共有

Penyesalan

作者: Amegatari
last update 最終更新日: 2023-09-12 16:15:12

Nathan merasa senang karena Erin mau memberikan kesempatan untuknya agar bisa dimaafkan. Ia benar-benar menyesal sehingga ingin menunjukkan kesungguhannya untuk Erin. Laki-laki bermata hitam itu tidak tahu bahwa apapun tindakannya nanti adalah hal yang sia-sia di hadapan gadis itu.

“Kamu kelihatannya lagi seneng?” tanya David yang tampak sudah bersiap berangkat bekerja.

“Erin udah mau ngomong sama aku.”

David diam, ia hanya menghela nafas panjang namun tidak mengatakan apa pun lagi. Laki-laki bermata coklat itu mulai mengambil roti isi yang sudah disiapkan oleh ibunya.

Hardion yang mendengar percakapan dua putranya itu ikut bertanya. “Erin sudah memaafkan mu?”

“Ehmm, belum tapi Erin sudah mau diajak bicara.”

Hardion mengangguk. “Bagus, kamu bisa mengundangnya makan bersama supaya dia merasa dekat lagi.”

David menatap ayahnya dengan ekspresi heran. Ia tidak mengerti kenapa ayahnya tampak ikut campur dengan urusan percintaan anaknya.

“Malam ini?” tanya Nathan memastikan.

“Tanyakan dulu kapan Erin memiliki waktu luang.”

“Baik.”

Kali ini David mengalihkan pandangan ke arah ibunya yang tampak tidak tenang. ‘Tumben ibu diam? Biasanya ibu selalu bersemangat jika berbicara tentang Erin.’

“David, kakek mu akan berkunjung bulan depan,” ucap Hardion tiba-tiba.

“Ya,” jawab David singkat. Ia bisa menebak kakek yang dimaksud. Tentu saja ayahnya yang akan menyampaikan jika keluarganya akan datang berkunjung, begitu juga dengan ibunya.

“Persiapkan dengan baik.”

‘Hahh… Ayah ternyata sama saja dengan kakek ya,' ucap David dalam hati.

“jangan memaksa anak-anak mu untuk memenuhi ekspektasi kakeknya,” ucap Amelian yang akhirnya membuka suara.

“Aku tidak memaksakan, itu untuk mereka sendiri. Apa kamu senang melihat anak mu dibandingkan dengan sepupu lainnya lalu diremehkan?” tanya Hardion kesal.

“Aku tidak peduli itu semua asal kita hidup dengan baik.”

“Memangnya apa yang baik jika kita direndahkan orang lain?” ucap Hardion dengan ekspresi kesal.

Amelian diam, begitu juga dengan David maupun Nathan. Ketiga orang tersebut tidak ingin membuat Hardion semakin kesal.

Suasana pagi itu menjadi terasa tidak nyaman. David pun bangkit lebih dulu karena enggan berlama-lama di hadapan ayahnya itu. “Saya pergi duluan.”

“Saya berangkat ke kampus dulu, bu,” ucap Nathan yang kemudian langsung bangkit.

Amelian pun segera membereskan piring kotor dan meninggalkan Hardion di ruang makan itu sendiri.

***

Nathan sudah sampai di depan rumah Erin untuk menjemputnya. Laki-laki bermata hitam itu telah membuat janji dulu dengan Erin untuk mengantar gadis itu ke kampus.

“Erin!” panggil Nathan dengan ekspresi senang begitu melihat Erin keluar dari rumahnya.

“Kamu sudah menunggu sejak tadi?”

“Baru aja kok,” jawab Nathan sambil tersenyum.

Nathan membukakan pintu mobil dan membiarkan Erin masuk lebih dulu. Setelah itu barulah ia masuk dan duduk di kursi untuk menyetir.

“Kamu bukannya nggak ada kelas pagi? Emangnya nggak apa-apa ke kampus duluan?” tanya Erin memastikan.

“Nggak apa-apa kok, aku perlu cari buku juga di perpustakaan buat tugas. Kalau pagi begini kan sepi.”

Erin mengangguk dan tidak bertanya lagi. Ia sebenarnya enggan pergi bersama Nathan, tapi ia harus melakukan itu untuk dekat kembali.

“Oh iya, ayah sama ibu mau ngajak makan bareng, kamu ada waktu luang kapan?” tanya Nathan sambil tetap fokus mengemudi.

“Hmm… makam malam atau makan siang?”

“Kamu lebih suka makan malam atau makan siang bareng?”

Erin terdiam sejenak, ia membuka ponselnya lalu memeriksa agendanya selama satu minggu ini. “Mungkin aku cuma bisa makan malam, selama minggu ini aku ada agenda makan siang bareng koleganya papa ku di hari rabu dan jumat, kamis aku ada kelas siang.”

