Suara derit pintu terdengar seiring daun pintu terbuka, membuatku menoleh ke arah sumber suara. Sedetik kemudian terlihatlah sosok lelaki tampan bertubuh tegap, dengan kumis tipis dan berahang tegas.Lelaki itu tersenyum lalu melangkah mendekatiku yang sedang duduk di tepi ranjang. Langkahnya terhenti lalu menimpa tubuhnya di sampingku."Jagoan Papa udah bobok ya ternyata. Padahal mau Papa ajak nonton bola," ucap Mas Pandu seraya mengelus pipi Daffa.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 20.00 Wib. Sejak Mas Pandu ke luar karena tangisan Daffa, ia tak kunjung pulang. Aku beringsut dari sebelah ranjang, melihat Daffa sedang tertidur nyenyak. Lalu aku melangkah menuju jendela, kusibak tirai dan kubuka jendela. adalah angin yang menghambur ke tubuhku.Aku berdiri dengan tubuh bersandar, ucapan Mas Pandu saat ia mengatakan keinginannya terus terngiang di telingaku. Hingga membuat dada ini kembali terasa sesak. Seperti ada bongkahan batu yang menghimpit d
Mataku mengerjap pelan saat terasa ada seseorang yang menggoyang-goyangkan tubuhku dan memanggil namaku dengan pelan."Ada apa, Mbok?" bertanya saat lamat-lamat terlihat Mbok Jum sedang berdiri di samping sampingku. Kedua mataku kembali menutup, sungguh kedua mata ini masih ingin terpejam. Enggan untuk terbuka."Den Daffa nangis, Bu. Mungkin dia haus," jawab Mbok Jum dengan posisi berdiri seraya menimang Daffa.
Suara Mbok Jum yang memanggilku dengan diiringi ketukan halus pada daun pintu membuatku tersadar dari lamunan."Masuk," ucapku datar dengan tubuh yang masih terduduk di ranjang dan bersandar di kepala ranjang. Sedetik kemudian terlihat tubuh Mbok Jum menyembul dari balik pintu.Perempuan berbaju sederhana yang telah mengabdikan dirinya selama tujuh tahun menjadi ART di rumahku itu melangkah mendekat dengan membawa nampan di kedua tangannya."Bu Vita sarapan dulu ya. Kasihan dari tadi pagi perutnya belum terisi," ucap Mbok Jum seraya menyerahkan s
"Sudah tenang?" ucap Aulia sewaktu-waktu setelah tangisku mereda. Kuurai pelukan itu, setelah kutumpahkan sesak, kecewa dan sakit hati yang ada di dadaku bersamaan dengan air mata yang keluar.Aku mengangguk. Terasa tangan meremas genggaman tangan."Ceritalah. Akan kudengarkan segala beban yang ada di dalam benakmu." Aku mengangguk mendengar ucapan Aulia. Kuhela napas panjang dan kukeluarkan secara perlahan sebelum kumu
"Mbok." Panggilanku membuat tubuh Mbok Jum terlonjak kaget, cepat ia menoleh ke arahku. Lalu terlihat Mbok Jum meletakkan serbet yang tadi ia gunakan untuk membersihkan guci di ruangan keluarga. Tepat di depan kamarku."Maaf, Bu. Simbok kaget," ucapnya dengan tubuh sedikit membungkuk."Daffa di mana, Mbok?""Den Daffa?" tanya Mbok Jum seperti tidak percaya, aku mengangguk. Sedetik kemudian terlihat cairan bening menggenang di kedua pelupuk matanya."Mbok?!" "Eh, iya, Bu. Ibu sudah baikan?""Ya. Saya baik-baik saja, Mbok."Cepat Mbok Jum menghapus buliran bening yang hampir saja terjatuh dari tempatnya."Simbok nangis?""Enggak, Bu. Sebentar, Bu. Tadi Bu Vita tanya di mana Den Daffa kan? Bu Vita istirahat di kamar saja. Biar Simbok bawa Den Daffa ke kamar Bu Vita."
"Sekuat apapun kalian membujukku, tak akan bisa mengurungkan niatku. Vit, percayalah Lidya itu perempuan yang baik. Kamu hanya perlu sedikit beradaptasi, seiring berjalannya waktu kamu akan terbiasa dengan posisimu. Kamu hanya perlu belajar untuk sedikit berbagi."Mendengar ucapan Mas Pandu membuat hati ini terasa nyeri, serasa ada yang meremasnya, kuat. Satu ucapan tapi mampu memporak-porandakan cinta ini. Satu ucapan tapi membuatku seperti terhempas dengan begitu kerasnya.Apa dia pikir semudah itu membagi seorang suami?Kukira dengan kedatangan Mama mertua bisa merubah segalanya. Namun semua hanya angan-angan belaka. Ucapan dan kemarahan Mama mertua tidak ada artinya.Hanya air mata sebagai bentuk betapa sakit dan kecewa nya diri ini."Sudah. Tidak perlu berdebat lagi. Sama sekali t
"Assalamualaikum, Ma...," ucapku setelah kuangkat panggilan itu. Jantung ini terpacu jauh lebih kencang."Waalaikum salam. Vit kamu tahu foto suami kamu yang tersebar di dunia maya?"Deg.Sesaat kupejamkan kedua mataku. Benar dugaanku, soal itulah yang membuat Mama menghubungiku."Fo–foto mana, Ma? Vita nggak tahu," ucapku berbohong."Lihatlah akun faceb**k bernama Senja Mentari, dia memposting beberapa foto suami kamu dengan perempuan lain. Sekarang di mana Pandu?" Terdengar sekali nada suara Mama seperti orang menahan amarah."Mas Pandu sedang bekerja, Ma. Biar nanti kutanyakan sama Mas Pandu sial itu.""Jika suami kamu terbukti selingkuh, tinggalkan dia! Kau mengerti?!""I–iya, Ma. Sudah ya Ma,