"Dasar janda gatel! tidak punya malu! Kerjaannya hanya menggoda suami orang." Makian dan sumpah serapah mengarah kepada Arini. Kaget dan shock, Arini dibuatnya.
Mientarsih. Biasa dipanggil Mbok Mien, tidak ada hujan tidak ada angin, langsung melabrak dan memaki-maki Arini.
Paras wajahnya menyiratkan kemarahan besar, emosi yang tertahan. Lasmi mencoba menghalangi Mbok Mien, untuk mendekati Arini.Perlahan, Arini mulai bisa menguasai diri, dan kembali bersikap tenang. "Mbok Mien salah paham." Pikir Arini.
"Kamu yah, Arini! Jangan mentang-mentang janda! Seenaknya saja merayu-rayu suami orang. Dasar perempuan tidak punya kehormatan!" Emosinya masih tinggi sekali.
Arini terus bersabar untuk mengendalikan emosinya. Sejujurnya dia sangat tersinggung atas segala tuduhan dan hinaan Mbok Mien. Tetapi jika dia meladeni, maka tidak ada beda antara dirinya dan Mbok Mien, manusia yang sedang dikuasai nafsu amarah.
"Mbok Mien jangan sembarangan menuduh Mbak Arini? Mbok Mien punya bukti tidak? Ataupun pernah melihat sendiri jika mbak Arini menggoda pak Suganda." Lasmi membela Arini dari tuduhan kejinya Mbok Mien. Karena Lasmi sangat tahu jika Arini tidak mungkin seperti itu.
"Ada yang cerita kepadaku, jika si janda gatel ini sedang dekat dan mencoba untuk merayu suamiku." Sembari telunjuknya diarahkan ke wajah Arini.
"Janda gatel." Sakit sekali rasanya Arini mendengar tuduhan dan ucapan kasar yang keluar dari mulutnya Mbok Mien.
Belum sempat Arini menjelaskan kepada Mbok Mien tentang kebenaran tuduhan menggoda dan menganggu suaminya. Kembali terdengar suara yang penuh kemarahan.
"Dasar janda kurang ajar! Tidak punya moral! Ternyata bukan laki gue doang yang digoda, laki-laki lain pun kena bujuk rayunya."
Suratmi istri dari Usman pun melabrak Arini, kembali dengan tuduhan yang sama. Dianggap berselingkuh dengan suaminya.Warga sekitaran rumah Arini sudah ramai berkerumun. Mungkin sebagian dari mereka akan mengira jika semua tuduhan itu benar adanya, dan Arini berpikir harus membela diri dari tuduhan fitnah tersebut.
"Astaghfirullah aladzim ... fitnah itu semua. Sekarang, biar semua jelas dan nyata, silahkan panggil suami kalian semua ke sini? Saya akan buktikan, jika semua tuduhan itu hanya Fitnah belaka." Senyap seketika, mendengar Arini berbicara, tetapi tidak beberapa lama.
"Alahhh ... maling mana mau ngaku? Jika ngaku, penjara penuh kali," celetuk Mbok Mien dengan sinisnya.
"Mbok Mien sekarang panggil saja suami Mbok Mien kesini. Kita buktikan, tuduhan Mbok Mien dan Suratmi kepada saya itu benar atau tidak? Saya bisa laporkan kalian berdua dengan tuduhan pencemaran nama baik." Mereka berdua langsung terdiam.
"Tetapi Ceu Yoyoh bilang sama saya, jika melihat kamu Arini! sedang bermesraan dengan Suganda, suami saya," ujar Mbok Mien, tetap ngotot dengan tuduhannya.
"Sama, saya juga Ceu Yoyoh yang bilang seperti itu!" Suratmi menambahkan.
Sejenak ... Arini dan mbak Lasmi saling berpandang-pandangan. Ternyata, ada pihak ketiga yang menyebarkan fitnah dan berniat ingin mengadu domba mereka semua.
Entah apa maksud dari Ceu Yoyoh menyebarkan berita bohong seperti itu.Tidak lama, mobil Adrian berhenti di depan rumah, dan Adrian segera turun, berjalan cepat ke arah rumah Arini. Sepertinya dia hendak mengambil kue pesanan yang dia pesan, empat hari yang lalu. Namun terlihat jika Adrian sedikit bingung dengan banyaknya warga yang berkerumun di depan rumah Arini.
Ada yang baru datang, bahkan ada yang sejak awal ada di sini. Sepertinya, kejadian ribut-ribut seperti ini merupakan tontonan yang mengasik'kan bagi mereka semua."Semoga Mas Adrian mau mengerti posisiku," bisik Arini dalam hatinya.
Di saat Adrian sudah sampai di dekat Arini. Mulai Arini mencoba mengambil keputusan yang dia pikir bisa menjelaskan, bukan hanya untuk Suratmi dan Mbok Mien, tetapi juga bagi masyarakat yang berkerumun.
