Tidak ada satu panggilan pun yang Meliana jawab, ia yakin sedari tadi Rika menunggunya di rumah dengan banyak barang yang siap untuk mereka ambil gambar dan posting.
Tapi, di sinilah Meliana berhenti, di tempat yang dia benci untuk pertama kali datang sekaligus, tempat di mana ia bertemu dengan Arga setelah sekian lama terpisah.
Meliana menunduk dan tenggelam dalam siksaan batinnya, lagi-lagi nasib tidak berpihak kepadanya.
"Kenapa aku harus bertemu dengan wanita kejam itu lagi?" tangisnya terdengar memiluhkan.
Mata bengkak dengan air mata yang tidak mau berhenti itu seolah menjadi tanda seberapa parah dan pedihnya hal yang menimpa Meliana hari ini.
Dia bertemu lagi dengan ibu Arga,
Wanita itu berdiri menghalangi motor Meliana yang hendak masuk ke area dekat rumah kontrakan, entah dari mana wanita itu tahu tempat tinggal baru Meliana, yang jelas pertemuan itu terjadi hari ini.
Neni bergaya dengan mobilnya yang menjadi sandaran, tangannya menunjuk Meliana dari atas hingga bawah dengan decakan remeh seperti dulu.
"Kita bertemu lagi, Amel atau Meliana yang tercinta," sapa Neni dengan senyum sinis dan remehnya.
Meliana berusaha mencari jalan lain untuk menghindar, ia merasa tidak ada urusan dengan Neni saat ini, tapi wanita itu meminta supirnya untuk menghalangi setiap celah yang Meliana ambil.
"Lihatlah gadis kampung dan miskin itu, dia bergaya sangat berharga padahal dia tidak pantas dihargai sama sekali," ucap Neni remeh.
Meliana menoleh, ia sempat melirik tajam, tapi hanya sebentar dan memutuskan untuk kembali mencari celah, dia sungguh tidak mau menanggapi ocehan Neni.
Neni tarik tas Meliana sampai berkas perpisahan dengan Natan itu kembali berhamburan, mau tidak mau Meliana harus berhenti dan turun dari motornya, memunguti berkas itu dan tidak membiarkan Neni membacaknya.
"Apa itu surat perpisahanmu dengan pria yang kau cintai itu, hah?" dari keterangan awal yang tercetak tebal, sudah bisa Neni tebak.
Meliana tidak menjawab, itu bukan urusan Neni sama sekali.
Sret,
"Apa maumu?" balas Meliana, ia kesal dengan Neni yang tidak jelas terus menghalangi jalannya.
"Jual mahal sekali kau sekarang ya, baru saja menjadi menantu orang kaya ... Eh, aku lupa kalau kau sudah diceraikan, astaga, ahahahah ...."
"Apa maksudmu?" Meliana tidak tahan, ia ingin segera pergi dari hadapan wanita itu.
Neni cengkram dagu Meliana sampai gadis itu meringis kesakitan, jalan itu kebetulan sepi sehingga Neni leluasa memberi pelajaran untuk Meliana.
"Jangan dekati Arga!" ucap Neni memberi peringatan. "Aku bisa membuatnya hancur dan kau juga, kalau sampai kau mendekatinya," imbuhnya.
"Aku tidak mendekatinya, lepaskan aku!"
"Tapi, kau muncul di hidupnya lagi!" Neni lepaskan kencang cengkraman tangan itu, Meliana terdorong dan tersungkur ke tanah.
Meliana pegang siku kirinya yang terbentur cukup keras, ia berusaha berdiri kembali dengan sisa tenaga yang ada, kalau bukan seorang ibu dari pria yang sangat ia sayangi dulu, Meliana pastikan sudah membalas dorongan itu tanpa peduli Neni terluka.
Dia tidak bisa melakukan itu karena Neni adalah ibu Arga, dia ingin Arga membencinya, tapi dia tidak mau berbuat buruk dan menghalalkan segala cara.
"Aku peringatkan sekali lagi, kau harus menjauh darinya. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah memberi restu pada kalian! Atau kau mau aku menghancurkan hidup Arga, hah?"
Meliana terdiam, dia tidak mau terjadi apa-apa dengan Arga.
