Share

8. Negoisasi Tak Bermoral

Malam ini, Hendra ada pertemuan penting dengan salah satu pejabat daerah, yang sedang kunjungan kerja di Jakarta.

Beliau menawarkan sejumlah proyek penting di daerah beliau menjabat.

 

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya, Hendra bekerja sama dengannya. Ada beberapa proyek yang sudah dia selesaikan lewat kerja sama sebelumnya, dan mungkin dia puas dengan hasil kerja dan cara Hendra memberikan servis plus kepadanya.

 

Susan sang sekretaris pribadi Hendra mendampingi  dalam pertemuan bisnis penting ini.

Meluncur ke lokasi pertemuan di sebuah hotel mewah di bilangan Jalan Sudirman, Pusat Bisnis kota Jakarta.

 

"Ini proyek penting, jangan sampai proyek ini lepas," jelas Hendra pada Susan, di dalam Sedan mewahnya, duduk berdua di kusi belakang.

 

"Iya, Mas Hendra sayang," sembari Susan mencium pipi Hendra mesra. Jemari tangannya sibuk menghusap-husap lembut paha Hendra.

 

"Perempuan ini tahu cara menyenangkan aku," ujar Hendra di dalam hatinya. Susan memang hebat dalam hal membangkitkan birahi lawan jenisnya. 

 

Gelora kelaki-lakian Hendra dibangkitkandibangkitkan. Menimbulkan keberanian dan percaya diri menghadapi pertemuan dengan pejabat daerah nanti.

 

"Ada bonus besar untukmu, jika kita mampu mendapatkan proyek strategis ini," ucap Hendra pelan kepada sekretaris pribadinya tersebut.

 

"Kamu bisa gunakan uang bonus nanti untuk kau belikan barang-barang mewah kesukaanmu, dan untuk pelesiran ke luar negri. Kamu tahu, kan? jika aku tidak pernah mengingkari janji,"

Sembari tangan Hendra menjelajahi. Bergetar Susan, tatapan matanya terlihat sendu karena terbakar birahi. Dua orang ahli dalam memberikan kesenangan sesaat. 

 

Mereka memang pasangan yang tepat, dalam berbagi surga kenikmatan dunia.

 

Sesampainya mereka di depan lobby Hotel berbintang tersebut. Hendra dan Susan bergegas merapikan pakaian mereka dan langsung menuju kamar hotel, tempat pejabat daerah itu menginap.

 

Pak Dedi Firmansyah, nama pejabat daerah tersebut, menyambut Hendra dan Susan, lantas mempersilahkan mereka berdua untuk masuk.

 

Pak Dedi, Pria paruh baya bertubuh gendut dan besar, dengan separuh kepalanya yang botak, mempersilahkan Hendra dan Susan untuk duduk di ruang tamu kamar hotelnya. Ditemani istrinya yang berusia sebaya dengan Pak Dedi, dan juga dengan tubuh yang sama persis dengan pejabat daerah tersebut, berbanding terbalik dengan postur tubuh Hendra dan Susan yang proporsional.

 

Dituangkannya Wine, kedalam gelas mereka berempat, dan beberapa cemilan kelas atas, Pak Dedi mulai lmembuka pembicaraan.

 

"Pak Hendra, untuk formalitas saja. Silahkan nanti Pak Hendra buat proposal pengajuan pengerjaan proyek di tempat kami. Nanti gampang, semua bisa saya atur." mata Dedi menatap tajam ke arah Susan, dan sesaat Hendra perhatikan, tatapan Bu Susi, istri Pak Dedi pun tajam kepadanya.

 

"Sisihkan buat saya 20% dari nilai proyek, buat saya bagi-bagikan ke bagian-bagian Instansi anak buah saya. Biar nanti mereka yang atur perhitungan dan cara mainnya, juga buat laporan keuangannya," jelas Dedi lagi pada Hendra.

 

"Baik Pak, saya akan ikuti cara main Bapak," jawab Hendra kepada Pak Dedi.

 

"Nilai proyeknya senilai setengah Triliun. Duit yang besar kan?" tertawa terbahak Dedi, sembari meminum Wine nya.

Istrinya pun sama, ini sudah botol Wine kedua yang mereka habiskan.

 

Hendra menoleh ke arah Susan yang ada di sebelahnya, Susan tersenyum padanyapadanya. Terbayangkan, berapa besar nanti keuntungan yang akan mereka hasilkan jika mendapatkan proyek besar tersebut..

