Share

Nikahi Mantan Istriku
Nikahi Mantan Istriku
Penulis: Pena Asmara

1. Konspirasi Jahat

 

"Dasar perempuan hina! Tidak punya rasa malu! Tidak punya kehormatan....! Bisa-bisanya Kau bermesraan di rumahmu sendiri." Wajah Hendra memerah karena amarah, menatap tajam ke arah Arini.  Memaki-makinya sambil menunjuk-nunjuk wajah istrinya tersebut.

 

" Kamu salah paham Mas," jawab Arini sembari menangis. "Aku bisa jelaskan semuanya." 

 

"Plakk!!" 

 

Hendra menampar Arini keras, hingga hampir membuatnya jatuh terhuyung.

Wajah Arini memerah karena tamparan keras dari Hendra.

 

"Alasan apa lagi yang mau Kau buat! Kurang jelas apa lagi jika mataku sendiri yang menyaksikan kau sedang bermesraan dengan tukang ledeng itu!" tuduh Hendra sembari menunjuk ke arah Kunto yang hanya bertelanjang dada, dan Kunto hanya diam tertunduk saja.

 

"Kamu salah paham Mas," sanggah Arini sembari menangis terisak. Telapak tangannya masih menutupi pipinya yang memerah bekas tamparan tadi. 

 

"Ini tidak seperti yang Mas lihat dan  pikirkan." Arini berusaha untuk menjelaskan kepada suaminya tersebut. 

 

"Aku tidak melakukan apapun dengan Kunto." Kembali Arini berusaha untuk meyakinkan Hendra.

 

"Mas Kunto, coba bantu saya untuk menjelaskan, bahwa kita tidak melakukan seperti apa yang Mas Hendra tuduhkan."

Sembari Arini menoleh ke arah Kunto. Pipinya masih terlihat memerah, airmata sudah menggenangi wajahnya.

 

"Kunto ... coba kau jelaskan kepadaku, apa yang sudah terjadi di antara kalian?" tanya Hendra tegas sambil menatap kearah Kunto

 

"I-i~bu coba merayuku Tuan. Di-di~yah mencoba menggoda dan ingin memeluk," jawab Kunto atas pertanyaan Hendra.

 Arini terpana menatap Kunto, dia seperti bingung, matanya terbelalak seperti tidak percaya mendengar ucapan tukang ledeng tersebut.

 

"Kau dengar sendiri penjelasan Kunto, Arini ... mau menyangkal apalagi  sekarang!" Hendra merasa di atas angin. Menatap wajah Arini dengan senyum menghinakan. 

 

"Demi Tuhan dia berdusta Mas," jawab Arini cepat, sembari telunjuknya diarahkan kepada Kunto, matanya memancarkan kemarahan.

 

"Kau telah berkata dusta Kunto! Berani-beraninya kau berkata bohong dan memfitnah Aku." Arini menghusap air matanya sembari terisak Isak. Dadanya mulai terasa sesak. 

 

"Apa yang di katakan Kunto tidak benar Mas." Arini terus berusaha meyakinkan Hendra. 

 

"Apa yang dikatakan Kunto tidaklah benar...." Arini kembali mengulangi jawabannya. Tubuh Arini Luluh berjongkok di lantai, kedua tangannya menutupi wajahnya, sembari menangis terisak-isak.

 

"Sudahlah Arini ... berhentilah Kau pura-pura bersandiwara. Aku sudah tidak lagi percaya dengan ucapanmu." Hendra masih memandang sinis. Arini berdiri perlahan, tubuhnya terlihat lunglai

 

"Aku istrimu Mas, Aku setia padamu, tidak mungkin menghianatimu." Suara Arini terdengar lirih, matanya sembab, bibirnya bergetar.

 

Sementara Kunto masih berdiri terdiam, berada di ujung pertemuan antara tembok dan westafel. Sekilas Arini menatap Kunto dengan raut keheranan, matanya terlihat hampa. Dia tidak menyangka jika Kunto berani berkata dusta. 

 

"Kau bisa saja berikan seribu alasan, tetapi mataku melihat sendiri segala perbuatanmu. Ditambah lagi dengan keterangan Kunto, semakin meyakinkanku jika Kau memang sudah berselingkuh."

