“Kamu sudah melewati batas.” Seruni menatap wajah marah Jagat dengan tak gentar. Jika Jagat menolak menceraikannya laki-laki itu harus tahu konsekuensi apa yang akan dia terima. Hubungan mereka adalah suami istri bukan budak dan majikannya. Bagi Seruni pernikahan adalah jika hak dan kewajiban kedua belah pihak sama-sama dipenuhi. “Bukankah itu yang harusnya aku katakan. Aku hanya kebetulan bertemu teman yang kasihan padaku, hamil besar tanpa suami yang mendampingi padahal aku masih memiliki suami.” “Apa ini karena saham itu?” Seruni memejamkan matanya, apa dimana suaminya dia mahluk yang gila uang dan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Rasa sedih dan marah langsung menyergapnya, dia seharusnya tidak boleh begini terus tapi laki-laki yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung malah tega menyeretnya dalam jurang seperti ini. “Apa jika Rira yang mendapatkannya mas tidak akan bersikap seperti ini padaku?” Pertanyaan itu diucapkan Seruni dengan mata menerawang pen
Seruni menghela napas lega saat bubur di dalam mangkuk itu habis. Jagat memang menyuapinya dan tidak membiarkan dia makan sendiri. Ditengah amarah dan ketakutannya yang masih pekat, Seruni berusaha keras menerima ‘kebaikan kecil’ sang suami. Jika dilihat Jagat memang seperti seorang suami yang sangat perhatian pada istrinya tapi Seruni benar-benar tidak suka dengan makanan itu, beberapa kali bahkan dia hampir memuntahkannya tapi tatapan dingin Jagat membuat wanita itu menahan semuanya. “Bagus sekali.” Seruni tak tahu apa arti senyuman yang ditunjukkan Jagat saat ini, di saat sang istri berusaha keras menyeka air matanya. “Dia baik-baik saja.” Seruni yang tanpa sadar mengelus perutnya pelan, menatap Jagat dengan pandangan menuntut. “Dokter kemarin malam langsung aku panggil untuk memeriksamu dan kamu hanya butuh istirahat.” “Terima kasih atas perhatiannya,” kata Seruni datar, dia sama sekali tidak tersentuh dengan kebaikan hati suaminya itu.Dia masih ingat semalam bagaimana la
Seruni tak menyangka dia masih bisa tertidur setelah apa yang terjadi. Tubuhnya terasa sangat lemah, meski dia yakin sudah tertidur sangat lama, bahkan jendela kamar sudah dibuka dan matahari menyala dengan terang. Ranjang yang dia tempati sudah lebih rapi dari sebelumnya dan dia juga sudah memakai baju, meski dia tidak bisa mengingat kapan memakainya. Semuanya seperti film rusak dalam kepalanya, lagi dan lagi dia menerima paksaan dari suaminya, apa memang hanya itu yang bisa dilakukan suaminya. Kamar mewah ini terasa sangat lengang, meski Seruni juga tak berharap akan bertemu sang suami di sini. Dia marah pada suaminya. Laki-laki itu begitu egois. Dia yang tidak mau mengantarnya periksa kandungan tapi kenapa dia juga yang marah saat Seruni bertemu orang lain. Laki-laki yang mengantarnya periksa kandungan? Bahkan karena Tita tidak bisa mengantarnya sampai selesai periksa, Seruni terpaksa sendiri dan sayukurlah dia bertemu... astaga apa maksudnya Rama, laki-laki itu memang meneman
“Bukankah saya sudah memperingatkan untuk tidak membuat istri anda stress.” Jagat hanya bisa menunduk. Dia kira masa sekolahnya dulu yang ketahuan balapan liar di jam sekolah sudah cukup memalukan. Apalagi sang ibu waktu itu yang datang memenuhi panggilan kepala sekolah hanya menatapnya malas, seolah memang dia adalah anak yang susah diatur, padahal ini pertama kalinya dia melakukan ini semua. Antara malu dan merasa bersalah. Jagat tak tahu harus melakukan apa? Dia menatap sang istri yang tidur lelap seperti orang tak sadarkan diri, bahkan saat dokter memeriksanya wanita itu sama sekali tak bangun. Jagat terlalu marah dengan apa yang dilakukan Seruni. Sehingga dia memberi hukuman untuk sang istri sekaligus menunjukkan kalau dia adalah suami wanita itu bukan orang lain. Parahnya setelah apa yang dia lakukan dia mendapati sang istri terlihat sangat lemah dan berantakan, apalagi dengan darah yang merembes membasahi bagian bawah tubuh sang istri. Jagat panik dan sesegera mu
“Kurasa kamu sudah kenyang, sekarang waktunya pulang.” Kedua wanita itu masih kaku tak dapat berkata-kata, kehadiran Jagat seolah menyihir keduanya. Kontrakan yang dihuni Tita hanya kontrakan sederhana dengan dua buah kamar tidur, satu kamar mandi yang menyatu dengan dapur dan sebuah ruang tamu mungil yang sekarang dijadikan tempat makan oleh keduanya. Kamar Jagat bahkan dua kali lebih luas dari seluruh bangunan rumah ini. Seumur hidupnya laki-laki itu tidak pernah hidup susah, bahkan saat terpaksa kuliah ditempat jauhpun sang kakak memastikan kalau dia mendapatkan tempat tinggal yang sangat layak seperti biasa. Jagat langsung menepis kehidupan sang istri yang memprihatinkan dulu, dia menatap pada dua orang yang masih duduk diam kaget dengan kedatangannya. Sepertinya kedua wanita itu sama sekali tidak mendengar suara mobilnya karena terlalu asyik bicara. Pembicaraan yang membuka mata Jagat kalau Seruni ternyata sudah punya seorang yang dia sukai juga sama seperti dirinya. Dan or
“Kamu tidak pulang?” “Kamu mengusirku.” Tita menghela napas dan merebut mangkuk berisi rujak mangga muda yang dia buat. Kadang Seruni bisa sangat menyebalkan apalagi saat hamil seperti ini. “Pelit banget, sih,” gerutu Seruni kesal. “Bukan pelit, kamu sudah terlalu banyak makan rujak ini tapi belum makan nasi, ingat kamu hamil jangan egois,” omel Tita. Seruni meletakkan rujak mangganya dan menatap makanan yang telah disajikan Tita. “Ayo makan, tubuhmu seperti gajah sekarang aku tidak kuat untuk menyeretmu kalau pingsan.” Dengarlah kalimat itu, apa itu kalimat yang akan diucapkan seseorang pada sahabatnya.Seruni cemberut tapi tak menolak piring yang diberikan padanya. “Masakanmu masih tidak enak seperti biasa tapi aku suka,” katanya asal. Sebagai perantau mereka memang memiliki kemampuan untuk memasak untuk mengisi perut, tapi tentu saja kemampuan mereka hanya sebatas bisa dimakan dan tidak akan membuat sakit perut. Apalagi kemampuan memasak Tita memang dibawah Seruni, masakan