Heru menunggu dengan gugup. Disesap kopi panas di tangan untuk mengurangi perasaan itu. Tak sabar rasanya ingin tahu hasil dari rencana yang disusun. Kali ini Laila maupun pemuda yang melindunginya akan dipukul mundur dengan konten itu.
"Nah, berhasil!" pengacara berseru senang. Setelah matanya fokus lebih dari sejam, dan telinganya tersambung pada orang-orang yang mengerti IT, apa yang dikerjakan berhasil juga.
Dia yakin Heru juga pasti akan sangat senang, dan melupakan kesalahan yang diperbuatnya sebelum ini.
"Benarkah!?" Heru berseru. Ia segera meletakkan kopi dan memajukan tubuh melongok ke arah laptop yang pengacaranya pegang.
Sebuah senyuman terukir di wajahnya. Senyum lega dan kemenangan. "Ck. Heru dilawan."
"Saya tak menyangka ada orang sejenius Anda."
"Berapa lama lagi waktu kita?" tanya Heru.
"10 jam 28 menit 50 detik."
"Hemh. Kita sudah menggenggam kemenangan untuk kasus Laila dsn suaminya. Sepertinya kamu juga perlu
"Apa?! Lo udah kawin?!" Mata Fanno melebar sempurna."Nikah, Fan." Aris mengingatkan agar Fanno meralat ucapannya."Ah, ya. Maksud gue itu. Ck. Mana boleh kawin sebelum nikah. Haha.""Hem.""Tapi apa sebabnya? Gak asiklah nikah gak kabar-kabar.""Yah. Niatnya kan muau dirahasiain. Masa kabar-kabar?"Tak menyangka jika pemuda yang selama ini terkesan dingin seperti kutub utara, bisa menikah lebih awal dibanding yang lain."Yah, apa pun itu. Gue doain Lo bahagia, semua berjalan dengan lancar.""Thanks. Tanpa Lo gak tau deh, gue minta bantuan siapa? Emang kelewat keparat itu bapak tirinya.""Hemh. Apa Bapak tirinya cabul?""Yah. Tentu. Cuma gimana kronologinya gue gak bisa cerita. Sorry." Aris sadar bahwa aib istrinya juga adalah aibnya. Itu kenapa memilih merahasiakannya dari siapa pun."Ya, gak papa. Santai ajalah. Gue ngerti, manusia perlu privasi.""Gak nyangka Lo sebaik ini, Fann.""Serius.
"Ada apa sebenarnya?" gumam Aris sambil merogoh ponsel Laila.Ia kemudian mencari kontak yang belum lama menelepon ke nomor milik istrinya. Nomor yang rupanya, sudah diberi nama 'Bunda' oleh Laila.Tak membuang waktu, Aris pun mengklik icon panggil. Setelah menunggu, panggilan tak juga tersambung dan justru ada pemberitahuan bahwa nomor sedang tidak aktif."Ya Allah. Bagaimana ini? Bagaimana aku bisa tahu?"Aris meletakkan ponsel kecewa sambil terus memutar otak. Dia kemudian ingat, ancaman Heru dan tuntutan bajingan itu."Dia bilang akan menyebarkan foto itu kalau orang tua Laila tidak membatalkan tuntutan ...." Ucapnya dengan dahi berkerut-kerut."Nah!" Pemuda itu berseru. Ia menemukan sebuah ide cetar dalam kepalanya."Aku akan ke kantor polisi untuk tahu. Hemh. Baguslah meski banyak masalah, Tuhan menganugerahkan otak cerdas ini." Aris tersenyum. Ia mengirim pesan pamit pada Fanno, perlu pergi ke suatu tempat.[Bro, sorry g
Hati pengacara mulai guncang. Dia yang sudah menyewa hacker terhebat, kebobolan hacker lain yang dikerahkan pihak lawan. Apalagi lawannya berada di posisi yang benar menurut hukum.Bukan hanya itu, klien yang diperjuangkan nya, terindikasi berdarah dingin. Harusnya yang bisa dilakukan hanya meringankan hukuman dengan menceritakan kejadian secara jujur. Bukan malah menutupi, menghilangkan bukti dan memfitnah orang lain.Kalau sampai pengadilan mengendus perbuatannya, pengacara juga akan mendapat hukuman tak kalah berat"Eum, saya memilih mundur dari kasus ini." Pria itu akhirnya memberanikan diri bicara.Ini adalah keputusan terbaik. Meski tahu Heru pasti akan sangat marah padanya. Namun, jerat hukum lebih menakutkan baginya. Bukan hanya akan dipenjara dan didenda. Pengacara akan kehilangan izin untuk menjadi pengacara lagi setelahnya.Dia akan kehilangan masa depannya jika terus memaksa untuk jadi pengacara Heru."Apa?! Apa aku tak sal
"Ya udah, sih. Setelah ini baiknya nikah aja lagi. Laila juga pasti senang ayah kandung dan bundanya bersatu lagi," ceplos Ardian sambil mencebik, menggoda Aji. Pria yang ia tahu selama ini belum bisa melepaskan Rani seutuhnya.Mata Aji dan Rani melebar. Keduanya tak menyangka, akan dengan mudahnya Ardian mengatakan itu."Kamu ngomong apa, sih?" ketus Aji. "Dia ini masih istri orang." Pria itu melotot pada adiknya karena merasa malu pada Rani."Hehehe." Ardian tertawa renyah melihat wajah serius kakaknya yang tak terima."Aku bakal cerai, Mas." Rani menimpali obrolan itu. Ia tak tahan untuk tidak mengatakan apa yang menjadi keputusannya setelah sadar, bagaimana buruknya Heru.Mana mungkin dia akan bertahan? Laila juga pasti setuju. Entah, nanti akan bersatu lagi dengan Aji atau tidak. Ia belum berani berpikir sejauh itu."Ehm. Ya. Itu hak kamu, Ran." Aji menyahut. "Oya, kamu nggak apa-apa aku tinggal sendirian di sini? Aku harus bekerja." Aj
