Noda di Seragam Puteriku
(3)
(Cerita ini juga tayang di Joylada ya)
Dalam hati aku tak henti-hentinya berdoa semoga yang kupikirkan salah. Semoga Laila bukan korban perkosaan.
Namun, harapan itu tampaknya pupus. Kala dokter memberi tahu, area mulut rahim puteriku telah robek.
"Puteri Ibu sempat mengalami perdarahan kecil. Tampaknya ada yang berusaha keras memperkkosa anak Ibu." Dokter mengatakan hal yang sama sekali tak ingin kudengar.
Ya, mana ada Ibu yang ingin anaknya diperkosa? Dia akan kehilangan pendidikan masa depannya. Menyisakan trauma. Belum lagi pandangan calon suaminya suatu hari nanti.
Seketika aku lututku terasa lemas. Jika tadi hanya dugaan dan dugaan, kini semua itu telah jelas. Puteri kesayanganku Laila, adalah korban perkosaan.
"Di-diperkosa?" Mata Mas Heru melebar diikuti suara terkejut. Dia syok sama sepertiku.
Namun, tanpa diduga pria itu membalik tubuh dan mendaratkan pukulan pada Aris.
"Brengsek! Kurang ajar kau Bangs"t! Beraninya menodai anak kami!" Mas Heru seolah hilang kendali.
Namun, aku tak cukup punya hati sekaligus perhatian untuk melerainya. Rasaku sudah habis setelah mendengar pernyataan dokter mengenal hal yang menimpa Laila.
Aris bahkan tersungkur jatuh. Aku yang tak yakin dia pelakunya pun, juga memilih diam tak membelanya.
"Argh!" Lintang berteriak melihat pemuda yang sedari tadi bersamanya mendapatkan beberapa luka dari pukulan suamiku.
"Tolong, Bu. Bantu Kak Aris. Dia gak salah!" Gadis itu memegangi lenganku dengan kedua tangannya.
Kutatap sejenak gadis itu. Dari tempat di mana dia menyentuh lalu beralih ke wajahnya. Kulihat ekspresinya yang menangis. Dia terlihat sedih dan tersiksa. Tapi bukankah apa yang Lintang rasakan tak sebanding dengan rasa sakit yang Laila rasa? Kenapa bukan Lintang saja yang diperkosa dan berada di ruang UGD?!
Batinku memaki.
Ya Tuhan, apa yang baru saja kupikirkan. Bukankah Lintang juga punya seorang ibu yang mencintainya, seperti aku mencintai Laila?
"Hentikan! Tolong kalau mau berkelahi di luar saja!" Dokter pria yang memeriksa Laila meninggikan suara.
"Saya bisa panggil keamanan kalau Bapak mengganggu kerja kami dan kenyamanan pasien," sambung dokter itu.
Mas Heru pun melepas tangannya dari Aris. Pria yang biasanya tampak lembut dan bijak dalam berkata-kata, kini terlihat sangat buas.
Dengan tersengal emosi ia kembali mengarahkan telunjuk pada Aris.
"Kamu harus di sini dan bertanggungjawab. Kali ini kamu selamat."
Pria itu kemudian mendekatiku kembali.
Lintang segera menghambur ke arah kakaknya sambil menangis. Diusap wajah penuh luka lebam itu. Dan Aris meringis kesakitan. Ya, tentu saja Mas Heru menyerang dengan brutal.
"Jadi bagaimana bagaimana, Dok? Apa yang harus kami lakukan?" tanyaku begitu kegaduhan mereda.
Dokter itu masih melirik ke arah suamiku dengan kesal. Lalu menatap padaku.
"Laporkan polisi, saya akan memberikan diagnosa dan visum." Dokter menyahut mantap.
"Apa? Tidak. Jangan lapor polisi?!" Mas Heru bereaksi tiba-tiba.
Ada apa dengannya? Kenapa tak mau melapor polisi? Jangan-jangan....
Bersambung.