"Perkenalkan, ini mas Adrian. Mas Adrian ini adalah teman dekat saya, teman special saya. Jadi tidak mungkin saya menggoda suami-suami ibu-ibu ini, jika saya sendiri sudah punya teman dekat."
Adrian diam tertegun, bingung dia mendengar pengakuan dusta Arini, dengan begitu banyaknya pasang mata yang menyaksikan. Sepertinya Adrian sudah mulai paham jalan ceritanya.
"Ibu-ibu lihat, kan? Maaf -maaf saja, jika teman dekat saya saja tampan seperti ini, lalu buat apa saya menggoda suami-suami ibu semua?"
ucap Arini menyindir Suratmi dan Mbok Mien.Mbok Mien dan Suratmi berpandangan sejenak, lalu bergegas meninggalkan rumah Arini tanpa bicara sedikit pun kepada Arini. Perlahan-lahan, diikuti warga yang tadi ikut menyaksikan, mereka pun mulai membubarkan diri. Dan rumah Arini kembali sepi seperti sedia kala.
"Maaf yah Mas Adrian. Jika tadi Mas ikut saya libatkan dalam urusan ini."
"Ngga apa-apa, Mbak, jika kehadiran saya bisa membantu menyelesaikan masalah yang tadi, saya sangat bersyukur,"jawab Adrian kepada Arini, dan Arini pun mengucapkan terimakasih padanya.
"Oh iya Mbak Arini, pesanan saya sudah jadi belum? Yang untuk kue ulang tahun anak saya." tanya Adrian.
"Sudah ko, Mas. Jadi tinggal bawa saja," jawab Arini.
"Ok, terimakasih yah, Mbak."
"Ayuk, Mas, kita masuk dulu. Sambil lihat kuenya cocok tidak dengan pesanan Mas?"
Adrian mengikuti Arini masuk ke rumah, sembari Arini berpikir, apa maksud dari Ceu Yoyoh sudah memfitnah dirinya dan menyebarkan berita bohong tentangnya.
Apakah aku pernah berbuat salah padanya?" keluh Arini merasa sedih. Apa lagi sejak sedari dia kecil, hubungannya dengan Yoyoh baik-baik saja, tidak pernah ada masalah.
Sama seperti halnya Kunto, dibayar berapa Mas Adrian untuk mengikuti apa maunya Mas Hendra. Aku harus mencari tahu, tentang hal ini.Seperti biasa, Mas Adrian sudah pulang sebelum jam sembilan malam. Sengaja aku tidak menyambutnya, hanya berdiam diri saja di kamar. Selepas membersihkan diri di kamar mandi, Mas Adrian masuk kamar dan berganti pakaian, aku berpura-pura sudah tertidur. Adrian lalu keluar, setelah meletakkan beberapa lembar uang belanja di meja rias. Aku menunggu Mas Adrian melepas lelah, setelah itu, ingin bicara dengannya."Aku ingin bicara mas," kataku, duduk di bangku sebelahnya di ruang tamu. Saat Mas Adrian sedang asik membaca kitab."Mau, bicara apa, Dek?" tanyanya, sembari menutup kitab bacaannya, dan meletakkan di atas meja."Mas Adrian, jijik sama aku?" terdiam sesaat Adrian, mendengar pertanyaanku."Maksudnya apa yah,dek? Mas, kurang paham.""Jujur saja, Mas ... Apa yang membuat Mas Adrian jijik padaku? Bahkan tidak pernah mau menyentuhku! Aku lelah dengan pern
3 bulan sudah pernikahan sandiwara ini berjalan. Zahra sudah semakin dekat dan manja denganku. Ditambah dengan adanya Atika di rumah ini, semakin membuat Zahra terlihat bahagia, dan tubuhnya pun lebih gemuk sekarang.Sedangkan Mas Adrian, tidak ada yang berubah pada dirinya. Dia selalu memperlakukan aku dengan baik dan bertanggung jawab pada keluarga.Tetapi ... tidak pernah menyentuhku.Aku ingin dia memperlakukan aku layaknya seorang suami terhadap istrinya. Memberikan keteduhan dan kedamaian ke dalam sebuah pelukan kehangatan dan perlindungan. Mas Adrian seperti menjaga jarak, tidak ingin menyentuh dan tidak ingin disentuh. Berkutat hanya dengan membaca buku dan kitab. Menunggu sampai aku terlelap, baru kemudian memasuki kamar dan tertidur di kasur lantai.Pernikahan sandiwara ini telah menjerat dan mengikatku pada sebuah kenyataan. Bahwa aku merasakan kenyamanan pada pria lain selain Mas Hendra. Bahkan terkadang, jika Mas Hendra menelpon, aku mulai merasakan ketidaknyamanan. Teru
