnya sedang senyam-senyum pada semua barang yang ada di kamar seperti saat ini, mungkin pemuda itu akan dikatakan gila olehnya. Dirgantara semakin hanyut dalam lamunan indahnya sampai suara bell mengacaukannya. Ting tong! "Tolong bukakan pintunya, Bang," teriak Gita yang sedang berada di dapur. Pemuda itu mendengkus, lalu beranjak untuk membukakan pintu. Ternyata yang datang itu adalah adiknya, tetapi dia tidak sendiri, ad
Anak-anak Nature Squad yang lain sudah berada di rumah Baskara, mereka sedang mempersiapkan kepulangannya.Ucapan selamat datang sudah terpasang indah dengan hiasan pita biru dan juga beberapa balon berwarna senada.Rain terlihat gelisah karena Samudra hanya membaca pesannya saja. Dia berharap lelaki itu datang agar persahabatan mereka kembali baik seperti dulu lagi."Rain." Panggil Angkasa melambaikan tangan."Ada apa?" Tanya Rain langsung menghampirinya."Tolong pegangi kursi ini. Aku mau membenarkan posisi bannernya," ujarnya.Tiba-tiba terlihat sebuah taksi berhenti tepat di depan rumah, Bintang segera berlari ke dalam untuk memberitahu teman-temannya bahwa orang yang mereka tunggu sudah datang."Siap-siap," kata Bintang memberi komando.Saat pemuda itu masuk, dengan serempak mereka menyambutnya penuh kegembiraan membuat sang empu terkejut sekaligus merasa terharu dengan penyambutan yang diberikan oleh para sahabatnya.
"Bintang," panggil seorang gadis. "Bintang Alvaro," panggilnya lebih lembut. "Kejora? Ini benar kamu Sayang?" tanya pemuda itu sembari mengucek matanya. Gadis itu hanya tersenyum manis seperti biasanya. "Iya, ini Kejora, pacarnya Bintang." Pemuda itu langsung mendekapnya erat, sangat erat seakan tidak akan pernah dilepaskannya lagi. Gadis yang selama ini dirindukannya telah kembali kedalam pelukannya. "Kamu ke mana saja selama ini? Kenapa meninggalkanku? Kamu masih marah sama aku, Jo?" tanya Bintang lembut seraya mengelus rambut indah milik gadis bernama Kejora itu. Gadis itu tiba-tiba mendorong tubuhnya dan raut wajahnya berubah murung. "Bintang tidak akan melupakan Jo, kan?" tanyanya. Pemuda itu menggelengkan kepalanya terlewat cepat. "Tidak akan. Sampai kapanpun Bintang dan Kejora tidak mungkin berpisah. Langit yang telah menjadi saksinya. Bintang hanya untuk Kejora dan begitupun sebaliknya." Bintang mendekat
Mereka telah sampai di Rumah Samudra. Rain segera mengeluarkan uang dari dompetnya lalu memberikannya pada sang supir taksi. Namun, uang itu diambil kembali oleh Samudra dan digantikan dengan uang miliknya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi pemuda itu menolak uangnya. "Padahal lagi sakit tapi masih saja menyebalkan," kesal Rain pelan meski masih terdengar jelas oleh pemuda itu. "Rumah kamu kok sepi banget? Tante Dewi, om Anton sama Bi Teti ke mana?" Tanya Rain sembari melirik sekeliling rumah besar tersebut. Samudra hanya meliriknya sebentar lalu kembali melangkahkan kaki panjangnya untuk mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya. "Yuk!" Pemuda itu sudah memegang tangan Rain dan hendak membawanya. "Ke mana? Kamu tuh lagi sakit," tanya gadis itu sekaligus memberikan pernyataan. "Mengantarmu pulang lah apa lagi? Aku tidak akan pernah mengijinkanmu pulang sendiri," jawab Samudra. Gadis it
