Pov Author**Dua orang polisi ditugaskan untuk berpura-pura menjadi pelanggan yang tengah mencari gadis belia pada Mami Zessy. Tentunya hal ini ada campur tangan dari Indah. Indah beralasan di hadapan mami Zessy jikalau kedua polisi yang tengah menyamar itu adalah salah seorang kenalannya yang berniat untuk mencari jasa esek-esek. Oleh sebab itulah Indah mengajaknya ke tempat dirinya bekerja dan bernaung selama ini. Kedua polisi yang menyamar itu pun masuk ke dalam club rahasia milik mami Zessy tanpa adanya kendala yang berarti. Cukup lancar sebab Indah lah jalur mereka masuk ke dalam sana. Hingga akhirnya kedua polisi itu benar-benar berada di dalam club di mana di dalamnya benar-benar seperti apa yang Indah ceritakan saat pelaporan kemarin. Diam-diam kedua polisi itu merekam setiap kejadian dan perbuatan orang-orang yang ada di dalamnya. Mulai dari penari striptis, para ladies escort peneman para pria hidung belang, serta model bug*l yang siap disewa bagi siapa yang berani memb
Pov Pandu**Bertahun-tahun lamanya aku mendekam di balik jeruji besi karena kasus penculikan anak yang tak jadi itu. Selama bertahun-tahun itu pula aku hidup dalam penuh perasaan penyesalan. Apalagi aku hanya bisa memantau perkembangan Daffa melalui foto-foto yang ditunjukkan oleh Mama yang tentu saja membuat diri ini semakin sesak tiada terkira. Andai, andai dan andai. Andai aku tak melakukan perselingkuhan itu, pasti sampai saat ini aku hidup bahagia bersama keluarga kecilku. Hidup bersama Vita dan juga Daffa. Namun, penyesalan hanya tinggallah penyesalan. Tak berguna. Hukuman dengan beberapa tahun hidup di balik jeruji besi bagiku tak ada apa-apanya dibandingkan hidup dalam kungkungan sebuah penyesalan.Memang, kehancuran seorang lelaki akan terjadi jika ia telah menyakiti pasangannya. Dan aku telah membuktikannya. Soal Lidya, aku sudah tak tahu lagi bagaimana kabarnya. Perempuan itu tengah hidup bahagia di sana. Ia sedang menikmati perannya sebagai seorang psk. Tak bisa
Suara derit pintu terdengar seiring daun pintu terbuka, membuatku menoleh ke arah sumber suara. Sedetik kemudian terlihatlah sosok lelaki tampan bertubuh tegap, dengan kumis tipis dan berahang tegas.Lelaki itu tersenyum lalu melangkah mendekatiku yang sedang duduk di tepi ranjang. Langkahnya terhenti lalu menimpa tubuhnya di sampingku."Jagoan Papa udah bobok ya ternyata. Padahal mau Papa ajak nonton bola," ucap Mas Pandu seraya mengelus pipi Daffa.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 20.00 Wib. Sejak Mas Pandu ke luar karena tangisan Daffa, ia tak kunjung pulang. Aku beringsut dari sebelah ranjang, melihat Daffa sedang tertidur nyenyak. Lalu aku melangkah menuju jendela, kusibak tirai dan kubuka jendela. adalah angin yang menghambur ke tubuhku.Aku berdiri dengan tubuh bersandar, ucapan Mas Pandu saat ia mengatakan keinginannya terus terngiang di telingaku. Hingga membuat dada ini kembali terasa sesak. Seperti ada bongkahan batu yang menghimpit d
Mataku mengerjap pelan saat terasa ada seseorang yang menggoyang-goyangkan tubuhku dan memanggil namaku dengan pelan."Ada apa, Mbok?" bertanya saat lamat-lamat terlihat Mbok Jum sedang berdiri di samping sampingku. Kedua mataku kembali menutup, sungguh kedua mata ini masih ingin terpejam. Enggan untuk terbuka."Den Daffa nangis, Bu. Mungkin dia haus," jawab Mbok Jum dengan posisi berdiri seraya menimang Daffa.
Suara Mbok Jum yang memanggilku dengan diiringi ketukan halus pada daun pintu membuatku tersadar dari lamunan."Masuk," ucapku datar dengan tubuh yang masih terduduk di ranjang dan bersandar di kepala ranjang. Sedetik kemudian terlihat tubuh Mbok Jum menyembul dari balik pintu.Perempuan berbaju sederhana yang telah mengabdikan dirinya selama tujuh tahun menjadi ART di rumahku itu melangkah mendekat dengan membawa nampan di kedua tangannya."Bu Vita sarapan dulu ya. Kasihan dari tadi pagi perutnya belum terisi," ucap Mbok Jum seraya menyerahkan s
"Sudah tenang?" ucap Aulia sewaktu-waktu setelah tangisku mereda. Kuurai pelukan itu, setelah kutumpahkan sesak, kecewa dan sakit hati yang ada di dadaku bersamaan dengan air mata yang keluar.Aku mengangguk. Terasa tangan meremas genggaman tangan."Ceritalah. Akan kudengarkan segala beban yang ada di dalam benakmu." Aku mengangguk mendengar ucapan Aulia. Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan sebelum kumu
"Mbok." Panggilanku membuat tubuh Mbok Jum terlonjak kaget, cepat ia menoleh ke arahku. Lalu terlihat Mbok Jum meletakkan serbet yang tadi ia gunakan untuk membersihkan guci di ruangan keluarga. Tepat di depan kamarku."Maaf, Bu. Simbok kaget," ucapnya dengan tubuh sedikit membungkuk."Daffa di mana, Mbok?""Den Daffa?" tanya Mbok Jum seperti tidak percaya, aku mengangguk. Sedetik kemudian terlihat cairan bening menggenang di kedua pelupuk matanya."Mbok?!" "Eh, iya, Bu. Ibu sudah baikan?""Ya. Saya baik-baik saja, Mbok."Cepat Mbok Jum menghapus buliran bening yang hampir saja terjatuh dari tempatnya."Simbok nangis?""Enggak, Bu. Sebentar, Bu. Tadi Bu Vita tanya di mana Den Daffa kan? Bu Vita istirahat di kamar saja. Biar Simbok bawa Den Daffa ke kamar Bu Vita."