"Kau tidak mau kan? Kalau begitu jangan pernah muncul atau mau Arga temui lagi, kalau tidak ... Maka aku akan membuat dia celaka," ucap Neni mengancam sekali lagi.
"Kenapa kau kejam sekali dengan anakmu sendiri? Kenapa kau tidak membiarkannya bahagia?" balas Meliana.
"Apa! Bahagia katamu ... Aku selalu melakukan apapun yang terbaik untuknya, tapi dia selalu melawan dan memilih jalan yang bertolak belakang denganku, termasuk mencintai gadis kampung dan banyak kekurangan sepertimu!" jelas Neni. "Untuk apa aku penuhi semua maunya kalau dia hanya melakukan hal yang tidak berguna, itu akan sia-sia, daripada dia tenggelam dalam keburukan denganmu, lebih baik aku tenggelamkan saja dia sekalian," imbuh Neni tegas.
Meliana tidak bisa berkata apa-apa, sampai Neni pergi dari hadapannya, Meliana hanya bisa mematung.
Kenapa kehadirannya selalu dianggap sebagai pembawa sial dan buruk?
Apa salahnya terlahir dari keluarga yang kurang dan dia sendiri banyak kekurangan, Meliana tidak pernah memintanya, apa itu salahnya?
"Anakku tidak akan bahagia bersatu denganmu, hidupnya akan sunyi karena kau tidak akan pernah bisa mempunyai anak untuk menebus semua kerja kerasnya, kau berpenyakit, gadis kampung!"
Meliana tutup kedua telinganya, apa yang Neni katakan tadi terus saja berputar dan terngiang jelas.
Ia tidak mau menjadi lemah karena ucapan itu, tapi terasa sangat sakit bila itu berhubungan dengan Arga, dia sungguh tidak bisa.
***
"Apa aku tidak akan bisa punya anak?" tanya Meliana, ia sempatkan datang ke sebuah klinik yang dulu pernah ia datangi bersama Natan.
Matanya yang sembab dan wajahnya yang layu membuat dokter di sana ikut larut dalam kesedihan yang Meliana sembunyikan, Meliana tidak bercerita, tapi raut wajah itu sudah mewakili semuanya.
"Tidak ada yang mengatakan kalau kau tidak bisa, hanya saja kau membutuhkan terapi untuk membantu kesuburan dan keseimbangan hormonmu, Mel. Penyakit yang kau derita lama itu tidak menjadi penghalang untuk kau mendapatkan keturunan, asal kau dan suamimu sabar melewati banyak urutan terapi di sana," jelas dokter itu.
Meliana menunduk, ia pun bertanya lirih dan seolah ia tengah meminta izin, "Makanan apa yang bisa mendukung dan obat apa saja, Dok?"
"Kau mau mencobanya?"
"Iya, setidaknya biar aku perbaiki yang ada dalam diriku dulu, baru di-dia," jawab Meliana, ia belum dan sengaja tidak mengatakan kalau pernikahan itu sudah hancur.
Meliana tidak tahu kenapa motornya berakhir ke klinik itu setelah ia menangis lama di taman, banyak hal yang ia renungkan sampai ia memutuskan hal yang ingin ia hindari dan tidak ia percayai.
Dia tidak yakin kondisinya akan membaik, tapi Meliana ingin mencobanya, membuktikan pada dunia kalau dia layak untuk dihargai meskipun kekurangan itu masih ada, setidaknya dia sudah berusaha.
"Apa kau melakukan ini karena kau ingin menikah lagi?" tanya Rika, ia ikut menangis mendengar cerita Meliana hari ini, sejak bertemu Arga, Meliana lebih banyak menangis.
Meliana masih menggelengkan kepalanya, "Aku tidak melakukan ini karena tujuan itu, aku hanya ingin memperbaiki diriku sendiri, hanya itu, tidak ada tujuan lainnya."
Rika dekap teman baiknya itu, ia sudah menunggu Meliana seharian dan harus melihat Meliana pulang dengan wajah penuh kesedihan.
"All is well, Mel. Kamu berharga dan selamanya seperti itu, mereka tidak tahu apa-apa," ucap Rika sembari menepuk lembut punggung Meliana.