Keesokan harinya, Samudra sudah siap dengan seragam sekolahnya. Meskipun wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi tidak menghilangkan ketampanannya. Rain terlonjak kaget saat sampai di dapur sudah ada orang yang berdiri membelakanginya. Pemuda itu sedang memasak telur ceplok dan juga nasi goreng. Samudra sudah sangat rapih dengan pakaian sekolahnya, berbanding terbalik dengan dirinya yang masih mengenakan piyama dengan rambut acak-acakan. "Samudra," panggil Rain untuk memastikan apa yang dilihatnya. Pemuda itu menoleh dan tersenyum tipis padanya. "Sudah bangun? Sana mandi! Bau." Gadis itu menatapnya tajam lalu mendekatinya. "Bau ya? ... Hah!" Rain langsung ngacir ke kamar mandi sebelum mendengar teriakan Samudra yang menggelegar. "Bau banget. Gila." Teriak Samudra kemudian tersenyum dengan tingkah Rain yang selalu membuatnya gemas. *** Setelah selesai mandi, Rain langsung pergi ke ruang makan untuk
Setelah tampil mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing.Samudra kembali ke tempat duduknya sementara Bintang langsung menghampiri teman sebangku Samudra untuk bertukar tempat dengannya. Lebih tepatnya duduk ke posisi semula."Sam," panggilnya pelan membuat sang pemilik nama terlonjak kaget."Sorry,"lanjut Bintang membuat Samudra mengerjapkan matanya. Butuh sedikit waktu untuk otaknya mencerna perkataan sahabatnya itu."Aku tahu tidak seharusnya aku marah berlarut-larut seperti ini. Ya, walaupun kamu tidak mengatakan pada kami alasannya apa, tapi tetap saja kita tidak bisa menyalahkanmu seratus persen. Kamu mau memaafkanku, kan?" Sorot mata pemuda itu benar-benar memancarkan penyesalan. Samudra tidak melihat sedikitpun kebohongan atau keraguan di sana.Tanpa berkata-kata lagi Samudra langsung memeluk tubuh Bintang membuat sang pemilik tubuh melotot sempurna serta langsung mendorong tubuhnya agar melepaskan pelukannya."
Bintang pergi ke roftoop sekolah. Di sana dia biasa meratapi nasib percintaannya yang tidak kunjung selesai.Bintang berharap kejoranya kembali dan kisah cinta mereka akan berakhir bahagia seperti novel-novel yang sering dia baca bersama gadis itu.Bintang jadi teringat saat mereka bertengkar hanya karena sebuah cerita novel.Waktu itu mereka membaca sebuah novel yang menceritakan seorang wanita yang berjuang agar cintanya dapat bersatu dengan kekasihnya yang sama sekali tidak mencintainya.Bagaimana lucunya saat melihat gadis itu menangis ketika endingnya si wanita meninggal demi kekasihnya itu.Kejora berkata bahwa kisah cinta si wanita di novel sangatlah menyentuh hati, sedang Bintang berpikir bahwa wanita di novel itu bodoh karena mau-maunya berkorban nyawa hanya untuk orang yang sama sekali tidak mencintainya.Bintang terkekeh saat membayangkan kejadian itu, ketika kejoranya marah berhari-hari padanya hanya karena tidak setuju den
"Babas, Kakak boleh masuk?" tanya Bianca dari ambang pintu.Baskara meliriknya sebentar kemudian mengangguk mengijinkannya masuk ke dalam kamarnya. Wanita itu tersenyum tipis lalu langsung duduk di samping adik lelakinya. Dia menarik napas panjang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan keinginannya yang kemungkinan besar akan mendapatkan penolakan."Ikut Kakak pulang ya," pinta Bianca membuat Baskara langsung menegang."Kakak ingin tinggal sama kamu di rumah." Wanita itu menggenggam tangannya.Baskara memejamkan matanya kemudian menatap kakaknya lekat. Terdengar sebuah helaan napas dari hidungnya. "Rumah Babas di sini."Wajahnya berubah sendu ketika mengatakan itu. Lagi-lagi dia menolak untuk tinggal bersama keluarganya.Bukan karena ia membenci mereka, justru karena ia sangat menyayangi mereka. Ia tidak ingin ayah serta kakak pertamanya semakin membencinya."Bas, Kakak mohon! Kakak tidak akan tenang kalau kamu tinggal sendiri," uja