Tawa Hajin memenuhi kamar hotel yang mereka tempati. Pernyataan Hanum cukup mengejutkannya, tetapi tidak sampai bisa membuat Hajin percaya pada perempuan itu. "Jangan konyol, Hanum." Hajin bangkit dari tidurnya lalu menatap Hanum dingin. "Kita menikah di atas kontrak. Untuk apa kamu melakukan sampai begini cuma biar aku berubah? Ini gak pantas, kau, tahu?" Hajin mengambil jeda."Mempermainkan hati orang lain ..." Hajin menggelengkan kepalanya. "Jika aku benar-benar jatuh padamu dan tiba-tiba kamu meninggalkanku, aku bisa saja gila. Aku bisa saja lebih membenci Tuhan daripada sekarang. Karena alasanku kembali bukan untuk-Nya, tapi untukmu."Sama seperti ayahku yang menghancurkan hidupnya setelah kepergian Ibu, lanjut Hajin dalam hati. Hanum menelan ludahnya. Dia bahkan tidak berpikir sampai jauh ke sana, dia hanya mencoba sekali saja menyatakan perasaannya dan ingin tahu bagaimana Hajin merespon. Namun, Hajin sudah salah paham saja."Pak, apa Bapak berpikir seseorang berubah baik k
Hajin terbangun saat mendengar bunyi notifikasi Hp berkali-kali."Berisik! Hp siapa itu? Hp-ku?"Teguran Hajin membuat Hanum sedikit terperanjat."Oh, maaf, Pak. Ini Hp saya.""Ada apa? Dari pacarmu?"Hajin bertanya sembarangan. Hanum langsung membantah."Tidak! Kenapa Bapak berpikir begitu. Saya mana punya pacar. Ini cuma temen-temen kuliah saya. Gara-gara saya upload story pemandangan dari balkon hotel, malah jadi rame. Tahu gitu, aku gak usah upload tadi. Maaf ya, Pak."Hanum sudah mensenyapkan bunyi notifikasi pesannya. Meski pesan-pesan itu belum berhenti.Hajin menghela napas kasar lalu duduk."Jam berapa sekarang? Ada telfon Reyna atau gak?""Jam 10, Pak. Gak ada telfon dari Kak Reyna. Bapak ada perlu?"Hajin turun dari ranjang."Ganti baju formal dan siap-siap keluar. Aku masih punya jadwal.""Eh, kok Bapak gak bilang?"Hanum bertanya-tanya. Padahal, dia diajak ke sini untuk menjadi sekretaris."Kalau Reyena nelfon, bilang aku lagi siap-siap dan bentar lagi berangkat."Hajin t
"Lagi mikir, apa? Udah tahu dari Reyna kalau aku sangat kaya, sekarang?"Hajin yang datang tiba-tiba membuat Hanum yang melamun terlonjak. "Astaghfirullah, Pak! Ngagetin."Hajin lalu memanggil pelayan untuk memesan minuman. Setelahnya dia lanjut mengobrol dengan Hanum."Jadi, apa kamu udah sadar kalau aku sangat kaya sekarang?" Pria itu mengulang pertanyaannya. Hanum belum menjawab, tapi Hajin sudah berbicara lagi. "Reyna udah cerita sampai mana?"Kali ini, Hanum mengambil napas panjang sebelum akhirnya berkesempatan membalas pertanyaan Hajin. "Banyak. Tapi, intinya ... Bapak punya perusahaan produksi mobil di Korea. Cepat atau lembat Bapak pasti akan pindah ke sana setelah peluncuran pertamanya siap. Apa itu alasan Bapak nerima permintaan saya? Kontrak kita cuma sampai Bapak pindah?" Hanum bertanya dengan menunduk. Hajin mengangkat dagu Hanum. "Aku suka kamu pintar. Karena itu, lupakan perasaanmu dan fokus dengan dirimu. Aku akan membantumu sukses, Hanum."Mata Hajin menawarka
Hanum ingin bangun pagi untuk salat Subuh, tetapi dia terbangun karena rasa sakit di perutnya. Dia cepat-cepat ke kamar mandi dan ternyata dia mendapatkan menstruasi. Sebelum berhubungan dengan Hajin, dia memang sudah telat haid. Hanum jadi terus berjaga-jaga dan selalu membawa pembalut kain di tasnya. Untungnya saja, saat perjalanan dinas ini pun dia membawanya. Jadi, dia tidak perlu repot. Akan tetapi, dia lupa akan hal penting lain. Ya, hot pack untuk meringankan nyeri mestruasinya. Alhasil, dia sekarang hanya bisa meringkuk dalam selimut sembari menahan sakit. Gerakan Hanum yang gelisah dan tidak nyaman membangunkan Hajin di sisinya. "Hm, jam berapa ini, Hanum?"Mendengar pertanyaan Hajin, dengan susah payah Hanum meraih Hp-nya di nakas. "Baru jam 7, Pak. Hari ini masih ada jadwal yang gak saya tahu?" tanya Hanum dengan suara berat. Karena telat haid dalam waktu yang agak lama, nyeri yang dia rasakan jadi luar biasa. "Tidak ada. Sisa sehari ini, sengaja untuk bersantai. Kamu p
