Setelah kejadian semalam Angela lebih memilih menghindar dari Verrel. Saat Verrel berangkat kerja Angela masih di kamarnya, dan ia baru keluar ketika Verrel sudah tidak ada di rumah.
Sarapan, ya Angela sangat lapar karena menunggu kepergian Verrel baru bisa sarapan. Ia tidak mau bertatap muka dengan pria itu.
Angela berjingkat-jingkat menuju ruang makan. Ia melihat menu sarapan sudah di siapkan di meja.
"Maaf, Nona. Tuan sudah berangkat kerja tadi pagi," ucap salah seorang pelayan.
"Heem, iyakah. Saya tadi masih di kamar jadi tidak tahu." Angela menarik kursi dan bersiap untuk duduk memulai aktivitas sarapannya.
"Tadi Tuan bilang tidak usah membangunkan Nona, karena katanya Nona kecapekan karena jalan-jalan kemarin," terang pelayan itu.
"Saya tinggal dulu Nona, kalau ada apa-apa tinggal bilamg sama saya," ucapnya.Angela mengangguk mengiyakan. Ia tidak ingin mengingat kejadian semalam dimana ia telah melakukan kebodohan besar dengan Verrel. Harusnya ia melawan saja saat itu, tapi kenapa ia malah terbawa arus. Mungkin hanya ciuman saja tetapi bagi Angela ciuman itu sangat berharga. Bahkan Yohan pun belum pernah merasakannya.
Dan Verrel dengan seenaknya telah mengambil first kissnya. Itu membuat Angela sedikit frustasi. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak akan ada kontak fisik lagi setelah ini. Apalagi mengingat rencana pernikahan mereka hanyalah sebatas kontrak di atas kertas.
Angela kini bersiap-siap untuk menemui Yohan. Besok adalah hari pernikahannya, ia ingin bertemu dengan kekasihnya itu. Meskipun setelahnya Verrel tetap memberikan kelonggaran untuk bertemu dengan pacarnya masing-masing.
Sementara di dalam kamar Yohan masih sibuk bergulat dengan Hellen. Entah sudah berapa kali ronde yang mereka lakukan. Sepulang dari rumah Verrel, karena tidak berhasil tidur dengan Verrel akhirnya Hellen mampir ke apartemen Yohan.
Tentu saja di sana Yohan menerimanya dengan senang hati. Semalaman suntuk mereka bercumbu dan memadu kasih hingga menjelang pagi tiba. Tubuh polos saling berpelukan hanya selimut tebal sebagai penutupnya.
"Sayang, kau sudah bangun?" tanya Hellen.
"Emm, belum. Tapi adik kecilku di bawah sana yang lebih dulu bangun," ucap Yohan tergelak tertawa.
"Biarkan aku menyenangkan adik kecilmu di sana. Kau tidurlah," ucap Hellen.
"Iya bermain-mainlah sepuasnya, biarkan aku tidur sebentar lagi,"kata Yohan yang masih mengantuk.
Hellen memegang adik kecil Yohan yang sudah mengeras, ia memang sudah terbiasa memberikan pijatan pada tongkat daging berurat itu hingga pemiliknya mengeluarkan erangan-erangan kecil.
Setelah puas bermain ia memasukkan sendiri ke dalam miliknya. Dan kini giliran Yohan yang memainkan peranan.
"Gadis nakal, kau tahu aku tidak akan tahan jika milikmu sudah di dalam," ucap Yohan parau. Ia memompa Hellen dari atas berulangkali, suara demi suara bersahutan. Mereka akhirnya sampai ke langit ke tujuh setelah mencapai klimaks.
Sebuah ponsel berdering cukup keras mengagetkan keduanya.
"Siapa sih, pagi-pagi sudah telepon?" tanya Hellen yang masih di tindih tubuh Yohan.
Yohan meraba ponselnya, ia melihat pesan dari Angela. Segera ia berguling ke samping dan duduk meskipun ia tubuhnya masih polos.
"Ada apa?" Hellen merasa tidak nyaman karena Yohan tiba-tiba mencabut miliknya.
"Aku lupa jika hari ini aku ada janji bertemu dengan kekasihku," ucap Yohan.
"Apa aku bukan kekasihmu?" tanya Hellen.
"Bukan begitu sayang, kita ini sedang selingkuh," tawa Yohan.
"Benar juga, selingkuh yang membawa nikmat," jawab Hellen. Keduanya tertawa, seperti menertawakan kebodohan kekasih mereka masing-masing.
"Aku mau mandi dulu, kamu ikut?" tawar Yohan.
"Gak dulu deh, masih capek mau tiduran aja," ucap Hellen.
"Ya, sudah, nanti kalau kamu ingin keluar seperti biasa kunci dengan pass code yang aku berikan," ucap Yohan.
"Iyaaaa," jawab Hellen di sertai rasa kantuknya.
Yohan ke kamar mandi membersihkan dirinya ia bersiap untuk bertemu Angela.
