Share

Noda Di Awal Pernikahan
Noda Di Awal Pernikahan
Author: Aida Ayu

Bab 1

Seperti biasa pagi-pagi sekali Anggi sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pagi itu Anggi membuatkan nasi goreng dan telor ceplok untuk Arga. Walaupun jarang sekali suaminya itu mau menyentuh masakannya tapi Anggi tetap rutin menyiapkannya setiap pagi.

Seperti pagi itu, Anggi sedang mengaduk kopi, harum aroma kopi memenuhi seluruh ruangan dapur, tiba- tiba dia dikejutkan suara "praang."

Tergopoh-gopoh Anggi ke ruang makan, ternyata Arga suaminya sudah duduk di sana dan piring nasi goreng sudah berantakan di lantai. 

"Kenapa mas?" tanya Anggi kepada suaminya dengan wajah bingung.

"Masakan apa ini?" jawab Arga dengan nada suara tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Belum sempat Anggi menjawab Arga sudah melanjutkan kata-katanya, "masak ngga becus, jaga kehormatan diri sendiri juga ngga bisa, lalu apa yang kamu bisa?" Arga berkata pelan, tapi sangat menusuk hati Anggi. Anggi yang sudah membuka mulut hendak menjawab tidak jadi berkata-kata, akhirnya dia hanya bisa menangis mendengar kata-kata suaminya. Bagai ditusuk seribu jarum hati Anggi mendengar ucapan Arga.

Sepeninggal Arga, Anggi hanya bisa terduduk diam di ruang makan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak bisa melawan, karena semua memang salahnya. Air mata terus mengalir dari sudut-sudut matanya. Kata-kata Arga tadi bagai mata pisau yang mengiris hatinya. Sebagai perempuan memang dia tidak bisa menjaga harga dirinya, sebagai perempuan memang dia sudah kotor dan ternoda. Tapi apakah pantas dia di perlakukan seperti itu? Apa sudah  tidak ada maaf untuknya?

Rasanya sudah tidak tahan Anggi menghadapi sikap Arga, tapi Anggi tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak mau ada yang tahu keadaannya, dia tidak mau sampai orangtua atau mertuanya tahu aibnya. Jadi Anggi hanya bisa menangis menghadapi semuanya.

Anggi jadi mengingat kejadian beberapa tahun lalu, semua penderitaan ini berawal dari sana. 

Saat itu Anggi sedang sakit, ibu dan bapak kebetulan sedang ke Bandung mengunjungi Tante Riana yang sedang menikahkan anaknya, Tante Riana adalah adik ibu satu-satunya karena ibu hanya dua bersaudara. 

Cuaca kebetulan mendung. Awan hitam pekat bagai jelaga. Sepertinya akan turun hujan yang sangat lebat. Badan Anggi panas tinggi tapi dia merasa seperti ada di dalam kulkas. Anggi masuk semakin dalam ke dalam selimut Barbie kesayangannya. Dia menggigil kedinginan. Badannya lemas seakan tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Anggi merasa sudah tidak tahan lagi, dia sangat membutuhkan obat. Tapi bagaimana dia mau membeli obat kalau berdiri saja dia merasa tidak mampu. 'Andai saja ibu ada di sini,' bisik Anggi dalam hati.

Semakin lama Anggi tidak tahan merasakan sakit dan demam yang semakin tinggi, akhirnya dia memutuskan untuk menelepon Bimo kekasihnya. Bimo Restu Aji, seorang laki-laki tampan, berperawakan tinggi dan berkulit agak kecoklatan. Laki-laki yang sudah di pacarinya sejak dia kelas satu SMA. Bimo adalah kakak kelasnya di SMA, usia mereka terpaut satu tahun. Tapi sikap Bimo sangat dewasa, mungkin karena dia anak sulung.

