Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya.
__alhadits__
💔
Laila pun akhirnya meng-eja kata demi kata, di sela isak tangis. Meski hatinya perih mengatakannya. Bukan hal mudah menanggung rasa sakit dan rasa bersalah sekaligus.
Kalau saja dia belum pernah mengenal pesantren dan punya iman yang tersemat dal dada, mungkin tak pikir panjang setelah kejadian menjijikkan itu, akan langsung bunuh diri.
Gadis itu pernah mendengar dari ustazah di pesantren dulu,
"Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya."
Ucapan
Seorang pria sejati dinilai bukan dari bagaimana penampilannya. Apa yang lebih penting adalah bagaimana ia bersikap. Aris bukan hanya tampan dan menjaga sikap, lebih dari itu, dia seorang pemuda yang tak rela air mata ibunya menetes.***Lintang yang terbangun karena suara ribut dari depan segera bangkit dari ranjang untuk melihatnya. Kebetulan sejak pulang dari rumah sakit, gadis berparas ayu itu tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan apa yang menimpa Laila dan keterlibatan kakaknya Aris, sampai dipukuli oleh ayah tiri Laila.Besok, saat mamanya bertanya, dia akan menjawab Aris habis bertengkar dengan temannya. Sesuai apa yang kakaknya inginkan.Langkah Lintang sudah berada di ujung tangga.Mata gadis itu melebar dan sontak menutupi mulut mungilnya, melihat Aris tengah diintimidasi oleh seorang pria. Tak membuang waktu, ia pun berbalik dan mengetuk pintu sang mama."Aris. Kami ingin bicara." Bunda Laila langsung mengatakan maksud kedatangann
Setiap manusia yang memiliki hati pasti tahu, besarnya luka dan rasa takut yang dialami perempuan korban pelecehan.....***Pintu toilet terbuka. Tak ada yang Laila lakukan kecuali mennagis depan cermin. Gadis itu tak mengerti apa yang harus dilakukan sekarang selain menangis.Suster yang melihatnya, membiarkan itu. Dia tahu bagaimana rasa sakit yang dialami korban pelecehan. Jiwanya pasti sedang terguncang hebat. Yang penting, ia bisa mengawasi agar tak hal gila yang dilakukannya.Mata Laila melebar. Tubuhnya seketika bergetar. Takut. Kala melihat bayangan seorang pria di cermin mendekatinya dari belakang."Apa yang kamu lakukan?" Heru bertanya dengan lembut. Ada perawat yang tengah beraktifitas di kamar Laila. Namun, hanya ini kesempatannya menemui gadis itu."Jangan takut anak baik, aku ke sini hanya memberikan ponselmu."Pria itu menyodorkan benda pipih ke arah Laila. Ketika menoleh gadis itu bisa melihat ponselnya. Masih de
Kesucian wanita adalah tolak ukur sebuah kehormatan.Manusia patut malu ketika tak bisa menjaga nafsu birahinya sendiri, atau pun memancing orang lain dengan sesuatu yang sifatnya erotis.***Mata Ardian menyipit, baru saja dia kembali dari mushola, untuk menunaikan sholat subuh, seorang pria yang penampilannya tak mirip tenaga medis tengah keluar dari kamar Laila.Ia pun bergerak cepat melihat kondisi Laila. Matanya melebar, melihat gadis itu tengah duduk mennagis tersedu di lantai toilet. Dengan seorang suster yang membujuknya."Ada apa, Sus?" tanya Ardian."Em, saya nggak tau, Mas. Tadi padahal sudah agak tenang berdiri di situ." Suster menunjuk ke cermin.Belum lagi, suster selesai bicara, Ardian segera ingat pria yang barusan keluar dan mengejarnya. Mungkinkah ada hubungannya?"Siapa itu?" gumamnya. Gegas kaki kokohnya bergerak dengan cepat, untuk mencapainya dan mengetahui siapa pria itu.'Apa aku kecolongan? Mungk
FlashbackKutajamkan pandangan saat melihat Laila keluar dari kamarnya. Tumben kali ini tak memakai kerudung. Bibirku seketika tertarik ke atas, membuat sebuah lengkung senyuman, senang melihatnya.Tak bisa kumengerti kesenangan dan tak bisa menarasikannya dengan apa pun.Menyayangi Laila dan menginginkannya sekaligus.Dia tampak cantik, sama seperti ibunya, hanya saja lebih menggemaskan. Terakhir kali memperhatikan anak itu saat pulang dari pesantren, kala usianya masih lulusan SMP.Namun, belakangan ... aku seperti tersihir oleh keberadaannya. Ini bukan salah dan mauku. Ini terjadi begitu saja."Laila!" kupanggil anak yang ceria itu untuk mendekat.Gadis itu menoleh dan mendekat ke meja makan di mana aku berada."Ya, Yah?""Ayah minta tolong bikinin kopi, bisa? Bunda kamu masih ke pasar.""Ya." Gadis itu tersenyum. Sampai lesung pipitnya terlihat menghiasi wajah manisnya.Kuamati pergerak
