Share

Nikah Kontrak Ketika Hamil
Nikah Kontrak Ketika Hamil
Penulis: Fn. Nurmala17

Hari Sial

Seorang gadis dengan rambut ikalnya terkuncir rapi, kini keluar dari kontrakan dan mengendarai sepedanya buru-buru. Tanpa henti, selalu mengutuki diri sendiri karena kembali bangun kesiangan. Baru saja dua hari yang lalu mendapatkan teguran dari menejer kafe karena datang terlambat, dan hari ini sudah ke berapa kali ia melakukan kesalahan yang sama. Bergidik ngeri ketika membayangkan wajah bengis Tn. Darma--Manejer kafe ketika menceramahinya bahkan bukan hanya sekedar itu, tapi juga pasti akan ada kata ejekan untuk dirinya. 

Berhenti memikirkan itu, gadis yang sudah rapi dengan kaos khas untuk karyawan kafe terus mengayuh sepedanya cepat. Tinggal lima menit lagi, berharap keajaiban akan datang menolongnya. Berharap pagi ini tidak ada halangan apapun yang mambuat jalannya terhalang. 

Gadis dengan bentuk wajah oval itu terus fokus mengayuh sepedanya melintasi jalanan yang tidak terlalu ramai kendaraan. Dengan gesitnya ia melintasi setiap kendaraan di depannya. Karena terlalu kencang, ban depan sepeda itu menabrak sebuah mobil yang tiba-tiba saja berhenti. Gadis dengan rambut ikal itu terjatuh dari sepedanya hingga mengeluarkan suara ringisan. 

"Hey, kau bisa bawa mobil tidak!" teriak gadis itu protes di tengah menahan rasa sakitnya. 

Seketika gadis itu membelalakkan matanya ketika jam di tangannya menunjukkan pukul delapan lewat lima menit, itu artinya ia sudah terlambat. Tanpa mempedulikan lengannya yang terluka, gadis itu kembali bangkit dan mengayuhkan sepedanya lagi dengan cepat. 

"Hey, kau sudah membuat mobil kami lecet, kau harus menggantikannya!" teriak seorang lelaki dengan pakaian layaknya seorang supir. 

Pria lain yang duduk di jok belakang, menurunkan kaca mobil kemudian menatap punggung gadis yang baru saja menabrak mobilnya. Pria itu hanya menaikkan satu alisnya sembari menatap rendah ke arah gadis yang mengendarai sepeda butut itu. 

"Jangan pedulikan gadis miskin itu, jangankan untuk membayar ganti rugi bahkan untuk makan sehari saja ia harus bekerja keras dulu," sahut pria dengan rahang tegas di kedua sisi wajahnya yang tampan nan putih itu. Bahkan mata tajamnya yang bagai elang mampu membuat semua hati wanita meleleh. 

"Jalan!" Satu kata tegas itu mampu membuat mobil hitam yang sempat terhenti itu kembali berjalan. 

Gadis berambut ikal itu memarkirkan sepeda bututnya sembarang kemudian segera berlari masuk ke kafe. Dengan nafas memburu, ia segera masuk ke dapur dan memakai celemek yang di khususkan buat karyawan yang akan melakukan tugas. 

"Mlathi, kok telat lagi sih. Udah berapa kali juga ditegur sama Tn. Darma. Ngak kapok," sahut Karin--rekan kerjanya ketika melihat gadis yang bernama Mlathi itu tergesa-gesa. 

"Bukannya ngak kapok, tapi kau tau sendiri kan kehidupanku. Aku tidak hanya bergantung pada gaji di kafe ini. Aku perlu kerja tambahan buat ngirim uang ke mamak dan bapak di kampung, jadi, aku juga harus korbanin waktu tidur malam aku," ucap Mlathi sedih ketika mengingat bagaimana nasib hidupnya yang termasuk buruk. 

Karin diam, ikut merasa sedih melihat teman kerjanya ini yang harus panting tulang mencari nafkah buat orang tuanya di kampung. Keduanya menoleh ketika rekan lainnya ikut menghampiri. 

"Mlathi, dipanggil sama manajer tuh ke ruangannya." Kalimat itu berhasil menciptakan rasa takut di dalam diri gadis bernetra coklat itu. 

Mlathi menatap karin sekilas, kemudian melangkah pergi dengan harapan bahwa kali ini manejernya itu memberikan satu kesempatan lagi untuk dirinya. 

Mlathi menarik nafas dalam kemudian menghembusnya perlahan. Setelah mendapatkan izin masuk, Mlathi membuka pintu itu dan melangkah masuk dengan kepala menunduk. 

"Anda memanggil saya, Manajer?" ucap Mlathi basa-basi. 

Sosok itu memutarkan kursi putarnya menghadap Mlathi sembari mengangkat satu alisnya. "Kau pasti tau betul, kenapa aku memanggilmu kemari." 

