Share

Hati yang Terlanjur Sakit

Author: Amegatari
last update Huling Na-update: 2023-09-11 16:15:14

Nathan datang lagi dan menunggu di depan gerbang rumah Erin. Ia lagi-lagi membawa buket bunga tulip yang baru untuk diberikan kepada gadis bermata coklat tersebut. Meski ia tidak tahu apakah gadis itu akan menerimanya atau tidak.

Cuaca hari itu sudah buruk sejak pagi, namun Nathan tetap menunggu dengan sabar meski di tengah rintik gerimis. Walaupun kondisi badannya sedang kurang sehat karena sempat kehujanan kemarin, ia tidak ingin melewatkan satu hari pun untuk menunjukkan kesungguhannya meminta maaf.

Tepat pukul lima Erin kembali ke rumah. Ia menatap sekilas ke arah Nathan lalu langsung masuk ke kediamannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Nathan tetap menunggu di depan gerbang meski kali ini kepalanya sudah mulai terasa pusing. ‘Apa aku pulang dulu sekarang? Kepala ku rasanya sakit sekali.’

Drrrkkk… Erin membuka gerbang berwarna hitam itu dengan ekspresi dinginnya. Ia tampak sudah berganti pakaian dengan baju yang nyaman digunakan.

“Masuklah.”

“Boleh?” tanya Nathan memastikan.

“Ya.”

Nathan mengikuti langkah Erin tanpa mengatakan apapun. Ia merasa lega namun juga khawatir di saat yang bersamaan.

“Duduk,” ucap Erin masih dengan ekspresi dinginnya.

“Ini… .” Nathan menyerahkan buket bunga tulip putih itu kepada Erin.

Erin menghela nafas panjang namun tetap menerima buket bunga tersebut.

“Aku mau minta maaf…,” ucap Nathan pelan.

“Minta maaf untuk apa?”

“Ehmm… aku melakukan hal yang buruk dan nyakitin kamu.” Tangan Nathan tampak bergetar karena kedinginan.

“Tunggu sebentar.” Erin langsung bangkit dan melangkah pergi meninggalkan Nathan di ruang tamu. Beberapa menit kemudian gadis bermata coklat itu kembali dengan membawa satu cangkir teh hangat. Ia langsung menyodorkan minuman itu untuk Nathan.

Nathan memandangi teh hangat di gelas itu. Ia merasa malu karena dalam keadaan marah pun, Erin masih memperhatikannya yang sedang kedinginan. Laki-laki bermata hitam itu mengambil teh hangat tersebut dan meminumnya.

“Maaf,” ucap Nathan lagi dengan mata yang berkaca-kaca. Jika diperbolehkan, mungkin ia akan memohon-mohon untuk dimaafkan. Hanya saja ia tidak ingin membuat Erin merasa tidak nyaman.

Erin terdiam dengan ekspresi datar. Kali ini gadis itu merasa kesal dengan dirinya sendiri yang masih merasa ikut sedih saat melihat Nathan berekspresi seperti itu.

“Maaf…,” ucap Nathan lagi.

“Hentikan.”

“Apa yang harus ku lakuin supaya kamu maafin aku?”

Erin terdiam selama beberapa waktu. “Berusahalah lebih banyak sampai aku bisa ngerasain kalau kamu tulus.”

“Aku bener-bener nyesel… Aku mau berusaha lebih baik dan nggak membuat kamu kecewa lagi… .”

‘Kenapa kamu nggak berusaha seperti sejak dulu? Kenapa malah berselingkuh?’ ucap Erin dalam hati.

“Ya… .”

“Apa kamu bakal maafin aku?”

“Mungkin suatu waktu nanti… Sebelum itu ada yang mau ku tanyain… Sebenernya apa alasan mu berselingkuh?”

Nathan terdiam di tempatnya, ia tidak ingin menutupi apapun lagi namun ia juga tidak mau terkesan beralasan dan menyalahkan Erin.

Erin menghela nafas panjang, ia kembali berbicara. “Aku selalu denger dari banyak orang, banyak komentar pada kasus perselingkuhan… Kebanyakan dari mereka selalu menyalahkan pasangan wanitanya karena berbagai hal, ada yang disebut kurang memperhatikan pasangannya, ada yang menyebut terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, jadi yang kamu lakukan itu apa karena aku?”

“Tidak… itu karena aku egois. Aku hanya nuntut tanpa coba paham posisi mu… ,” jawab Nathan lirih.

Erin menatap Nathan, mata gadis itu tampak berkaca-kaca. Gadis bermata coklat itu bisa mengerti dengan baik kesungguhan yang diucapkan Nathan.

