Rain menatap langit malam dari balik jendela kamar. Membayangkan saat pemuda itu meyakinkannya bahwa hujan tidaklah buruk.
Tiba-tiba ponselnya bergetar dan tertulis nama Samudra di sana. Gadis itu segera mengangkatnya seraya membenarkan posisi rambutnya, padahal tidak saling bertatap muka.
"Hallo," ucap Rain.
"Sudah tidur?" tanya Samudra di sebrang sana.
Gadis itu hanya mendengkus seraya menutup jendela kamarnya. "Belumlah. Kalau sudah tidur masa bisa angkat telepon."
"Haha!" Gadis itu menyunggingkan bibirnya ketika mendengar pemuda itu tertawa.
"Bisa saja kan saat aku menelponmu kamu langsung bangun," ujar Samudra mulai menggodanya.
"Mohon maaf, kenapa Bapak ini geer banget, ya?" balas Rain meski sekuat mungkin ia menahan agar tidak tertawa.
Mereka terus berbicara tanpa henti, sampai pemuda itu memintanya membuka jendela kamarnya.
Dengan perasaan berdebar Rain meng
Wira dan Gita merasa keheranan denganmoodanak-anaknya hari ini. Putra sulungnya terlihat berseri-seri sedangkan putri bungsunya terlihat murung dan gelisah."Rain," Panggil wanita itu dengan lembut seraya menyentuh kedua tangan putri bungsunya.Gadis itu mengangkat kepalanya sebagai respon lalu kembali menatap ponselnya, mengabaikan makanan di depannya."Masakan Mama tidak enak ya, Sayang?" tanya Gita memasang raut sedih.Rain langsung menggeleng dan memakannya. "Mama bercanda nih, orang ini enak banget. ""Maafkan Rain, Ma." Gadis itu merasa bersalah karena sudah mengabaikan masakan yang dibuat ibunya."Rain tidak bermaksud mengabaikan masakan Mama, tapi perut Rain lagi kurang baik," alibinya."Astagfirullah, kenapa tidak bilang dari tadi kalau perut kamu tidak enak? Kalau tahu gitu Mama belikan obat," kata Gita dengan sifat keibuannya. Terlihat sekali wanita paruh bay aitu menghkawatirkan anak bungsunya.
Setelah selesai dengan hukuman pertama, kini mereka sudah berada di lapangan untuk melaksankan hukuman kedua.“Sam, kamu yakin?” tanya Rain yang terlihat sangat cemas ketika mereka akan memulai berlari mengelilingi lapangan. Sedangkan pemuda itu hanya menaikan sebelah alisnya, bingung dengan pertanyaannya.“Kabur saja yuk!” Ajak gadis itu seraya menarik-narik tangan Samudra untuk pergi dari sana.“Apa? Ada apa denganmu? Kenapa kamu bersikap sangat aneh?” tanya pemuda itu semakin dibuat bingung dengan tingkah anehnya.“Eeuu … tidak apa-apa, hanya saja …,” ucap Rain bingung untuk melanjutkan kalimatnya. Mana mungkin kan ia bilang kalau dia merasa khawatir akan keadaan pemuda itu? Sama saja dengan bunuh diri.“Hanya saja?” tanya Samudra menunggu Rain menyelesaikan ucapannya.“Hanya saja … hanya saja aku lapar. Iya, itu,” jawab gadis itu membuat alis Sam
“Sarah, berhenti!” Pinta Samudra meninggikan suaranya seraya mengehempaskan tangannya yang masih di genggam oleh gadis itu. Kini mereka sedang berada di atas rooftop sekolah. Sarah membawanya ke sini agar bisa leluasa berbicara dengan sepupunya itu tanpa gangguan dari siapapun. “Kemari, lukamu harus segera di obati,” katanya tidak marah sama sekali ketika pemuda itu mengehempaskan tangannya dan sedikit membentaknya. “Tahan ya, ini akan terasa sedikit perih.” Lanjut gadis itu seraya akan menempelkan sapu tangannya untuk membersihkan darah di sudut bibir Samudra yang terluka. Namun, sebelum sapu tangan itu menyentuh permukaan kulitnya, tangan pemuda itu lebih dulu mengehentikannya dan kemudian menjauhkannya. “Sa, aku mohon stop bersikap berlebihan seperti ini,” pintanya merasa risih dengan perlakuan Sarah yang terlalu memperhatikan dan menjaganya. “Dan kamu stop membuatku khawatir.” Balas gadis itu kembali dengan pekerjaannya yang sempat
