Share

Noda Lipstik di Kemeja Suamiku
Noda Lipstik di Kemeja Suamiku
Author: Widya A.S

1. Sikap Kasar Reza

"Dian ... Diandra! Cepat ambilkan sepatuku! Dasar Istri gak becus!" Reza terus memarahi istrinya yang yang masih sibuk membereskan sisa sarapan mereka.

"Sebentar, Mas. Dian baru selesai beresin meja makan. Sepatunya kan sudah Dian siapkan di rak depan. Jadi, Mas Reza tinggal pakai saja, kaos kaki juga sudah ada di dalamnya." terang Diandra.

"Kamu kan tahu saya duduk di sini. Ya Kamu ambilkan lah sepatu itu ke sini. Gimana sih jadi Istri kok malas-malasan," gerutu Reza.

"Tapi kan lantai ini sudah Dian pel, Mas. Nanti kotor lagi kalau Mas Reza pakainya di sini." Meski suaminya sudah marah-marah, namun Diandra tetap menghadapinya dengan sabar.

"Kalau kotor kan tinggal di pel lagi gimana sih! Dasar Istri nggak guna!" Reza berjalan keluar dengan menghentakkan kakinya. Ia bahkan sempat mendorong Dian hingga istrinya terjatuh dan meringis kesakitan.

Begitulah keseharian Diandra dan suaminya, selalu terlibat percekcokan meski hanya dalam masalah ringan. Meski begitu, Diandra tak pernah sekalipun berpikir untuk meninggalkan suaminya.

"Kenapa kamu berubah, Mas? Kenapa kamu sudah tak sehangat dulu lagi? Apa Mungkin kamu sudah bosan?" batin Dian menatap suaminya yang tengah memakai sepatu.

"Mas, salim dulu," ucap Diandra saat melihat Reza sudah mau masuk ke dalam mobil.

"Nggak perlu! Aku jijik sama tangan kotormu yang setiap hari bau terasi. Kamu lihat tuh istri tetangga, setiap pagi mereka terlihat cantik dan rapi, tubuhnya pun wangi, nggak kayak kamu yang bau ketek! Gimana aku bisa betah di rumah, kalau istriku aja jorok kaya gitu?!"

Bagaikan pisau belati yang mengoyak-oyak hati. Sudah mendapat penolakan Diandra masih juga mendapat hinaan dari suaminya. 

Perlahan air mata Diandra pun menetes, namun tak pernah sekalipun ia melawan ucapan suaminya. Karena baginya, selama suaminya tidak melakukan pengkhianatan, semua kesalahan yang masih bisa dimaafkan.

"Hati-hati di jalan, Mas," ucap Diandra saat mobil yang ditumpangi Reza sudah mulai berjalan menjauhinya.

"Sabar, Dian. Kamu pasti bisa melewati semua ini." Diandra terus menguatkan dirinya meski ia tahu saat ini ia sudah mulai kehabisan kesabarannya.

"Ya ampun! Itu kan ponsel Mas Reza. Aku harus mandi terus siap-siap anterin ponsel ini. Sebelum nanti Mas Reza marah-marah lagi." Dengan gerakan cepat, Dian bergegas ke kamar dan mandi secepat mungkin. Selesai mandi, tak lupa ia memilih pakaian yang menurutnya paling bagus. Karena ia tak ingin mempermalukan suaminya di depan rekan kerjanya.

"Oh, iya! Aku harus pakai parfum yang wangi biar gak bau badan. Pokoknya aku nggak boleh bikin malu Mas Reza." Dian menyemprotkan parfum beberapa kali ke tubuhnya hingga aroma wangi tercium. Tak lupa ia memoles sedikit make up di wajahnya.

"Nah sudah siap, sekarang aku mau berangkat. Mudah-mudahan Mas Reza nggak marah," monolog Diandra.

Diandra berjalan keluar komplek rumahnya untuk menaiki kendaraan umum. Sebab ia tak mungkin menaiki taksi karena tarif yang terlalu mahal.

"Mau pakai taksi tapi uangnya nggak cukup, kalau pakai angkot nanti takut kelamaan. Gimana ya?" Diandra menoleh ke kanan kiri berharap menemukan kendaraan lain.

"Nah itu ada tukang ojek, lebih baik aku naik ojek biar cepat sampainya." Dengan langkah tergesa-gesa Diandra menghampiri jajaran tukang ojek yang tengah menunggu penumpang datang.

"Bang, tolong anterin ke alamat ini ya," ucap Diandra sambil menyodorkan alamat pada tukang ojek yang akan ia tumpangi.

"Siap, Neng. Jangan lupa pakai helmnya ya. Biar nggak diapelin pak polisi," ucap tukang ojek tersebut.

"Haha, Abang ini bisa aja." 

Dengan menaiki kendaraan roda dua, Diandra menembus jalanan ibukota yang tengah padat oleh lalu lalang kendaraan.

"Berapa, Bang?" tanya Diandra setelah mereka sampai di tempat tujuan.

"Ceban aja, Neng. Makasih ya." 