Laila bergeming. Seolah diamnya membenarkan tuduhan semua orang bahwa dia adalah gadis bi*al yang suka menggoda pria. Pantas saja diperkosa. Karena dia sendiri yang memancing dengan mengirim foto-fotonya bug*lnya.Gadis itu hanya bisa menangis, mendapat sebuah tamparan keras dan makian demi makian dari ayah yang dicintai. Ayah yang diharap perlindungan dan kepercayaannya.Saat akan melayangkan pukulan kedua, Rani segera meraih tangan Aji."Hentikan, Mas! Dia sudah cukup terluka dengan kejadian yang menimpa!" Bunda Laila berusaha menghentikan sambil menangis.Namun, juga tak cukup mampu untuk tidak ikut menyalahkan puterinya. Walau bagaimana, Laila berada di posisi yang salah. Memancing nafsu laki-laki sampai ada niat buruk memperkosanya. Ia bahkan tak sanggup untuk memeluk anak gadisnya itu. Ada perasaan jijik dan kesal, meski ini bukan sepenuhnya salah Laila.Aji yang murka mendesah panjang. Ketika ingat sesuatu, ia segera bergerak membuka semua t
Aji banyak diam. Dia sudah mengusulkan pada Rani dulu agar menaruh Laila di pesantren saja. Pria itu sungguh kecewa saat tahu, Laila pulang dari pondok dan menempuh pendidikan negeri di SMA.Setelah semua upaya, Aji bisa apa? Rani juga tak bisa berbuat apa pun untuk membujuk Laila kembali ke pesantren.Akhirnya, yang terjadi seperti sekarang. Laila dinodai dan harus nikah muda. Padahal gadis itu satu-satunya harapan Aji. Kelak bisa menyelesaikan sekolah. Kuliah hingga jadi sarjana, lalu mendapat pekerjaan yang bagus.Tidak sepertinya, jadi kuli bangunan, pekerja lepas di perusahaan. Kerjanya serabutan dan tak menentu. Aji mendesah. Dia tahu ini bukan takdir yang bisa dipilihnya. Dan ia tahu bahwa Tuhan mengirim ujian tidak mungkin di luar kemampuan hamba-Nya. Akan tetapi tetap saja berat.Ditatap wajah puterinya yang sembap meski telah memakai make up. Menutupi wajah lugu dengan lesung pipit, saat saat sedikit bibirnya ditarik.Laila tampaknya tak
"Ran, aku harus meeting." Heru melihat ke arah pergelangan tangan. Di mana sebuah arloji terlilit di sana."Hem?" Dahi Rani seketika mengerut. Berpikir, sikap suaminya sangat aneh. Sudah tahu ada acara sepenting sekarang, malah mau pergi."Tap ...""Kamu mau ditinggal?" Heru tak ingin berdebat."Ah, nggak." Rani menyahut cepat. Dia akan merasa canggung berada di antara keluarga barunya ini. "Malam-malam begini, apa iya meeting, Yah?""Ya, karena klien ayah hanya bisa bertemu malam, jadi manajer ayah mengaturkan waktunya saat makan malam." Heru mengemukakan alasannya."Oh, begitu." Rani manggut-manggut."Kalau gitu, aku pamit Laila dulu.""Ya."Namun, belum lagi melangkah. Wanita itu ditahan oleh Aji. Melihat itu ada kecemburuan yang membuat Heru kesal."Ran, kita perlu bicara hal lain dengan orang tua Aris." Aji mengucap serius."Ayok, Ran. Aku tak bisa menunggu lama." Heru menyela."Oh, ya. Mas. Maa
Ardian menajamkan pendengaran. Jika Heru berani berselingkuh, tak menutup kemungkinan dia bisa melakukan hal lebih besar dari itu, misal ... mengancam Rani dan Laila.Ardian heran, kenapa Laila tampak begitu lemah di depan suaminya? Sikap seperti itu membuat Heru makin besar kepala dan berani berbuat semuanya sendiri, termasuk bermain dengan wanita.Adik Aji itu lalu mengingat kejadian di rumah sakit, ekspresi Heru saat itu sangat mirip seorang saiko! Senyum aneh, tersenyum dingin lalu tampak sedih dalam sekejap."Pria itu benar-benar tak beres. Apa aku perlu menyewa detektif? Tapi uang dari mana? Ck."Tak lama Rani ke luar. Ardian bisa melihat dengan jelas, Heru buru-buru menutup teleponnya."Hem, kan." Ardian mencebik. Melihat Heru yang menyambut kedatangan istrinya dengan senyuman."Dasar bermuka dua!"Tak lama, keduanya langsung masuk mobil dan meninggalkan rumah keluarga Aris yang terbilang megah.***Aris mendengar