Mlathi semakin menundukkan kepalanya sembari memainkan jemarinya. "Ma-maafkan saya Manejer, saya kembali mengu-"

"Saya tidak butuh maaf darimu, selama ini saya selalu memberi toleransi di setiap kesalahan yang kau lakukan. Apakah kali ini saya juga harus memberikan toleran itu lagi, hm?" Potong Darma sembari menautkan jemarinya di depan dada. Menatap tajam ke arah gadis yang kini masih menundukkan kepalanya. 

"S-saya mohon, berikan saya kesempatan satu kali lagi, setelah ini saya berjanji untuk tidak mengulang kesalahan yang sama," ucap Mlathi tegas dan penuh penekanan. 

Lelaki yang duduk di seberang hanya terkekeh mendengar ucapan yang baginya seperti bualan. 

"Setiap kali kau melakukan kesalahan, kau selalu mengatakan hal yang sama. Tapi, nyatanya tidak ada yang terbukti dari ucapanmu!" ujar Darma sembari mengambil sesuatu dari dalam laci mejanya. 

"Tidak ada yang bisa dilakukan, kecuali menerima uang penutup ini. Setelah itu silahkan untuk jangan datang lagi ke sini." Darma menyodorkan sebuah amplop tipis yang berisi beberapa lembar kertas berwarna merah. 

"Tapi-"

"Tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ambil amplop ini dan silahkan keluar!" perintah Darma tegas. 

Mlathi pasrah, tidak ada lagi yang bisa ia katakan untuk membujuk. Dengan lemah, ia melangkah untuk mengambil amplop itu kemudian keluar dengan perasaan sedih. Gadis berambut ikal itu, berjalan memasuki dapur untuk mengembalikan celemek dan mengambil tas ranselnya. 

"Kenapa? Ada apa? Apa yang dikatakan manejer?" tanya Karin beruntun, menatap cemas ke arah Mlathi. 

Mlathi hanya menggeleng lemah, semua mata karyawan kini tertuju ke arah Mlathi dengan tatapan tidak suka. 

"Tidak ada hal yang lebih buruk dari pada di pecat dari pekerjaannya," lirih Mlathi sembari mengambil tas ransel kunonya. 

"Apa! Dipecat." Ulang Karin tidak percaya. Bagaimanapun selama ia kerja di sini, Mlathi termasuk rekan kerja yang dekat dengannya. Gadis itu selalu membantu dirinya di saat ia sedang mengalami kesulitan dan sekarang tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membantu Mlathi. 

Karin hanya mengusap punggungnya pelan sembari memberi kekuatan kemudian memeluknya erat. "Yang sabar yah, aku yakin kok tidak lama lagi kamu akan segera mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik dari ini."

Mlathi hanya diam dan membalas pelukan Karin, di mana lagi ia harus mencari pekerjaan untuk dirinya yang hanya tamat SMA. Bahkan untuk mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan kafe ini saja membutuhkan kesabaran ekstra, dan sekarang ia harus kembali kehilangan pekerjaan ini dengan mudahnya. 

"Aku pergi, yah," lirih Mlathi seraya melepaskan pelukan mereka. 

"Jangan pernah sungkan untuk menghubungiku, jika kau butuh bantuan ku, hm. Aku pasti akan segera membantumu sebisaku." Mlathi hanya mengangguk kemudian berbalik untuk pergi. 

Di saat melewati para karyawan yang saling berkumpul, telinganya terus menangkap suara yang terus berbicara jelek tentangnya. 

"Baguslah, sudah sepantasnya ia dipecat!"

"Seharusnya sudah dari dulu memecatnya, datang kerja seenaknya aja. Emangnya kafe ini milik bokapnya apa!"

"Dasar pemalas, datang selalu telat!"

Cibiran-cibiran itu tidak mempan lagi untuknya. Seakan kebal akan hal seperti itu. Karena sedari dulu, ia selalu mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang di sekitarnya hanya ada satu dua orang yang mau mengasihani dan membantu dirinya. Kini Mlathi selalu menganggap cibiran itu seperti musik, alunan nada yang hanya perlu dinikmati. 

Setelah kaki itu melewati pintu kafe, sebuah nada dering dari ponselnya berbunyi. Dengan segera ia mencari ponsel itu dari dalam tasnya. Mlathi terkesiap ketika membaca nama yang tertera dari layar petak kecil itu. 

"Mamak," lirihnya sembari perlahan menekan tombol untuk mengangkatnya. 

"Ya, hallo." Mata itu berkaca-kaca saat mendengar suara piluh deri seberang. Menggambarkan begitu menderitanya kehidupan mereka. Terkadang gadis bertubuh kurus kecil itu mengutuki nasib sial yang selalu membuntuti hidupnya. 

Kapan keberuntungan berpihak padanya? 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
onot ipan
good stoey lanjutkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status