Setelah mendapat bayaran, si tukang ojek langsung berlalu meninggalkan Diandra sendiri.

Dengan langkah percaya diri Diandra berjalan menuju resepsionis untuk menanyakan ruangan suaminya.

"Permisi, Mbak. Saya mau tanya ruangan Mas Reza di mana ya?" tanya Diandra.

"Maaf, kalau boleh tahu Anda siapa ya?" tanya resepsionis tersebut.

"Saya Diandra istrinya," ucap Diandra.

"Oh, begitu. Silahkan tunggu sebentar, biar saya hubungi Pak Reza terlebih dulu," ujar sang resepsionis yang kemudian terlihat menghubungi seseorang.

"Hallo, Pak. Di lobby ada seorang perempuan bernama Diandra yang mengaku sebagai Istri Bapak sedang menunggu di bawah," ucap resepsionis yang diketahui bernama Rina.

"Oh, baik." Setelah itu Rina menutup sambungan telepon dan meminta Diandra untuk tetap menunggu.

"Maaf, Mbak. Kata Pak Reza Mbak disuruh menunggu saja di sini. Beliau sebentar lagi akan turun," terang Rina.

"Baik, terima kasih ya, Mbak," ucap Diandra.

Tak lama kemudian Reza tampak datang menghampirinya. Namun raut wajah ramah sama sekali tak terpampang di wajahnya. Dengan kasar Reza menarik lengan Diandra menjauh dari resepsionis.

"Kamu ngapain ke sini? Pakai pakaian lusuh kayak gitu lagi. Bikin malu aja!" ucap Reza.

"Ma-maaf, Mas. Dian cuma mau antar ponsel Mas aja. Tadi ponsel Mas Reza ketinggalan di ruang makan," ujar Diandra. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya karena tak sengaja mendengar sentakan dari mulut Reza.

"Kamu kan bisa kirim lewat orang atau enggak taruh aja di sini. Nggak perlu kamu yang antar ke sini terus nemuin aku. Aku malu tau punya istri kayak kamu yang nggak bisa dandan. Coba kamu ngaca deh, lihat kayak apa penampilan kamu sekarang. Rambut berantakan, muka kusam, pakaian lusuh, badan bau keringat kayak gitu berani nemuin aku di kantor besar kayak gini?!" Reza terus memaki Diandra hingga wanita itu mulai terisak.

"Hiks, hiks, maafin Dian kalau udah bikin Mas malu. Dian pulang sekarang." Namun saat Diandra hendak meraih tangan suaminya, lagi-lagi ia harus mendapat penolakan.

"Udah sana buruan pergi. Nggak perlu cium tangan juga, nanti keringat kamu nempel di tanganku." Reza terus mencibir Diandra.

"Ya sudah kalau begitu Dian pamit pulang dulu ya, Mas."

Tanpa menghiraukan ucapan istrinya Reza langsung pergi begitu saja.

Beberapa karyawan terlihat berbisik-bisik membicarakan dirinya.

"Eh, lihat tuh istri Pak Reza. Masa istri manajer penampilannya kumal kayak gitu. Pantas aja Pak Reza marah-marah terus. Lihat tuh bajunya yang norak. Muka kusam, rambutnya juga acak-acakan. Itu sih pantasnya jadi, babu," ucap salah satu resepsionis rekan Rina.

"Hust, nggak boleh ngomongin orang kayak gitu. Tadi sih aku lihat dia ke sini naik ojek. Mungkin karena itu dia jadi acak-acakan penampilannya," ucap Rina.

"Tapi emang kamu nggak nyium apa? Tadi itu badannya bau banget tahu. Kalau aku jadi Pak Reza, udah aku tinggalin tuh cewek."

Sang resepsionis laki-laki turut membicarakan keburukan tentang Diandra tanpa mereka tahu kehidupan seperti apa yang Diandra alami.

"Ya wajar kali kalau bau, namanya juga naik ojek. Panas terik matahari, belum lagi polusi, badan keringatan jadi bau ya wajar dong. Kamu juga kalau naik ojek pasti kayak gitu. Kita aja yang sekarang nasibnya beruntung kerjanya nggak kepanasan, jadi bisa jaga penampilan tiap saat. Ditambah lagi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan kita buat rapih dan wangi," ucap Rina.

"Kamu itu kenapa sih, Rin? Perasaan dari tadi kamu belain tuh perempuan terus?" ucap rekan Rina.

"Aku nggak belain siapa-siapa, aku cuma memposisikan gimana kalau aku jadi dia. Udah susah payah ke sini, sampai sini malah diomongin terus sama orang," ucap Rina.

"Udah,udah, ayo kita kerja. Nanti malah ditegur," ucap resepsionis laki-laki yang tadi ikut membicarakan Diandra.

Tanpa mereka sadari, jika apa yang mereka lakukan tak luput dari perhatian seseorang yang sejak tadi mengawasi mereka diam-diam. Ia bahkan mendengar jelas makian Reza pada wanita malang yang baru saja berjalan melewatinya dengan wajah sembab. Sosok itu terus menatap kepergian Diandra dengan pandangan yang sulit diartikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status