"Kenapa tidak pernah berbagi dengan Ayah, Nak?" tanya Heri, batinnya teriris mendengar kebenaran yang selama ini Meliana sembunyikan darinya.Sebuah kenyataan pahit yang sama sekali tidak pernah diimpikan banyak orang dalam hidupnya."Apa menurut Ayah pilihan yang aku buat ini benar? Aku sungguh tidak bertujuan apapun selain memperbaiki kondisi tubuhku, itu saja."Heri mengangguk, "Apa yang sudah kamu pilih itu yang terbaik, kita tidak perlu berubah karena orang lain, tapi berubahlah karena memang ada hal yang perlu kamu perbaiki dalam hidupmu, orang lain hanya penikmat, sedang kita yang merasakan manfaatnya nanti. Ayah yakin kamu akan semakin merasa sehat dan bisa lincah berjualan bersama Rika," jawab Heri sembari memeluk putrinya.Gadis kecil yang ia besarkan dengan penuh cinta meskipun banyak kekurangan yang membuat Meliana tidak tumbuh seperti anak-anak lain seusianya, banyak yang Meliana lewatkan, tapi itu semua Heri b
Ada rasa yang tidak biasa ketika mereka berdua bertemu, Meliana yang ragu-ragu untuk tersenyum dan mata Arga yang malu-malu untuk mengakui kalau ini adalah hal yang ia tunggu-tunggu.Canggung, itu yang terjadi saat ini, baik Meliana maupun Arga sama-sama tidak tahu harus berbuat apa dan memulai pertemuan ini dengan sapaan apa.Meliana angkat satu tangannya, melambai kaku pada Arga yang sontak berjalan mendekat.Jujur, ingin Arga peluk gadis yang tengah berdiri di depannya itu, tapi ia tidak mau gegabah, Meliana sudah mau menemuinya saja itu hal yang patut ia syukuri dalam-dalam."Ha-hai," sapa Meliana gugup.Arga tersenyum canggung, "Ha-hai juga," balasnya dengan suara bergetar, kakinya saja tidak bisa tenang berdiri di dekat Meliana."Kenapa?" Meliana tunjuk kaki Arga yang bingung mau bergaya seperti apa."Tidak, ak-aku ... Gugup, Mel."Meliana tergelak mendengarnya, tawa ya
Minggu pagi, bagi mereka yang pekerja kantoran, hari ini adalah hari malas sedunia atau hari di mana mereka bisa sepanjang waktu bersama keluarga untuk menyegarkan fikiran.Berbeda dengan para pedagang seperti Meliana dan Rika, dua gadis berparas manis nan cantik itu sibuk menata barang dagangan dengan peralatan seadanya, beberapa daster ada yang terpajang, ada juga yang masih terlipat rapi.Daster Rumah Holic, itu nama toko online yang Rika dan Meliana buat.Ini hari pertama mereka membuka dagangan di depan umum dan langsung bertemu dengan pelanggan yang tentu belum mengenal, sebagian mata sudah melirik dan mencuri pandang saat Meliana sibuk menata barang dagangannya itu, ada jutga yang sudah sempat mampir dan berjanji kembali lagi setelah semuanya beres."Kita mulai ya," ucap Meliana bersemangat.Rika mengangguk, ia baru saja selesai memasang stand banner dan beberapa lebel harga, semua yang terpajang di sana siap u
"Aku ingatkan sekali lagi, jangan usik dan atur hidup Arga!" ulang Harto tegas.Ia sudah muak dengan semua rencana Neni selama ini, bukan membuat bahagia Arga, tapi justru sengsara, sampai detik ini hanya senyum sekilas saja yang mampir pada diri Arga, tidak selamanya."Dia anakku!" balas Neni."Dia anakku juga dan kau ... Tolong, hentikan drama bodohmu itu, dia tidak akan pernah bahagia dan biarkan kali ini dia menjalani hidupnya dengan tenang!"Harto tahu niat Neni dan tujuannya itu baik, tapi cara yang Neni terapkan pada Arga salah, selama ini Arga tidak menjadi dirinya sendiri.Arga terlalu patuh dan penurut pada Neni sejak kecil, lambat laun Arga tampak terpaksa, selalu ada keluh kesah yang ia sembunyikan dari Neni selama ini."Kau ingin anakmu bahagia, biarkan dia bahagia, biarkan dia menjadi dirinya sendiri, bukan boneka yang kau gerakkan agar kau yang harus bahagia, aku muak dengan semua ini!" tega