"Inj gara-gara terus mengunjungi hotel otakku jadi ngeres begini.""Sebentar, aku belum bisa menyentuhnya sampai tahu dia hamil atau tidak. Setidaknya sebulan ke depan. Kalau ada bayi ... apa aku harus menunggu hingga setahun?""Kehamilan tidak dimulai pada hari ketika pasangan melakukan hubungan seks, prosesnya dapat membutuhkan waktu hingga enam hari setelah hubungan seksual untuk sperma dan sel telur bertemu dan membentuk sel embrio yang berhasil dibuahi.Kemudian, bisa memakan waktu enam hingga 10 hari untuk telur yang telah dibuahi hingga sepenuhnya menanamkan dirinya sendiri di dinding rahim.Kehamilan dimulai selama implantasi ketika hormon yang dibutuhkan untuk mendukung kehamilan dilepaskan." Pria itu menggumam, membaca sebuah situs yang memberikan info mengenai kehamilan seorang gadis setelah ia bersetubuh dengan seorang pria."Tapi ... apa aku akan tahan jika melihat perut Laila yang membuncit karena hamil anak pria jahannam itu?"
Aris bicara dengan begitu cerdas. Polisi sampai memandang takjub. Laporan yang seyogyanya baru bisa diproses setelah 24 jam, kini langsung diekseskusi bersama bukti akurat di tangan sang pelapor.Mereka pun mengeluarkan surat penangkapan untuk Heru. Pria di depan komputer, meminta Aris menjawab semua pertanyaan guna melengkapi administrasi"Parjo!" panggil polisi pada rekannya."Ya, Bang!" Seorang pria yang memakai jaket datang mendekat. Menanyakan keperluan atau pun perintah dari orang yang memiliki pangkat di atasnya."Siapkan mobil, kita harus menjemput seseorang!" sahut polisi yang berada di depan Aris.Sementara Aris memilih tak lagi banyak cakap setelah polisi mengabulkan laporan."Baik!"Aris tak menyangka semua akan berjalan secepat ini. Kalau saja dari awal dia tahu, Heru juga seorang pria yang mampu menyembunyikan seorang wanita bahkan bisa jadi telah melenyapkan nyawanya. Sudah barang tentu, ia tak akan melakukan hal lain,
***Aries memandangi layar ponselnya dengan senyum kemenangan. Ia mengirim ucapan selamat pada Heru atas penangkapannya.Membayangkan bagaimana kesalnya wajah Heru membuat Aris tampak semakin senang.Setelah perjuangan panjang penuh drama, akhirnya ditangkap juga penjahat itu."Setidaknya ancaman pembunuhan lebih lama dibanding perkosaan," gumamnya.Sebelum keluar mobil, Aris menyempatkan mengirim pesan pada bunda mertuanya. Memberi kabar gembira pada tiga orang di sana. Bahwa keadaan sudah membaik. Mereka bisa kembali.Bahkan kabar dari Fanno yang sempat menyadap ponsel Heru, preman-preman sewaan yang mengejar-ngejar mereka sudah tak lagi bekerja pada Heru.[Assalamualaikum, Bund. Polisi sudah mengeluarkan surat perintah penahanan. Jadi Bunda dan Ayah bisa pulang segera. Melakukan aktifitas normal seperti dulu.]Ia memang hanya bisa mengirim pesan, karena menelepon beberapa kali nomor wanita itu tak aktif.Selesai denga
Rani menyambungkan kabel changer ke stop kontak yang melekat di dinding. Tadinya ia mematikan ponsel itu hanya untuk berjaga-jaga kalau-kalau lokasinya terlacak."Sepertinya tak masalah menyalakannya sebentar untuk menghubungi Laila. Toh, nomor ponsel ini belum diketahui Mas Heru," gumammya sembari menyalakan ponsel yang sempat tak aktif.Ada sesuatu yang berdesir dalam hatinya, kala layar dalam ponsel mulai menyala.Harap-harap cemas memikirkan nasib Laila yang keberadaannya jauh darinya.Baru saja layar utama menyala, sebuah notif terlihat di latar depan.Matanya melebar melihat ponsel itu. Seketika tawa Rani melebar. Ia langsung bangkit untuk keluar dan menemui Aji serta Ardian untuk menyampaikannya.******"Jadi kamu ditolak sama bundanya Laila, Mas?" tanya Ardian sambil senyum-senyum meledek."Tutup mulutmu! Tak enak kalau dia dengar!" tekan Aji dengan nada berbisik.Pasalnya mereka harus bekerja sekarang. Namun, ka