Anggi meraih handphone yang berada diatas meja di samping tempat tidurnya. Sesaat dia ragu untuk menghubungi Bimo, dia teringat pesan bapaknya untuk melarang Bimo datang disaat bapak dan ibunya sedang tidak berada di rumah. Tapi akhirnya Anggi pun menelepon Bimo. 'Tidak apa-apalah cuma sebentar. Cuma untuk membelikan obat setelah itu aku langsung menyuruhnya pulang,' bisik Anggi dalam hati.

Rintik hujan sudah mulai turun setitik demi setitik, tapi Bimo belum juga datang. Sampai akhirnya hujan turun dengan derasnya bagai di tumpahkan dari langit.

Selang setengah jam akhirnya  Bimo pun sampai di rumah Anggi dengan membawa obat yang dia minta. Dan tidak lupa Bimo membelikan bubur ayam kesukaan Anggi. 

"Anggi," panggil Bimo di depan pintu.

"Masuk aja, kak," rintih Anggi.

"Nggak apa-apa nih aku masuk?" balas Bimo.

"Masuk aja kak, aku nggak kuat untuk bangun," jawab Anggi lirih.

Bimo segera masuk ke kamar dan mendapati tubuh Anggi terbungkus di bawah selimut sambil menggigil kedinginan.

"Ya ampun! Kamu kenapa, Nggi?" tanya Bimo kaget melihat keadaan Anggi.

Dengan suara lirih Anggi berusaha menjawab pertanyaan Bimo. "Nggak tau nih kak, mungkin karena kehujanan kemarin, sekarang jadi masuk angin."

"Bapak sama ibu tau kamu sakit?" tanya Bimo lagi.

"Aku nggak kasih tau mereka, takut mereka khawatir dan jadi nggak tenang di sana," jawab Anggi sambil menggigil.

"Ya sudah, sekarang kamu makan dan langsung minum obat," perintah Bimo sambil membukakan bungkus bubur ayam dan langsung menyuapi Anggi. Tapi baru makan beberapa suap Anggi sudah merasa kenyang.

"Udah kak, aku udah kenyang. Sekarang aku minum obatnya aja," pinta Anggi.

Bimo segera memberikan obat dan segelas air putih kepada Anggi.

"Sekarang kamu istirahat, biar aku temani kamu di sini." Bimo segera mengambil kursi yang ada di depan meja belajar Anggi dan di letakan di samping tempat tidur kekasihnya itu.

Lima belas menit berlalu, Anggi masih saja menggigil kedinginan. Bimo kasihan dan tidak tega melihatnya. Dia naik ke tempat tidur dan memeluk tubuh Anggi dari belakang. Hembusan nafas Bimo terasa di belakang tengkuk Anggi tapi gadis itu tidak menolak perlakuan Bimo. Dia sudah tidak kuat menahan dingin tubuhnya. 

Beberapa saat kemudian dingin yang dirasa Anggi mulai berkurang, dia mulai bisa merasakan hangat tubuh Bimo. Dia mulai merasakan nafas Bimo yang lama-kelamaan mulai tidak beraturan di punggungnya. Bulu kuduk Anggi meremang merasakan hembusan nafas kekasihnya itu. Tapi Anggi seakan tidak bisa menolak perlakuan Bimo terhadap dirinya, dia malah menikmati kehangatan tubuh Bimo yang memeluknya dari belakang. Rasanya ada kenikmatan tersendiri yang tidak bisa dia ungkapkan. 

Lama kelamaan tangan Bimo mulai nakal. Tapi entah kenapa Anggi tidak berusaha untuk menghindar atau menolaknya. Anggi malah ikut terhanyut dengan perlakuan Bimo. Sampai akhirnya Anggi merasakan ada sesuatu yang masuk ke tubuhnya, Anggi merasakan sakit, tapi dia menikmatinya. Bimo bergerak semakin cepat di atas tubuh Anggi.  Sampai pada suatu titik dimana Anggi merasakan ada sesuatu yang keluar di dalam tubuhnya dan dia merasakan kenikmatan yang tiadatara. Terdengar Bimo mengerang pelan dan akhirnya menjatuhkan diri disamping tubuh Anggi.