Di sebuah resturan ternama Angela duduk anggun menunggu kedatangan Yohan. Matanya menyapu ke sekitar ruangan, masih tampak sepi namun di pojok sana ada seseorang yang di
kenalinya sedang berbicara dengan koleganya. Siapa lagi kalau bukan Verrel.Angela berhasil menghindarinya di rumah tetapi di luar rumah malah bertemu dengan pria itu. Pandangan Angela teralihkan ketika Yohan datang.
"Hai, sayang maaf menunggu lama," ucap Yohan seraya duduk di kursi depan Angela.
"Mau pesan apa?" tanya Angela.
"Terserah kamu sayang, apapun kesukaanmu aku juga menyukainya,"kata Yohan.
"Baiklah," Angela membuka buku menunya.
"Bagaimana kalau ini?" tanya Angela.
"Boleh," kata Yohan.
Angela memberi isyarat pada pelayan restaurant untuk menghampirinya.
Pelayan itu mencatat semua pesenan Angela. Lalu membungkuk memberi hormat.
"Kami akan kembali membawa pesanan Anda," ucap pelayan itu seraya pergi.
Setelah pelayan itu pergi Yohan meremas jemari Angela lalu mencium punggung tangannya.
"Sayang aku merindukanmu," ucap Yohan.
"Aku juga, mana sebentar lagi aku menikah," rutuk Angela.
"Sabar, sayang. Hanya setahun kan ... kamu pasti bisa melewatinya," ucap Yohan.
'Tentu saja aku bersabar untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih besar bukankah harus bersabar menunggu,' batin Yohan.
Tak jauh dari mereka duduk tidak sengaja Verrel melihat semua pergerakan Yohan terhadap Angela. Tiba-tiba hatinya tidak senang melihat kemesraan mereka. Apalagi Yohan memegang jemari Angela dan menciumi punggung tangannya.
"Menjijikkan," kata Verrel lirih.
"Apa? Anda berkata saya menjijikkan?" tanya kolega Verrel.
"Bu ... bukan itu maksud saya. Saya hanya teringat sebuah makanan dari sate ular kesukaan teman saya. Bagi saya itu menjijikkan," ucap Verrel berbohong. Padahal dalam hatinya berujar kebencian pada kekasih Angela.
"Oh, begitu. Tapi ada beberapa orang yang menyantap daging ular katanya untuk pengobatan." ucap kolega Verrel.
"He ... he .. he iya, ngomong-ngomong silahkan di makan hidangannya keburu dingin," ucap Verrel mengalihkan perhatian Tuan Matk.
'Memangnya apa menariknya gadis itu. Hellenku lebih menarik. Tapi jika teringat ciuman pada malam itu. Itu adalah ciuman yang paling mengesankan untukku. Ah, apa yang sebenarnya aku pikirkan ini,' batin Verrel.
"Heem, Pak Verrel saya sudah menghabiskan semua hidangan yang Anda pesankan untuk saya. Sebelumnya saya mohon maaf, saya tidak bisa berlama-lana karena sata juga ada janji dengan seseorang hari ini." Tuan Mark bangkit dari tempat duduknya dan menyalami Verrel.
"Semoga ke depannya kerjasama kita selalu berjalan lancar," ucap Tuan Mark.
"Amin," jawab Verrel membalas jabatan tangan Tuan Mark.
Tuan Mark meninggalkan Verrel sendirian. Ia memilih duduk kembali dan memperhatikan gerak-gerik calon istrinya. Baru kali ini Verrel seperti orang bodoh yang menunggu orang lain sedang berpacaran. Saat Angela berbicara ia selalu melihat ke arah bibir tipis ranum itu. Dan lagi-lagi ia teringat dengan peristiwa kemarin malam. Verrel merutuki dirinya sendiri.
'Ah, sial kenapa aku terobsesi dengan bibirnya,' batin Verrel.