‘Kenapa kamu secepat itu sadarnya? Padahal aku berharap kamu tetap bersikap nggak tau diri supaya aku bisa balas dendam dengan nyaman,’ gumam Erin dalam hati.

“Aku akan mempertimbangkan maafin kamu atau nggak setelah lihat dan yakin kalau kamu itu nggak sedang pura-pura.”

Nathan memandangi teh yang mulai dingin itu. “Ya, aku akan berusaha.”

Erin menghela nafas panjang lalu bangkit dari tempat duduknya. “Aku ingin istirahat, setelah hujan reda pulang lah.”

“Iya,” ucap Nathan pasrah. Meski masih ingin berbicara tentang banyak hal, ia tidak ingin mengganggu waktu istirahat Erin.

Gadis bermata coklat itu melangkah menuju kamarnya, meninggalkan Nathan di ruang tamu dengan teh yang sudah hampir menjadi dingin.

***

Erin memandangi buket bunga tulip itu sejenak lalu segera membuangnya ke tempat sampah. Ia merasa benci dengan dirinya sendiri yang sesekali masih memikirkan laki-laki yang sudah mengkhinatinya itu.

“Kamu pasti senang kan karena diberikan kesempatan?” gumam Erin pelan. Gadis bermata coklat itu memejamkan matanya, ia mengepalkan tangannya erat.

Tok..tok..

“Ya?”

“Ini papa.”

Klek…

“Ada apa, Pa?”

“Tadi kamu menyuruh Nathan masuk?”

“Ya, apa dia masih belum pulang?”

“Sudah pulang kok baru saja.” Harsano hampir saja berpikir bahwa anaknya memaafkan laki-laki itu, namun saat melihat buket bunga di tempat sampah, ayah Erin hanya menghela nafas.

“Yasudah, istirahatlah,” ucap Harsano mengakhiri pembicaraan.

“Pa… Erin masih belum bisa memaafkanya.”

Harsano menatap putrinya dengan ekspresi sendu, ia mengusap pelan kepala Erin. “Papa nggak akan maksa kamu memaafkan anak itu.”

“Pa, kalau Erin melakukan sesuatu yang buruk karena merasa sakit hati dan berubah menjadi orang jahat, apa Papa akan kecewa sama Erin?”

Harsano diam sejenak, ia bisa menebak sedikit arah pembicaraan putrinya. “Papa bisa mengerti rasanya dikhianati oleh orang yang paling dipercaya. Semakin besar rasa percaya, saat dikhianati rasa sakitnya akan sama besarnya pula. Apa pun yang kamu lakukan, kamu tetap putri Papa, tapi Papa harap kamu nggak melakukan sesuatu yang bisa merusak dirimu sendiri.”

Mata Erin berkaca-kaca mendengar jawaban ayahnya. Gadis bermata coklat itu menggangguk pelan tanpa mengucapkan apa pun.

Hatinya terasa sakit karena meski telah mendengar nasehat dari ayahnya, keinginan balas dendamnya tidak berkurang sedikit pun. Ia tidak mengerti kenapa ia terus teringat saat Nathan bersama dengan Mina. Meski ia berusaha melupakan itu, justru semuanya terlihat semakin jelas.

Harsano ikut merasa sedih melihat kepedihan yang dirasakan putrinya. Ia tahu betul betapa besar rasa cinta Erin kepada Nathan. Pria paruh baya itu rasanya juga ingin memukul Nathan yang telah menyakiti putri kesayangannya.

“Istirahatlah, Papa mau mandi dulu.”

“Papa baru banget pulang ya?”

“Iya, Papa khawatir putri kesayangan Papa menangis lagi karena seorang laki-laki br*ngsek yang datang terus.”

“Erin nggak nangis lagi kok. Yaudah Papa sana mandi.”

Harsano tersenyum lalu berlalu pergi meninggalkan Erin yang masih terdiam di ambang pintu. Gadis bermata coklat itu tersenyum getir melihat buket bunga di tempat sampah itu.

‘Kamu mungkin berpikir bisa memanfaatkan ku lagi, tapi aku yang sekarang bukan Erin yang kamu kenal dulu, Nathan,’ gumam Erin dalam hati dengan eskpresi dingin.

*****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Persimpangan lagi

    Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Mendekati batas waktu

    Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Perasaan tersembunyi

    Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Menimbang

    “Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Ragu

    Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum

  • Nikah Kontrak Dengan Kakaknya Mantan Untuk Balas Dendam   Pertemuan

    Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status