Sesakit apa pun efek sebuah kejujuran, akan lebih menyakitkan ketika kebohongan terungkap.💔"Laporkan polisi, saya akan memberikan diagnosa dan visum." Dokter menyahut mantap.Aku dan dokter yang saling berbincang serius, sontak menoleh kala Mas Heru bersuara."Apa? Tidak. Jangan lapor polisi?!" Mas Heru bereaksi tiba-tiba. Dia tampak keras menentang dengan matanya yang menyalang.Ada apa dengannya? Kenapa tak mau melapor polisi? Jangan-jangan ... ah, tidak! Tidak mungkin dia pelakunya, tadi saja pria itu tampak begitu marah pada Aris karena menduga dia pelakunya. Membuat Laila menangis saja, Mas Heru tak tega bagaimana mungkin sampai menyakiti Laila.Lagi pula apa kurangnya aku, yang selalu menghangatkan malamnya setiap dia minta. Mas Heru juga tak pernah menampakkan kekecewaannya setelah kami melakukan hal yang menjadi pengikat suami i
Jangan pernah berprasangka buruk terhadap orang lain. Tapi, juga jangan terlalu mudah percaya, karena di dunia ini memang ada orang yang tidak bisa dipercaya.💔Namun, di luar dugaan. Laila yang masih terbaring di ranjang pasien itu menggeleng."Bukan, Bund. Bukan Ayah pelakunya." Suara serak Laila membuat sang ibu tercengang.Wanita berusia 40 tahun itu sudah sangat yakin, kalau pelakunya adalah Heru, suaminya sekaligus ayah tiri bagi Laila. Soal riwayat panggilan dan pesan yang tak ada di ponsel itu pasti hanya akal-akalan Heru. Lalu sekarang, Laila pun tak mengakuinya. Gadis itu pasti diancam."Apa? Kamu yakin, Nak? Ayah tidak mengancammu untuk mengatakan ini?" Rani masih tak percaya dengan pengakuan Laila.Lagi, gadis yang menangis itu menggeleng. "Bukan Ayah." Gadis itu meyakinkan.Mata Rani melebar. Meny
Ayah selalu punya cinta, dan seribu alasan untuk tetap berjuang. Seringakali ia menepis kesedihannya sendiri demi seorang anak yang lahir dari darahnya.❤️Rani terhenyak mendengar kata 'Ayah' dia baru sadar kalau Laila punya dua . Apa itu artinya ayah yang ini, pria yang tadi sore menelepon Laila? Kalau begitu ...."Ran?"Aji berjalan semakin mendekat."Kenapa kamu melihatku seperti sedang melihat hantu?" Pria itu tampak heran, melihat mantan istrinya yang melongo.Sungguh reaksi yang tak biasa. Kalau di waktu biasa wanita itu bersikap biasa-biasa saja. Ceplas-ceplos menceritakan kegiatan Laila, dan menunjukkan betapa dia bangga bisa lepas darinya. Hidup dengan baik, dan membuat Laila jauh lebih berkecukupan dibanding saat dengan Aji dulu.Bagaimana tidak? Suami Rani yang sekarang bukan pekerja serabutan seperti Aji. Heru bekerja d
Selama ini Aji memahami sekaligus meyakini, orang akan baik jika dia berteman dengan orang-orang baik, dan sebaliknya._____________"Apa yang Kak Aris rahasiakan?" tanya Lintang yang penasaran mencecar sang kakak.Dia yakin jika rahasia Aris yang dimaksud ayah tiri Laila ada sangkut pautnya pada kasus yang menimpa teman sebangkunya itu.Aris mendesah. Ia tak berniat sedikit pun bercerita pada Lintang apa yang Heru ancamkan padanya. Pemuda yang memiliki faras rupawan dan menjadi idola banyak gadis itu lalu berjalan, meninggalkan Lintang ke mobil."Kak! Kok gitu, sih?!" dengkus Lintang yang mendapat respon dari Aris tak sesuai maunya. Ia memprotes sikap sang kakak yang terkesan menutup-nutupi sesuatu darinya.Gadis itu pun mengekor Aris menuju mobil. Sementara pikirannya terus mengembara. Menyangkut pautkan kejadian demi kejadian, agar ditemui benang mer
Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya.__alhadits__💔Laila pun akhirnya meng-eja kata demi kata, di sela isak tangis. Meski hatinya perih mengatakannya. Bukan hal mudah menanggung rasa sakit dan rasa bersalah sekaligus.Kalau saja dia belum pernah mengenal pesantren dan punya iman yang tersemat dal dada, mungkin tak pikir panjang setelah kejadian menjijikkan itu, akan langsung bunuh diri.Gadis itu pernah mendengar dari ustazah di pesantren dulu,"Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya."Ucapan
Seorang pria sejati dinilai bukan dari bagaimana penampilannya. Apa yang lebih penting adalah bagaimana ia bersikap. Aris bukan hanya tampan dan menjaga sikap, lebih dari itu, dia seorang pemuda yang tak rela air mata ibunya menetes.***Lintang yang terbangun karena suara ribut dari depan segera bangkit dari ranjang untuk melihatnya. Kebetulan sejak pulang dari rumah sakit, gadis berparas ayu itu tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan apa yang menimpa Laila dan keterlibatan kakaknya Aris, sampai dipukuli oleh ayah tiri Laila.Besok, saat mamanya bertanya, dia akan menjawab Aris habis bertengkar dengan temannya. Sesuai apa yang kakaknya inginkan.Langkah Lintang sudah berada di ujung tangga.Mata gadis itu melebar dan sontak menutupi mulut mungilnya, melihat Aris tengah diintimidasi oleh seorang pria. Tak membuang waktu, ia pun berbalik dan mengetuk pintu sang mama."Aris. Kami ingin bicara." Bunda Laila langsung mengatakan maksud kedatangann
Setiap manusia yang memiliki hati pasti tahu, besarnya luka dan rasa takut yang dialami perempuan korban pelecehan.....***Pintu toilet terbuka. Tak ada yang Laila lakukan kecuali mennagis depan cermin. Gadis itu tak mengerti apa yang harus dilakukan sekarang selain menangis.Suster yang melihatnya, membiarkan itu. Dia tahu bagaimana rasa sakit yang dialami korban pelecehan. Jiwanya pasti sedang terguncang hebat. Yang penting, ia bisa mengawasi agar tak hal gila yang dilakukannya.Mata Laila melebar. Tubuhnya seketika bergetar. Takut. Kala melihat bayangan seorang pria di cermin mendekatinya dari belakang."Apa yang kamu lakukan?" Heru bertanya dengan lembut. Ada perawat yang tengah beraktifitas di kamar Laila. Namun, hanya ini kesempatannya menemui gadis itu."Jangan takut anak baik, aku ke sini hanya memberikan ponselmu."Pria itu menyodorkan benda pipih ke arah Laila. Ketika menoleh gadis itu bisa melihat ponselnya. Masih de
Kesucian wanita adalah tolak ukur sebuah kehormatan.Manusia patut malu ketika tak bisa menjaga nafsu birahinya sendiri, atau pun memancing orang lain dengan sesuatu yang sifatnya erotis.***Mata Ardian menyipit, baru saja dia kembali dari mushola, untuk menunaikan sholat subuh, seorang pria yang penampilannya tak mirip tenaga medis tengah keluar dari kamar Laila.Ia pun bergerak cepat melihat kondisi Laila. Matanya melebar, melihat gadis itu tengah duduk mennagis tersedu di lantai toilet. Dengan seorang suster yang membujuknya."Ada apa, Sus?" tanya Ardian."Em, saya nggak tau, Mas. Tadi padahal sudah agak tenang berdiri di situ." Suster menunjuk ke cermin.Belum lagi, suster selesai bicara, Ardian segera ingat pria yang barusan keluar dan mengejarnya. Mungkinkah ada hubungannya?"Siapa itu?" gumamnya. Gegas kaki kokohnya bergerak dengan cepat, untuk mencapainya dan mengetahui siapa pria itu.'Apa aku kecolongan? Mungk