Share

Bab 2

Setelah pemakaman Bimo, Anggi terus mengurung diri di kamarnya. Dia terus menangis. Dunianya seakan sudah hancur. Gadis itu terus meratapi kepergian orang yang sangat dia cintai. Sudah tidak ada lagi orang yang akan menjemputnya setiap pagi ke kampus. Sudah tidak ada lagi orang yang akan menemaninya makan di kantin. Dan sudah tidak ada lagi orang yang selalu setia mendengarkan ceritanya tentang kesedihannya setiap kali dia sedang ada masalah.

'Bimo...,' desah Anggi menyebut nama kekasihnya. 'Aku kangen kamu, kak. Aku mau kamu ada disini, selamanya. Aku mau kamu menemani sedih dan bahagiaku.'

Dalam tangisnya Anggi juga meratapi nasibnya. Dia takut kejadian kemarin akan berakibat fatal. Bagaimana jika dia hamil? Bagaimana jika dia menikah nanti dan suaminya menuntut kesuciannya yang telah direnggut Bimo?

Gadis itu terus menangis sampai akhirnya tertidur.

***

Akhirnya Anggi memutuskan untuk menutup hatinya dari laki-laki manapun. Tidak sedikit laki-laki yang mendekatinya, tapi dia selalu menolak. Bapak dan ibu Sampai bingung dibuatnya. Mereka takut anak gadisnya akan jadi perawan tua. Sudah ratusan kali orang tuanya membujuknya tapi Anggi tidak merubah keputusannya. Sudah beberapa kali orangtuanya mengenalkan dia dengan anak-anak dari teman-teman mereka, tapi tak ada satupun yang Anggi terima. Hati Anggi seolah benar-benar tertutup sudah.

Bapak dan ibu sudah pasrah, mereka sudah kehabisan kata-kata untuk membuat anak satu-satunya itu merubah keputusannya dan mau membuka hatinya untuk laki-laki lain. Sampai akhirnya Arga datang untuk melamar Anggi.

Arga putra perwira, adalah atasan Anggi di tempatnya bekerja. Dia pemilik restoran dimana Anggi bekerja sebagai kasir. Sudah lama Arga diam-diam mencintai karyawannya tersebut, tapi dia ragu untuk mengungkapkannya. Sampai akhirnya dia nekat menemui orangtua Anggi setelah mendapat dukungan dari orangtuanya.

Orangtua Anggi senang sekali menerima niat baik bos anaknya tersebut. Sedangkan Anggi bingung sekali dibuatnya. Sebenarnya hatinya sangat ingin menolak lamaran atasannya tersebut, tapi sepertinya kondisinya tidak memungkinkan. Penyakit bapaknya saat itu sedang kambuh, Anggi takut keadaan bapaknya makin parah kalau dia menolak. Tapi untuk menerima rasanya hatinya sangat berat. Akhirnya Anggi meminta waktu untuk berfikir.

'Aku akan meminta saran dari Niki dulu,' bathin Anggi dalam hati. Nikita adalah sahabat Anggi dari mereka masih sama-sama duduk di bangku SMP. Mereka bersekolah di sekolah yang sama. Nikita  Agustina, gadis lincah yg cantik. Anggi biasa memanggilnya Niki.

***

Niki sedang menikmati suasana pagi di taman depan rumahnya. Secangkir teh hangat dan sepiring kue pastel kesukaannya menemaninya menikmati udara pagi. 'Aahh, segarnya udara pagi ini, aku suka mendengar suara kicau burung yang beterbangan dari satu pohon ke pohon lainnya.' Niki benar-benar menikmati hari liburnya. Ya, hari ini memang dia sedang libur dari pekerjaannya, di restoran tempat dia bekerja bersama Anggi.

Matahari di ufuk timur belum keluar dengan sempurna. Masih malu-malu mengintip dari balik awan. Sinarnya lembut menyentuh kulit Niki. Gadis cantik itu sangat menikmati suasana pagi yang cerah ini. Sisa-sisa embun masih bergelayut manja di atas dedaunan. Kabut juga belum hilang sempurna, melayang tipis di udara bebas. Niki menarik nafas dalam-dalam. Paru-parunya terasa segar menghirup udara pagi itu. Niki memang senang menikmati suasana pagi setiap dia mendapatkan giliran libur. Penat rasanya setiap hari bergaul dengan perabotan memasak dan makanan-makanan di tempat dia bekerja. Ya, karena Niki bekerja sebagai chef di tempat yang sama dengan Anggi.

Sedang asyik-asyiknya Niki menikmati kesejukan di pagi hari itu, tiba-tiba dia di kejutkan dengan kedatangan Anggi yang sangat dia tidak sangka-sangka.

