"Apa yang kamu lakukan!" Seruni belum mengerti apa yang membuat Jagat terlihat begitu marah padanya. Dia yang didorong jatuh, tapi...Jagat langsung melangkah cepat melewati Seruni. Wanita itu menolehkan kepalanya dan di sama sekali tak mengerti kenapa Rira sudah jatuh dari kursi rodanya dan menangis bersimbah air mata memegangi kakinya. "Kamu baik-baik saja, Rira. Ayo kita ke rumah sakit." "Mas! Perutku sakit!" Teriak Seruni, ini bukan hanya tentang rasa cemburu, tapi ini soal tanggung jawab laki-laki itu dan juga keselamatan dua nyawa manusia. Seruni tak sanggup lagi untuk memikirkan Rira yang beberapa saat lalu mendorongnya hingga jatuh tiba-tiba jatuh terdorong kebelakang dan tertindih kursi rodanya. Jagat menoleh sejenak dan pandangan mata itu makin membuat Seruni ngilu. "Jagat, jangan pedulikan aku. Seruni pasti cemburu padaku dan dia sengaja mendorongku dari kursi roda tapi kakinya tersandung dan...""Bohong! Kamu yang tiba-tiba mendorongku!" Seruni langsung mengern
“Kamu lihat bukan meski aku batal menjadi menantu keluarga ini semua menyayangiku.” Wanita itu tersenyum manis pada Seruni. Senyum penuh ejekan yang membuat Seruni heran bagaimana seseorang bisa berekpresi seperti itu. “Aku tahu,” kata Seruni berusaha menjawab sesantai mungkin. Dia sama sekali tidak tahu apa tujuan ibu mertuanya meninggalkan mereka berdua di taman samping rumah ini. Sikap Rira memang selalu manis, terlalu manis tapi dia selalu merasa itu palsu dan dia tidak suka kepalsuan. “Syukurlah kalau kamu tahu diri dan tidak mengancam Jagat.” “Apa maksudmu?” Mengancam Jagat, Rasanya Seruni ingin tertawa, memangnya sejak kapan suaminya itu akan mendengarkan ucapannya. Jangankan mengancam, dia saja tidak pernah berkata keras pada sang suami. Seruni tahu dia memang bukan istri idaman yang selalu berkata lemah lembut dan melakukan apa saja yang diinginkan suaminya, tapi dia juga bukan istri bar-bar dan pembangkang. “Ckk tidak kusangka kamu munafik sekali.” Seruni makin meng
Suara tawa itu mengusik tidurnya. Malam memang belum terlalu kelam, bahkan mereka baru saja menyelesaikan makan malam, akan tetapi kantuk begitu erat menyergapnya. Di usia kehamilannya yang semakin tua, Seruni sering merasa sangat lelah dan mengantuk, kata dokter itu wajar tak perlu ada yang dikhawatirkan. Jadi ketika rasa itu datang dia akan berhenti untuk melakukan apapun dan memilih memulihkan diri. Seruni sudah tidak punya ibu lagi jadi dia tidak punya tempat untuk bertanya. Tapi saat rasa lelah dan mengantuk itu sudah hilang dia menyesal karena berlaku tak sopan dan membiarkan keluarga suaminya bersama Rira. Rasa iri memenuhi hatinya, dia yang tak dianggap di sini meski menantu yang sebenarnya tapi tidak dengan calon menantu yang memang idaman mereka. Tuhanku ... jangan biarkan hatiku menjadi begitu kotor. Seruni berusaha keras menghalau air mata yang tiba-tiba saja turun di pipinya, dia merindukan ibunya... sangat rindu andai wanita yang melahirkannya itu masih ada apak
“Aku akan mengantar jemputmu mulai sekarang.” Seruni menipiskan bibirnya dia merasa bingung dengan semua sikap sang suami. Laki-laki itu sangat labil, membuatnya kesal saja.“Kalau maksud mas supaya aku tidak selingkuh, mas nggak perlu repot-repot aku tidak ada niat selingkuh.” “Karena laki-laki itu tidak menyukaimu memang.” Apa dosa menampar mulut suami yang berbisa seperti ini?“Terima kasih penjelasannya.” Seruni mengambil tasnya dan dengan perlahan dia menuruni tangga rumah ini, kamar Jagat terletak di lantai dua dan tidak ada lift yang memudahkanya naik turun tangga, untuk bicara pada sang suami dan pindah kamar Seruni enggan. Di sini dia hanya menumpang, tak ada orang yang benar-benar peduli padanya. Seruni mencengkeram erat pegangan tangga, semakin tua usia kanduangannya semakin kesusahan dia naik turun tangga. Lihatlah padahal masih setengah perjalanan lagi tapi napasnya hampir habis. Harusnya dia mengesampingkan rasa tidak enak hatinya demi keselematan diri dan bayin
Pembicaraan terakhirnya dengan sang istri sangat membebani Jagat. Karena itu siang ini dia keluar kantor lebih cepat dan mengarahkan mobilnya ke rumah sakit tempat Rama bertugas. Dia memutuskan menemui laki-laki itu secara langsung serta mencari tahu kenapa dia membenci laki-laki itu hanya karena dia dekat dengan sang istri dan kemungkinan masih memiliki hati istrinya. Seharusnya Jagat tidak perlu peduli bukan, dengan begitu dia akan bebas dari rasa bersalah karena sudah mengabaikan istrinya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Rira. Bukan maksud Jagat untuk mengabaikan Seruni sebenarnya dia hanya merasa sang istri lebih bisa menghadapi semuanya sendiri dari pada Rira. Bayangkan saja harus kehilangan laki-laki yang dia cintai tepat saat akan mereka melangkah ke jenjang yang lebih serius. Rira dan kakaknya pasti sudah menyusun rencana indah untuk masa depan mereka, rencana yang tak akan mungkin terlaksana karena maut telah lebih
Seruni menyisir rambutnya dengan tangan dan merapikan bajunya sebaik mungkin. Seharusnya dia memang kemana-mana membawa peralatan make up seperti para perempuan kebanyakan. Lihatlah wajahnya terlihat berminyak, satu-satunya hal yang menjadikan penampilannya sedikit lebih baik adalah senyum yang masih betah bertengger di wajahnya, meski dia sendiri tak tahu sampai kapan senyum itu akan tetap bertahan. Seruni pernah mendengar kalau laki-laki itu mahluk visual yang pasti akan menyukai penampilan wanita yang selalu cantik dan rapi juga wangi... seperti Rira. Nama itu tercetus begitu saja dalam pikirannya. Dia memang tak secantik Rira pantas saja sang suami bahkan enggan untuk menatapnya, tapi kali ini dia akan berusaha bersikap baik dan manis seperti Rira supaya suaminya tidak marah. Kemarahan Jagat adalah hal terakhir yang dia inginkan. Seruni pernah merasakannya, dan itu membuatnya sedapat mungkin menghindari kemarahan sang suami. “Sejak kapan kamu mencintai laki-laki itu?” Jagat