 

Hendra menoleh kearah Kunto. "Sekarang kau boleh pergi Kunto." Pria itu segera bergegas pergi menjauh, masih dengan bertelanjang dada dan membawa pakaiannya yang basah.

 

"Aku hanya memberikan baju ganti kepada Kunto, Mas? Karena melihat bajunya basah terkena cipratan air westafel yang mampet. Di saat Aku sedang memberikannya baju ganti, Kunto malah langsung memelukku." Lagi-lagi Arini berusaha untuk kembali menjelaskan, bahwa yang dilihat Hendra bukanlah hal yang sebenarnya. 

 

Hendra membuang wajah dari tatapan Arini, dan tidak mau lagi melihat wajahnya.

 

"Sekeras apapun kau berusaha menjelaskan, aku tidak akan pernah lagi percaya padamu." Hendra lantas berbalik membelakangi tubuh Arini. 

 

Tiba-tiba Arini memeluk Hendra, mendekap tubuh suaminya tersebut dari belakang, menangis di punggung Hendra. 

 

"Aku bersumpah demi nama Tuhan Mas ... aku tidak pernah berkhianat kepadamu, percaya aku, Mas...." Kemeja Hendra sudah basah dengan limpahan air mata Arini.

 

Hendra melepaskan tangan Arini dari perutnya dengan kasar. Lantas berbalik dan langsung mendorong tubuh istrinya tersebut agar menjauh darinya. Terjatuh Arini karenanya, tubuhnya terjerembab terduduk di lantai.

 

Jari telunjuk Hendra diarahkan ke wajah Arini.

 

"Segeralah Kau kemasi barang-barangmubarang-barangmu. Silahkan bawa saja apapun yang kau mau.

Aku tidak ingin lagi melihatmu ada di rumah ini lagi!" Arini menatap Hendra penuh kesedihan, seperti tidak percaya dengan apa yang sudah  Hendra ucapkan padanya.

 

"Saat ini juga kuceraikan dirimu. Dan Kujatuhkan talak tiga kepadamu!" sentak Hendra keras. Ini memang untuk yang ketiga kalinya kata cerai terucap dari bibirnya, setelah sebelum-sebelumnya mereka rujuk kembali. Arini memang selalu memaafkan dan menerima kembali, namun kali ini dia benar-benar tidak menyangka jika ucapan cerai itu kembali terucap dari mulut suaminya. 

 

Arini diam termangu, wajahnya tertunduk lemas, sepertinya dia sudah pasrah dengan keputusan Hendra.

 

÷÷÷

 

Dua hari sudah Arini pergi setelah terusir dari rumah. Arini sepertinya kembali ke rumahnya yang dulu. Arini memang hanya tinggal sebatang kara saat Hendra mulai mengenalnya.

 

Telepon di Ruang kerja Hendra berbunyi

 

"Orang yang bapak tunggu sudah ada di ruangan saya, apa langsung di suruh masuk, Pak?"

 

Susan sekertaris pribadi Hendra yang menelpon dari luar ruang kerja Hendra. 

 

"Yah Susan, suruh langsung masuk saja."

 

"Baik pak."

 

Pintu ruang kerja Hendra terbuka, tamu yang dia tunggu segera masuk

 

"Silahkan duduk" Hendra mempersilahkan tamunya tersebut untuk duduk.

 

Hendra membuka laci mejanya, mengambil sebuah amplop  yang cukup besar yang memang sudah dia persiapkan sebelumnya, dan menaruh di atas meja kerjanya. 

 

"Ini uang 10 juta seperti yang sudah kujanjikan kepadamu." Sambil mendorong uang itu ke tamunya.

 

Hendra mengulurkan tangan kepada tamunya tersebut. "Terimakasih atas kerjasamamu Kunto, kita berdua memang berbakat tuk jadi Aktor film" ujar Hendra sembari tertawa lepas.Kunto pun segera menjabat tangan Hendra, dan mereka pun berdua tertawa bersama.

 

Setelah Kunto pergi meninggalkan kantor Hendra. Tidak beberapa lama, Susan sekretaris Hendra pun masuk ke dalam ruangan. Berputar ke belakang Hendra yang masih terduduk di bangkunya.

Dipeluknya leher Hendra dari belakang. Dikecupnya pipi Hendra lembut, berbisik  pelan di telinga bosnya tersebut. 

 

"Kapan kau akan menikahiku, Mas?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status