"Kau yakin baik-baik saja, Mel?" tanya Arga untuk kesekian kalinya."Iya, tenang saja." Meliana teguk minuman yang Arga pesankan.Ini bisa menjadi kencan pertama mereka setelah banyak purnama yang terlewati, wajah cantik dan manis Meliana yang tidak pernah pudar dan pandangan penuh kekaguman yang juga tidak mau pergi dari mata Arga."Jangan melihatku seperti itu, aku malu!""Ehehheheh, aku rindu, Mel."Rona merah kembali beranii tampil di wajah Meliana, ia setengah menunduk membalas tatapan Arga, hilang sudah rasa sakit di sekujur tubuhnya karena ulah Neni tadi, wanita itu benar-benar tidak akan merestui mereka sampai kapanpun.Anehnya, tidak ada yang tahu alasan pasti dari perlakuan buruknya itu, bila membahas kekurangan Meliana, itu bukan hal yang bisa membuat dendamnya mendarah daging, bahkan sampai Neni tidak bisa memaafkan atau memberi kesempatan seperti para ibu lainnya, Meliana yakin ada hal lain ya
Satu minggu setelah pertemuan tragis di cafe itu terjadi, hanya berbalas pesan dan suara saja yang Meliana dan Arga lakukan.Keduanya belum bertemu, Arga yang sibuk dengan tugas barunya, sedangkan Meliana bersama Rika melakukan perjalanan jauh untuk melihat secara langsung konveksi daster yang selama ini menjadi suplier mereka.Tidak pernah ada rindu yang besar seperti ini di dalam hatinya, mengulas sebuah rindu yang sempat terkubur di masa lalu."Kau datang hanya untuk membahas gadis kampung tidak sempurna itu, hah?" Neni terlihat kesal menyambut kedatangan putranya.Arga mengangguk, "Apa yang Ibu inginkan sebenarnya? Apa alasan Ibu menghalangi aku dan Meliana dari dulu?""Dia tidak-""Tidak sempurna karena dia sakit, tapi bukan berarti dia tidak bisa sembuh, Bu. Katakan apa alasan Ibu melakukan semua ini sampai hari itu juga menjadi jebakan untukku!" pinta Arga.Mungkin ini tidaklah benar ber
Meliana ulas senyum lebar, setiap minggu akan ada wajah yang menjadi semangat untuknya mencari topangan hidup.Di taman yang terkenal dengan matahari tenggelamnya itu, Arga duduk di kejauhan, mengamati dan mengawasi Meliana selama berjualan.Sejak pagi buta hingga matahari tegak benderang dan membuat mata memicing untuk menikmatinya.Puluhan daster terjual, baik itu pembelian langsung ataupun yang berasal dari pesanan online, usaha kecil itu semakin berkembang dan melesat melebihi target Meliana diawal dulu."Minum dulu," ucap Arga.Meliana mengangguk, ia berhenti melipat daster dan mengambil duduk lesehan di samping Arga, pasar pagi sudah selesai, mereka bersiap-siap mengisi perut dan pulang."Hem, segarnya," ulas Meliana dengan kerjapan yang membuat Arga gemas.Mereka tidak muda lagi, tapi pertemuan ini seperti membuat mereka merasa muda, bahkan kemba
Dengan langkah tertatih, Rika menuntun Meliana masuk ke rumah orang tuanya, tidak ada tempat lain dan tidak mungkin pergi ke rumah ayah Meliana karena Meliana tidak mau ayahnya syok."Rik, ini teh untuk Amel," ucap Surti, ibu Rika."Terima kasih, Bu."Rika biarkan Meliana menyendiri dulu sembari menunggu teh itu lebih dingin, dia beringsut ke luar kamar untuk menghubungi Juna dan Arga.Entah kenapa Rika merasa kejadian itu ada hubungannya dengan mereka, bisa jadi ibu Arga yang menjadi dalang di balik peristiwa kebakaran ini mengingat wanita itu tengah berusaha memisahkan putranya dan Meliana.Dering ketiga baru terdengar suara serak Juna, pria itu menjawab setengah bergumam."Apa! Kau tidak berbohong, sungguh?" mata sayup itu sontak terbuka lebar, nyawa yang lepas, kembali dengan cepat."Mana mungkin aku bercanda, kami sedang ada di rumah orang t