"Terserah Dek Arini saja, jika dia bersedia, aku persilahkan saja," ujar Adrian. Kembali melemparkan bola panas terhadapku.'Menjengkelkan pria ini' bathinku menggerutu."Kamu tidak perlu ijin Adrian, Arini ... pernikahan kalian kan hanya sandiwara, kamu harus ingat itu," ketus Hendra kepadaku, sepertinya itu juga cara Hendra untuk menyindir dan mengingatkan Adrian. Hendra memang benar, itu memang rencananya, aku dan Adrian pun menyetujuinya."Aku dan Mas Adrian memang menikah sandiwara, tetapi pernikahan kami sudah memenuhi syarat hukum agama," jelasku kepada Hendra."Selama aku menjadi istrinya, terlepas itu sandiwara ataupun bukan, aku harus tetap meminta persetujuannya, sebagai pemilik sah atas diriku," jawabku tegas. Hendra terdiam, begitupun Adrian."Kamu juga, Mas Adrian. Jangan berlepas tanggung jawab atas diriku, menurut hukum agama aku sah milikmu, tidak pantas jika Mas menyerahkan keputusan ini kepadaku, karena aku masih di bawah tanggung jawabmu." Aku langsung berdiri meni
"Istirahat saja ya, Dek. Jangan dibawa aktivitas dulu, Mas ambil libur saja hari ini, biar bisa bantu-bantu Adik di rumah dulu." Saatku duduk di pinggir ranjang. "Iya, Mas tidak usah kerja dulu," pintaku. Sesungguhnya bukan karena cengeng, tetapi panggang juga, melihat Mas Adrian tidak pernah sepi mencari penumpang selama kami menikah. Mas Adrian lalu menuju ke lemari pakaian, membuka bajunya untuk berganti pakaian. Ada desiran halus yang mengalir di dadaku, melihat tubuh telanjangnya, walaupun hanya di bagian pinggang. Kucoba tetapi mungkin menahan debar, tidak dengan langkahku yang malah memilih untuk mendekatinya. "Mau kemana, Dek. Jangan banyak bergerak dulu jika masih sakit," sarannya, lalu mendekatiku, dengan masih bertelanjang, sambil memegang baju ganti di tangan. Aku langsung memeluknya, memeluk tubuh tegapnya. Ada kehangatan dan mengalir di dalam ragaku. Entahlah, aku mungkin seperti perempuan yang tidak tahu malu, tetapi ... Mengapa juga kuharus malu, jika tubuh yang kup
"Ingin meminta tolong Mbak Lasmi, tapi aku tidak tega membangunkannya." Lanjutku Penjelasan."Iya,i-ya.dek," ucapnya tergagap. "Di sini keriknya, dek?""Di dalam kamar saja, yah Mas." Aku melangkah ke dapur, untuk mengambil sedikit minyak sayur. Tertahan langkahku, Mas Adrian memegang tangan."Adek mau kemana?" "Ke dapur Mas, ingin mengambil sedikit minyak sayur untuk kerikan," jawabku."Biar Mas yang ambil, adek tunggu di kamar saja." Bergegas berdiri Adrian melangkah menuju dapur.Aku segera masuk ke dalam kamar, menyiapkan uang logaman lama yang memang sengaja kusimpan untuk kerikan. Membuka pakaian atas dan penutup payudara.Terlihat Mas Adrian sangat grogi saat masuk kamar dan mulai mendekat. Hanya menunduk dan terlihat serba salah. Duduk di belakang tubuhku, di atas tempat tidur."Di-di, ke-ke'riknya, sekarang Dek?" terdengar gemetaran suaranya. Aku tertawa geli dalam hati."Iya, sekarang Mas," jawabku, sembari bersiap menahan sakit karena kerikan."Halus sekali kerokannya, se
POV AriniPerjalanan hidupku yang berhubungan dengan pernikahan, selalu heboh dan menjadi perbincangan buat warga sekitar tempat kutinggal.Baru saja dua minggu kemarin batal melaksanakan akad nikah. Di hari minggu pagi ini, akan digelar kembali acara akad pernikahanku dengan pria yang berbeda. Pernikahan yang akan dilakukan secara siri.Macam-macam pendapat mereka tentang pernikahanku kali ini, itu kabar yang kudengar dari Mbak Lasmi dan Ceu Yoyoh, tetapi aku mencoba untuk tidak lagi ambil peduli.Tidak banyak yang menghadiri pelaksanaan akad nikah kali ini. Selain karena keadaan Adrian yang sama seperti aku, anak tunggal tanpa saudara dengan kedua orangtua yang sudah tiada. Hanya beberapa warga sekitar dan pengurus RT saja, yang ikut menghadiri acara akad pernikahanku kali ini.Ustaz setempat yang menjadi penghulu pernikahan kami. Ustaz yang sering di panggil untuk menikahkan pasangan pengantin secara siri. Mas Hendra yang mengurus dan mengatur semuanya, aku dan Adrian hanya mengiku