---Bersambung---
Para tamu undangan telah datang memenuhi ballrom Hotel Diamond untuk datang memberikan selamat pada sepasang pengantin baru. Chika tampak memakai balutan gaun berwarna broken white serasi dengan setelan jas yang di pakai Saga.Chika merasa tegang karena baru kali ini ia menikah secara resmi di hadapan publik. Yang lebih mengesankan lagi pernikahan itu merupakan pernikahan ganda antara Chika dan Saga, Devan dan Viona. Sungguh di luar dugaan bagi Angela. Ia bergelayut mesra di lengan suami tercintanya Verrel. Demikian juga Mark dan Clara cukup lega menyaksikan putrinya berbahagia bersama dengan orang yang di cintainya.Bunga-bunga rose berwarna putih, lily putih dan baby breath menghiasi dekorasi pernikahan. Tampak meja-meja tamu sudah di penuhi pengunjung yang menyantap hidangan makanan yang di tawarkan. Di setiap sudut ruangan di hiasi bunga-bunga kering yang sudah tertata apik.Semua tamu tampak kagum dengan pasangan pengantinnya yang tampil sempurn
Wajah Frans murung, hari ini adalah hari pengambilan raport kelulusannya di TK. Semua anak datang bersama kedua orang tuanya, Frans di temani Chika. Dalam hati sebenarnya Frans ingin seperti teman-temannya. Hanya saja ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut jika mamanya akan sedih.Chika mendapati Frans diam tidak seperti biasanya. Sementara tatapannya tertuju pada temannya yang sedang bercanda tawa dengan papanya membuat Chika cukup mengerti. Ia lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Mengirimkan pesan pendek untuk Saga.Di kantor Saga tengah sibuk mengetik di laptopnya. Sekilas ia melihat ponselnya menyala. Bibirnya tersenyum manakala membaca pesan singkat dari Chika. Ia segera meraih jasnya. Lalu meninggalkan pesan pada asisten pribadinya untuk menghandel pekerjaan hari ini.Di sekolah semua anak mendapatkan jatah giliran pentas bersama kedua orang tuanya. Sang anak membacakan puisi lalu kedua orang tua mendampingi di kanan kirinya.Satu persat
"Ma, apa benar Frans memang putraku?" tanya Saga sembari menangis di depan Angela. Ia merasa seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa."Ya, akhirnya kau sudah tahu juga," kata Angela.Saga tercengang, ternyata kedua orang tuanya sudah tahu kebenarannya. Lalu mengapa mereka menyembunyikannya?"Kenapa mama tidak mengatakannya padaku? Aku merasa seperti orang paling bodoh, Ma. Putraku sendiri memakiku, membenciku, aku bisa melihat kemarahan di bola matanya," kata Saga."Itu karena Chika melarangku, aku juga tidak ingin melukai hatinya," kata Angela."Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Putraku tidak mau menerimaku," keluh Saga."Kau harus bisa meraih hatinya. Bayangkan ia besar tanpa kasih sayang seorang papa. Frans sering melihat Chika bersedih sendirian. Sebagai seorang anak yang sangat menyayangi mamanya wajar jika dia ikut terluka.""Baiklah, Ma. Saga akan berusaha keras untuk mengambil hati Frans," kata Saga kemudian."Bagus,
Dering suara telepon mengagetkan Chika dari aktivitasnya dengan Saga."Sudah, biarkan saja. Tanggung," kata Saga.Chika mendorong tubuh Saga. Ia yakin jika yang sedang menelepon adalah putranya. Dengan baju yang sudah terlihat berantakan Chika meraih ponselnya. Benar, memang Frans yang meneleponnya."Mamaa!""Cepat pulang!" teriak Frans di telepon."Iya, sayang. Sekarang juga mama pulang," kata Chika menghibur Frans. Ia lalu mematikan ponselnya.Saga langsung mengambil ponsel Chika dengan paksa, untung saja Frans sudah memutus panggilannya. Saga memeriksa riwayat panggilan Chika. Di sana ada gambar foto bocah tampan mirip dirinya."Jangan bilang, jika anak ini adalah putraku," kata Saga. Ia kembali menatap foto Frans lebih dekat lagi. Chika segera merebutnya. Ia tidak ingin Saga tahu jika dirinya sudah memiliki seorang anak."Lima tahun kau menghilang, anak ini juga berusia lima tahun. Itu berarti kemungkinan besar
"Minumlah, agar tubuhmu menjadi hangat," ucap Saga."Terima kasih."Chika tidak langsung meminumnya karena masih terlalu panas. Ia memilih meletakkannya di atas meja."Masih terlalu panas, aku akan meminumnya nanti," ucap Chika."Tunggu sebentar."Saga beranjak dari tempat duduknya ia melangkah menuju ke dapur. Tangannya membuka pintu lemari mengeluarkan beberapa bungkus mie instan. Ia tidak tahu apakah Chika mau mengonsumsi mie instan atau tidak.Ia pun mengambil panci dan memenuhinya dengan air. Setelah mendidih ia masukkan mie nya ke dalam panci. Sambil menunggu mie nya masak ia menyiapkan mangkuknya.Chika merasa sudah terlalu lama Saga meninggalkannya. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya mencari keberadaan Saga. Melihat Saga tengah memasak di dapur membuat nafasnya sedikit sesak. Ia tidak suka melihat kebaikan Saga. Hatinya bisa saja luluh lantah kalau di perlakukan seperti itu.Tidak seharusnya suas
Saga mengikuti langkah Axella dari belakang. Kebetulan restorannya tidak begitu ramai sehingga mereka leluasa memilih tempat yang nyaman. Rupanya Chika memilih tempat di dekat jendela yang menghadap ke arah air terjun kecil. Di luar jendela terlihat taman landscape menghiasi sekitar restoran.Para pengunjung restoran merasa nyaman untuk berlama-lama di sana. Di dinding hotel banyak terpajang lukisan klasik dan ornamen unik yang tidak ada di tempat mana pun."Kenapa kita kesini? Bukankah seharusnya kita langsung ke lokasi untuk meninjau tempatnya," kata Axella."Jangan terlalu terburu-buru, Nona Axella. Saya tidak ingin Anda kelaparan di jalan hanya karena kurang makan," kata Saga sambil tersenyum.Chika malas membantah perkataan Saga. Ia lebih memilih melihat buku menu yang ada di depannya. Saga memberi isyarat pada pelayan untuk menghampirinya."Saya akan segera kembali membawa pesanan Anda."Chika kembali terpaku pada pem