"Lo nggak kerja, Nggi?" tanya Niki dengan wajah bingung, nggak biasanya Anggi bolos kerja. Sahabatnya ini adalah karyawan paling rajin. Tidak pernah sekalipun dia bolos kecuali dia benar-benar sakit. "Lo sakit?" lanjut Niki masih dengan wajah bingung.

Tanpa bicara apa-apa Anggi langsung menarik tangan Niki ke kamarnya.

"Gawat!" Itu kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya.

"Gawat kenapa?" Niki tambah bingung melihat tingkah Anggi.

Dengan wajah bingung dan panik Anggi menjawab pertanyaan Niki. "Pak Bos ngelamar gue, ternyata kata-katanya di restoran waktu itu nggak main-main."

"Di lamar bos kok gawat? Bukannya harusnya lo seneng bakal jadi nyonya bos?" goda Niki menutupi kegundahan hatinya, karena diam-diam Niki sudah lama mengagumi bosnya tersebut.

"Gue nggak bercanda, Nik." Anggi langsung cemberut mendengar candaan Niki. "Lo kan tau keadaan gue," lanjutnya sedih.

"Maaf, Nggi. Gue lupa," jawab Niki menyesal sambil mengelus lengan sahabatnya itu. "Gue nggak bermaksud menyinggung perasaan lo."

"Gue bener-bener bingung dan nggak tau mau ambil keputusan apa." Anggi menunduk sedih dan hampir menangis karena bingung dan takut. Dia takut Arga menuntut kesuciannya. Dia takut kalau orangtua dan mertuanya nanti tau keadaannya.

"Jadi sekarang gimana keputusan lo? Lo tolak lamaran Pak Arga?" Ada sedikit harap dalam ucapan Niki, gadis itu cemburu dan berharap sahabatnya itu menolak lamaran Pak Arga.

Lirih Anggi menjawab, "Pengennya sih gitu, tapi itu nggak mungkin. Kondisi bapak lagi ngedrop, gue takut terjadi apa-apa sama bapak kalau gue menolak keinginannya. Karena gue lihat bapak sangat bahagia menerima kedatangan Pak Arga. Bapak berharap banget gue mau menikah," lanjutnya.

"Kalau saran gue, lo terima aja lamaran Pak Arga, demi kebaikan orangtua lo. Masalah gimana keadaan lo bisa pelan-pelan lo jelasin ke Pak Arga nanti." Niki terus mengelus lengan sahabatnya itu, untuk menenangkan hatinya. "Gue yakin Pak Arga bisa ngertiin, toh lo melakukan itu nggak sengaja dan cuma sekali," ucap Niki dengan lirih. Suaranya bergetar menahan tangis. Dia tidak sanggup membayangkan sahabatnya itu bersanding bersama orang yang dia cintai. Niki berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak.

"Tapi gue takut, Nik." Anggi benar-benar takut dan gelisah.

"Semua demi kebaikan orangtua lo, Nggi. Lo harus berani ambil resiko. Lo nggak mau kan terjadi apa-apa sama mereka?" saran Niki lagi.

Anggi diam mendengar saran dari Niki. Dia masih bingung walau sekarang sudah sedikit agak tenang.

Setelah beberapa saat berfikir akhirnya Anggi mengambil keputusan.

"Baiklah, gue ikutin saran lo. Mungkin emang udah begini jalannya. Apapun yang akan terjadi nanti gue akan hadapi." Karena rasa bingung dan takut, Anggi tidak menyadari kesedihan hati sahabatnya. Dia tidak menyadari ada bulir air bening keluar dari sudut mata sahabatnya itu.

"Makasih ya atas sarannya. Lo emang sahabat gue yang paling baik." Anggi langsung memeluk sahabat terbaiknya itu, tanpa dia tau betapa hancur hati Niki menerima kenyataan pahit itu.

***

Dan inilah yang terjadi sekarang. Sudah satu bulan pernikahan, tapi Anggi belum pernah merasakan kebahagiaan. Belum pernah dia merasakan indahnya jadi seorang istri. Seharusnya dia bahagia jadi nyonya Arga. Seharusnya dia bangga punya suami setampan dan sekaya Arga. Banyak di luar sana gadis-gadis yang mengharapkan ada di posisinya tersebut. Tapi apa yang terjadi sekarang pada pernikahan mereka? Pernikahannya itu bagai neraka baginya. Setiap hari hanya sakit hati dan hinaan yang dia dapat. Tapi dia bersyukur Arga tidak membuka rahasianya ke siapapun. Mungkin dia juga menjaga harga dirinya. Dia tidak mau malu,  jika sampai orang tau kalau perempuan yang dinikahinya sudah tak suci lagi. Kotor!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status