 

Pak Dedi menoleh ke arah istrinya, Bu Susi pun tersenyum tipis, tatapan matanya tajam kearahku.

 

"Pak Hendra bersediakan, mengerjakan proyek besar ini? Tenang saja, saya pastikan Pak Hendra nanti yang akan memenangkan proyek ini. Masalah tentang segala perijinan, biar saya yg koordinasikan nanti, Pak Hendra tinggal terima bersih saja."

 

"Siap Pak, saya bersedia, ambil proyek ini," jawab Hendra cepat.

 

Hendra lalu mengangguk memberikan kode kepada Susan. Dan sekretarisnya itu langsung mengerti apa yang dimaksud. 

 

Susan segera mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dan meletakkannya di meja depan Bu Susi. Sekotak perhiasan dan selembar cek.

 

"Buat beli oleh-oleh saat pulang nanti, Bu? " kata Susan, sembari mendorong perlahan benda-benda berharga tersebut ke arah Bu Susi.

 

"Terimakasih yah." Sembari Bu Susi mengambil pemberian tersebut dan meletakkan di pangkuannya.

 

Wine demi Wine terus saja dituangkan untuk mereka berempat. Menjalar panas kedalam tubuh mereka semua, diselingi canda dan tawa Pak Dedi dan Istrinya.

 

"Pak Hendra." Serius Pak Dedi berbicara kepada Hendra.

 

"Saya, Pak."

 

"Saya ingin, Pak Hendra dan Bu Susan menemani kami di sini." 

 

"Maksudnya Pak?" tanya Hendra, meminta diperjelas.

 

"Temani kami berpasangan," tegasnya.

 

Mengejutkan buat Hendra, dan dia langsung menoleh ke arah Susan, dan Susan pun sama terkejutnya dengan Hendra.

 

"Bagaimana Pak Hendra dan Bu Susan? Bersedia tidak?" Matanya mulai bernafsu menatap Susan.

 

Berpikir keras Hendra. ini adalah proyek yang akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar buat perusahaan Hendra. Dan akan rugi rasanya jika proyek besar ini sampai terlepas.

 

Tapi melayani Bu Susi ....

 

"Kami bersedia, Pak," jawab Hendra kepada Pak Dedi, dan Hendra melihat Susan menghela napas, pasrah dengan keputusan Hendra.

Terlihat senang sekali mereka berdua, dan secara antusias segera mengajak Hendra dan Susan ke tempat tidur mereka.

 

Hendra melayani nafsu birahi Bu Susi dan Susan melayani Pak Dedi. Berdampingan mereka di satu Ranjang yang sama. Mengikuti apa maunya mereka, dan Hendra juga Susan mampu memuaskan birahi mereka berdua, dan terus berulang-ulang. Hendra dan Susan terjebak dalam perangkap keuntungan yang menggiurkan, tidak bedanya seperti gigolo dan P*K panggilan bagi mereka berdua.

 

Menjelang pagi, Hendra dan Susan pergi meninggalkan hotel, dengan membawa surat sakti yang di tandatangani Pak DediDedi. Surat jaminan kemudahan dalam menjalankan proyek ini nanti.

Terihat wajah Susan yang kelelahan dan kurang tidur, begitupun dengan Hendra. 

 

"Cape dan lelah sekali aku, Mas," keluh Susan kepada Hendra di dalam mobil.

 

"Jijik rasanya semalam itu melayani pria bangkotan seperti Pak Dedi. Jika bukan karena kamu, ogah aku, Mas" keluhnya sekali lagi.

 

"Hahaha." Tertawa terbahak bahak Hendra sembari mengibas-ngibaskan surat sakti ke wajah Susan.

 

"Ini surat akan membawa keuntungan besar buat kita. Anggap saja yang semalam itu pengorbanan kita berdua." Sekali lagi Hendra tertawa terbahak-bahak.

Susan pun tersenyum, mungkin membayangkan nanti kesenangan yang akan dia nikmati dengan keuntungan besar nanti. 

 

"Pak Timan, antar kami ke hotel yang dekat Senayan itu, biar aku dan Susan bisa rehat sejenak di sana."

 

"Baik Pak." jawab Pak Timan.

 

Hendra menoleh ke arah Susan, dan melihat, matanya berbinar terang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status