“Kalau gitu bisa makan malam di hari apa?”

“Besok atau malam minggu bisa,” jawab Erin sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya.

“Oke nanti aku kasih tau ayah.”

Erin hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia sedang berusaha menyeimbangkan pikiran dan campuran emosi yang sedang dirasakan saat ini.

‘Berarti mas David beneran nggak ngasih tau keluarganya soal rencana ku ya?’ gumam Erin dalam hati.

“Mas David mungkin nggak bisa ikut makan malam kalau besok… ,” gumam Nathan pelan.

“Memangnya kenapa?”

“Kakek Nenek dari keluarga ayah akan datang bulan depan, jadi biasanya mas David akan bekerja lebih banyak di hari biasa menjelang ke datangan mereka.”

Erin diam, ia pernah mendengar cerita dari Nathan tentang keluarga ayahnya yang gila materi dan kehormatan. Kakek dan nenek Nathan itu memang sering membandingkan cucunya dan memamerkan pencapaian anak cucunya di media sosial.

“Ah maaf, aku malah ngomongin itu,” ucap Nathan merasa tidak enak. Erin memang memberikan kesempatan untuk dekat lagi tapi Nathan berpikir saat ini Erin tentu tidak ingin mendengar cerita keluarga yang tidak ada hubungan dengannya.

“Nggak apa-apa kok, kalau begitu malam minggu aja. Oh iya, gimana kuliah mu?”

Nathan terdiam sejenak, ia masih ingat jelas bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh kepala jurusan dan dijauhi oleh teman-temannya.

“Ehmm, baik-baik aja kok, tapi mungkin aku nggak bisa di deket mu kalau di kampus,” ucap Nathan ragu.

“Kenapa? Kata mu mau nunjukkin kamu sungguh-sungguh nyesel?”

“Bukan gitu, kalau aku terus di deket mu, nanti kamu kena rumor buruk dan jadi bahan pembicaraan lagi.”

Erin diam memandang pantulan wajahnya di kaca. Ia benar-benar kesal dengan jawaban Nathan tersebut. “Aku nggak pernah peduli sama rumor kok, lagian status kita sekarang kan temenan.”

Nathan merasa agak kecewa mendengar perkataan Erin, namun ia merasa hal itu memang pantas ia dapatkan, justru ia masih bersyukur karena Erin memberikan kesempatan meski harus mengulang dan berusaha mendapatkan hati gadis itu lagi.

“Aku udah cukup ngasih hal memalukan ke kamu dan aku nggak mau nambahin pembicaraan buruk yang nyebut nama mu.”

Erin menatap Nathan yang sedang fokus menyetir, dalam hati ia berkata, ‘kalau aku masih menyukainya, mungkin mendengar itu aku bisa langsung terharu, tapi sekarang rasanya semua memuakan.’

“Aku turun sini aja,” ucap Erin sambil melepas sabuk pengaman.

“Nggak mau dianter sampai fakultas dalem?”

“Nggak, ada yang perlu ku fotocopy juga. Kamu balik duluan aja, kan katamu nggak mau kelihatan kalau deket aku.”

Nathan terdiam sejenak. “Ehmm oke, nanti kalau udah pulang bilang ya? Ku jemput.”

“Aku pulang bareng Jessie karena mampir cafe dulu.”

“Oh oke.”

“Makasih udah nganterin aku, Nathan.”

Nathan tersenyum lalu membiarkan Erin berlalu pergi. Ia benar-benar merasa senang karena gadis bermata coklat itu sudah mau memberikannya kesempatan bahkan sudah mau diantar. Laki-laki bermata hitam itu memarkir mobilnya lalu segera menuju perpustakaan untuk mencari buku yang akan digunakannya sebagai referensi mengerjakan tugas.

“Psst… itu si mantan ketua BEM yang selingkuh itu kan ya?” bisik seorang perempuan berkemeja biru.

Nathan tetap melangkah dan mengabaikan bisik-bisik dari para mahasiswa lain yang sedang membicarakan dirinya. Ia sudah tidak peduli lagi mau dibicarakan seperti apapun. Meski menyesal dan sungguh-sungguh ingin berubah, ia tetap harus menerima konsekuensi atas perbuatan buruknya di waktu lalu.

Seorang perempuan berambut panjang menatap Nathan yang sedang lewat dengan ekspresi aneh. ‘Hmm, jadi teringat hal lalu.’

*****

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Persimpangan lagi

    Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Mendekati batas waktu

    Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Perasaan tersembunyi

    Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Menimbang

    “Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Ragu

    Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Pertemuan

    Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status