Anggi menangis setelah dia menyadari apa yang telah terjadi. Bimo juga menangis sambil mencium tangan Anggi, dia sangat menyesali perbuatannya.

"Maafin aku, Nggi," suara Bimo bergetar tanda dia benar-benar menyesali perbuatannya. "Aku nggak sengaja," lanjut Bimo

"Aku akan bertanggung jawab, aku akan secepatnya melamar kamu," ucap Bimo penuh penyesalan

"Aku akan menikahi kamu secepatnya setelah kamu wisuda," janji Bimo lagi

Anggi hanya menangis dan terus menangis sambil bersembunyi dibalik selimut. Anggi sangat menyesali perbuatannya. Bagaimana kalau dia hamil? Bagaimana kalau orangtuanya tahu akan hal ini? Anggi benar-benar ketakutan kenapa tadi dia menelepon Bimo? Kenapa tadi dia diam saja disaat Bimo mulai menyentuh bagian-bagian vital tubuhnya? Kenapa dia tidak menolak saat Bimo melepas pakaiannya sampai tidak ada selembar benangpun yang menutupi tubuhnya? 

Seharusnya dia tadi malu. Seharusnya dia tadi menolak. Seharusnya dia tadi marah. Bahkan kalau perlu dia menampar Bimo agar Bimo sadar dan tidak melakukan itu. Perbuatan yang hanya pantas dilakukan pasangan suami isteri.

Sekarang percuma dia menyesalinya. Percuma dia tangisi. Semua sudah terjadi

"Bicara dong, Nggi." Bimo merasa sangat berdosa melihat Anggi terus menangis dan tidak menjawab semua ucapannya.

"Aku udah kotor kak, sebagai perempuan aku udah nggak punya harga diri, aku menjijikkan! Aku hina!" rintih Anggi lirih ditengah-tengah tangisnya.

"Aku udah membuat dosa bapak dan ibu. Aku udah mencoreng nama baik mereka," lanjut Anggi.

Anggi terus mengoceh sambil menangis "Aku anak nggak tau diri, aku udah kotor seperti sampah!"

"Jangan bicara begitu, sayang," bujuk Bimo. "Aku yang salah, aku minta maaf. Aku rela kalau kamu mau menghukum aku."

"Kamu janji akan secepatnya nikahin aku? Kamu janji nggak akan ninggalin aku?" tanya Anggi penuh harap dengan janji Bimo.

"Aku janji, sayang." Bimo cepat menjawab.

***

Bimo pulang dengan membawa sejuta penyesalan. Kenapa dia melakukan itu? Kenapa dia menyakiti orang yang sangat dia cintai? Kenapa dia merusak sesuatu yang seharusnya dia jaga? Penyesalan yang tiada guna dan tiada akhir.

Bimo terus melamun di atas motornya. Pikirannya melayang kepada Anggi. Apakah Anggi akan marah padanya? Akankah Anggi membenci dirinya? 'Aku memang laki-laki tidak berguna, tidak bisa menjaga kesucian gadis yang kucintai.' Beribu penyesalan berkecamuk di hati Bimo.

Hujan masih turun dengan derasnya. Motor Bimo terus berjalan menerjang derasnya hujan. Bimo seakan tidak peduli tubuhnya kuyup diguyur hujan. Hatinya terus dipenuhi oleh penyesalan. Penyesalan yang akan dia bawa seumur hidupnya.

Bimo terus melamun, hingga dia tidak melihat ada lubang besar di jalan. Mungkin karena saat itu hujan deras dan jalan agak licin,  Bimo tidak bisa menghindari lubang dan akhirnya motornya terbalik dan dia jatuh terpental di aspal jalan. Dari arah berlawanan ada bis luar kota yang melintas, dan akhirnya tubuh Bimo terlindas tanpa bisa dihindari lagi. Tubuh Bimo mengejang lalu diam tak bergerak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status