"Sarah, sebenarnya Sam itu siapa kamu?" tanya Angkasa membuat Sarah menaikkan sebelah alisnya, bingung akan pertanyaan pemuda itu. "Lho, kamu juga tau kan dia sepupu aku," jawabnya. "Sepupu ya?" Pemuda itu tersenyum miring, "bohong!" "Bohong? Apa maksudnya Bohong? Kenapa kamu malah nuduh aku bohong? Kamu kenapa sih? Kalau memang tidak mau berteman denganku lagi ya sudah, tapi bukan begini caranya," gadis itu menjadi kesal karena telah dianggap berbohong. "Aku cemburu!" aku Angkasa sudah tidak bisa membohongi perasaannya lagi. Setelah mengatakan itu Angkasa menarik napas Panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku cemburu melihatmu pelukan dengannya. Gak ada sepupu yang memberikan perhatian lebih sampai meluk-meluk gitu. Perhatian kamu tuh seperti seorang wanita kepada lelakinya,bulshitkalau kalian tidak ada hubungan apa-apa," lanjutnya membuat Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali. Gadis itu masih terkejut
Maya melihat putra sulungnya sedang membereskan pakaian dan beberapa perlengkapan yang akan pemuda itu bawa."Aa, yakin mau berangkat besok? Bukankah Aa bilang berangkat setelah kelulusan?" tanyanya. Pemuda itu hanya mengangguk dengan lemah."Kenapa terburu-buru sekali?” tanyanya lagi. Wanita paruh bay aitu masih merasa aneh dengan keberangkatan putranya yang tiba-tiba.“Mungkin hanya dengan cara ini aku bisa lupain dia, Bu,” jawab Angkasa dalam batinnya.Tok! Tok! Tok!"Siapa yang bertamu, ya?" pikir Maya. Dia pun pergi dari kamar putranya untuk membukakan pintu."Assalamu'alaikum," ucap seseorang di luar rumah memberi salam."Wa'alaikumusalam," jawab wanita itu, "eh, Nak Sam, silakan masuk.""Angka nya ada Tante?" tanya Samudra dengan ramah.Wanita itu tersenyum memperlihatkan sifat keibuannya. "Sebentar, Tante panggilkan. Silakan duduk, Nak."Maya kembali masuk untuk memanggi
"Argh!Apa yang baru saja aku lakukan?" Netranya menerawang jauh ke laut lepas yang membentang kebiruan, membiarkan ombak menyapu kakinya. Pemuda itu masih tidak percaya dengan apa yang diakukannya, membongkar begitu saja rahasia yang selama ini dia simpan rapat-rapat.Saat sedang melampiaskan kekesalannya tiba-tiba Samudra melihat seorang pemuda berkepala plontos berjalan ke tengah laut."Woy!!" Cegah Samudra langsung menarik tangannya dan betapa terkejutnya ketika mendengar suara pemuda itu yang terdengar seperti suara perempuan."Lepaskan aku!" bentaknya."Kamu perem--"Gadis berkepala plontos itu menatapnya dengan mata berkaca-kaca lalu menghempas tangan Samudra dan langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun.Dengan masih keterkejutannya Samudra kembali mengejar gadis itu untuk meminta maaf karena telah menganggapnya seorang laki-laki, Samudra yakin ucapannya itu sudah membuat gadis itu tersinggung.
Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu
Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k