“Wah!”Hanum berteriak saat turun dari mobil. Ternyata ikut keluar yang dimaksud Hajin adalah mengunjungi pantai. Ini bukan pantai yang sama yang dia kunjungi kemarin. Pantai yang sekarang lebih indah. Airnya terlihat biru dan pasir putihnya lembut. Hanum bisa merasakan kelembutan itu saat dia melepaskan sandalnya dan berlari ke pantai.“Pak, pantainya bagus! Mana sejuk lagi di sini, gak panas-panas banget,” ujar Hanum agak kencang.Hajin masih tertinggal di belakang. Dia memungut sandal Hanum lalu bertanya.“Kamu suka pantainya?”“Iya, suka! Kemarin kan gak sempet jalan-jalan, hehe …”Hanum kini sudah berjongkok dan menyentuh air laut dengan tangannya. Hajin hanya memperhatikan. “Tapi, sayang banget ya. Gak bawa baju ganti, jadi gak bisa main air aku.”“Kenapa susah gitu sih? Beli baju lagi kan bisa.”Hajin membalas dengan enteng. Hanum mengerucutkan bibir.“Ini tanggal tua, Pak. Saya belum gajian. Lagian saya juga lagi period, gak enak juga main air.”Hanum melihat jauh ke arah lau
Hanum memundurkan tubuhnya setelah dia menabrak seseorang. Dia segera meminta maaf. Harusnya dia lebih berhati-hati karena bajunya masih agak basah. Jika sampai menabrak seseorang seperti ini, sudah pasti dia akan dimarahi karena mengotori pakaian orang lain.Benar-benar ceroboh! Hanum jadi merasa takut sekarang. Apalagi dia dimaki-maki di depan banyak orang. Walau dengan bahasa dan orang-orang asing, Hanum tetap merasa malu.Pada saat itu Hajin menarik tubuh Hanum ke belakangnya. Dia berjalan ke depan dengan kepala terangkat."Cukup! Dia udah minta maaf, Arvin!"Mendengar Hajin membalas pria yang memarahinya dengan bahasa lokal, Hanum tertegun. Dia juga baru menyadari bahwa dia mengenal siapa pria itu."Wah, astaga! Siapa yang kulihat sekarang? Bisa-bisanya Kakakku tercinta yang gila kerja ada di sini. Kebetulan atau kesialan apa ini? Tapi, dia bukan pacarmu, kan?"Arvin menatap Hanum sekali lagi. Hanum yang kali ini juga menatapnya membuat Arvin sadar akan sesuatu."Oh, Hanum?!" Mat
Pagi hari ini, Hanum sudah tiba kantor sebelum Reyna datang. Sebenarnya, dia masih sangat lelah karena baru pulang dari Tiongkok saat dini hari. Kondisinya yang sedang menstruasi juga membuatnya agak malas. Namun, dia tetap harus masuk. Hajin saja sudah keluar pagi-pagi sekali untuk meeting dengan klien yang sebelumnya ditunda sebab perjalanan dinas. Bagaimana bisa dia tidak masuk?Beruntungnya, sekarang dia adalah sekretaris CEO yang ada di lantai atas sehingga paginya tidak ramai dengan karyawan lain. Apalagi Reyna juga akan datang terlambat karena harus menemani Hajin meeting. Alhasil, Hanum bisa tiduran sebentar. Akan tetapi, tidak lama dia terbangun ketika telefon line di meja Reyna berdering. Hanum mengecek suaranya sebelum dia menjawab telefon itu. "Halo, selamat pagi. Dengan Hanum Thana, sekretaris magang di Prana Packing. Ada yang bisa saya bantu?" Hanum berbicara dengan seramah mungkin. Namun, yang diseberang justru langsung menyemprotnya. "Gak usah basa-basi deh. Ini ak
“Bapak, kenapa seperti ini sama saya?”Hajin tertegun karena Husna membalasnya dengan berekspresi sok teraniaya. Dia lantas menghembaskan tangan perempuan itu dengan wajah muak. Sementara Husna melanjutkan aktingnya. Dia bahkan sampai mengeluarkan air mata palsu.“Cuma karena saya nolak permintaan Bapak kemarin, Bapak jadi sungguhan mau memecat saya?”Husna benar-benar membuat banyak orang tercengang terutama teman-temannya.“Apa Bapak gak punya hati? Bagaimana pimpinan seperti Bapak melakukan ini pada karyawannya?” lanjut Husna.Dia sungguh terlihat seperti orang yang tertindas dengan suara yang dia buat bergetar sekarang.Salsa yang melihat temannya seperti itu langsung maju.“Hei, Husna … pimpinan apa maksudmu? Apa yang dia minta darimu? Jangan cuma menangis dan ketakutan kayak gini. Memangnya dia siapa?” ucapnya dengan sengak di hadapan Hajin.Memang, para karyawan masih tidak tahu bagaimana wajah pimpinan asli mereka. Husna menggelengkan kepala seolah dia wanita baik-baik yang t