Home / Romansa / Noktah Merah Pernikahan Firda / BAB 5 Kuhantam Pelan-Pelan

Share

BAB 5 Kuhantam Pelan-Pelan

Author: SEFARIDA
last update Last Updated: 2021-09-24 22:26:10

 

 

#Kuhantam Pelan-Pelan

 

Subhanalloh, aku sungguh malu mendengar penuturan pak Soleh, sungguh nggak pantes melihat perejengannya yang seperti juragan tapi bergaya hidup pelit seperti itu. Aku pamit pak Sholeh sambil membawa nasi goreng dalam kresek.

 

Aku berjalan sambil menenteng satu bungkus nasi goreng lawar kearah mobil suamiku yang berjarak dua puluh meter dari warungnya pak Soleh.

 

"Ayo Mas, kita pulang," kataku singkat sambil menutup pintu mobil dengan keras.

 

Sepanjang jalan aku diam, dan tak berusaha mencari perhatian lagi dari mas Gunarso. Dia melirik, aku pura-pura tidur sambil bersandar di kursi mobil.

 

Sesampai dirumah, mas Gunarso memarkirkan mobil dan aku langsung lari kedapur mengambil satu piring untuk meletakkan nasi goreng. Kugeletakkan begitu saja diatas meja makan tanpa ku buka,  disampingnya kuberi sendok dan air putih satu gelas. Setelah itu aku ngeloyor pergi ke tempat tidur.

 

"Ma, nggak jadi makan, kah?" tanyanya begitu masuk rumah.

 

"Makan sendiri saja, aku sudah kenyang!" kataku sambil naik ke ranjang siap mau tidur.

 

Aku pingin lihat reaksinya makan tanpa kulayani seperti biasanya. Selama ini aku tidak pernah protes atau ngomel saat diberi uang belanja yang kurang karena semua sudah bisa aku tutup dari pekerjaanku sendiri.

 

Aku turun dari ranjang, ku intip dari lubang pintu apa yang dilakukan di meja makan yang kebetulan berhadapan dengan kamar tidurku itu.

 

Lelaki itu duduk dikursi sambil makan nasi goreng dengan lahap hingga tuntas kemudian minum air putih. Tidak ada satupun yang janggal dari kelakuannya.

 

Aku kembali ke ranjang, terus mengambil ponsel lalu ku masukkan nomer baru yang tadi kubeli di counter. Aku ingin mengerjai suamiku biar tahu rasa dia.

 

Setelah kuaktifkan nomernya langsung ku kirim gambar saat dia main dengan si biru tadi. Begitu selesai di kirim ponsel langsung ku masukkan di saku daster terus keluar mendekati suami dari arah belakang. 

 

"Aduh, siapa ini yang kurang ajar," katanya.

 

Kulingkarkan tangan di bahunya dari belakang, dia terperanjat kaget karena tak menyangka istrinya ini mengintip ponsel dari   belakang punggungnya, aku sempat melihat gambarnya itu. 

 

"Apa sih, Ma. Ini temanku usil kirim gambar tak senonoh. Masak fotonya main dengan istrinya dikirim ke aku," jawab mas Gunarso dengan agak terbata-bata.

 

"Kupikir gambar kamu yang lagi main dengan selingkuhanmu Mas," tanyaku enteng.

 

"Kenapa kamu bisa bilang begitu Ma, mana berani aku," jawabnya penuh kepura-puraan.

 

"Coba sih Pa, mama lihat fotonya," pintaku padanya.

 

"Sudah papa hapus kok Ma, ngapain nyimpan hal begituan. Lagian aku kan sudah ada Mama wanita yang paling ku cintai," jawab mas Gunarso  diatur sesantai mungkin agar aku tak curiga.

 

"Yakin Pa?" tanyaku.

"Yakin sekali Ma," jawabnya seperti tertahan.

 

"Jika memang Papa sudah tidak cinta lagi sama Mama, tolong bilang jangan sampai main belakang," kataku sedikit menyinggung sambil memberi ultimatum.

 

"Kok Mama ngomongnya gitu sih," tanyanya.

 

"Oh ya Pa, mulai besuk aku mengundurkan diri dari pekerjaanku, aku akan fokus ngurus kamu dan anak-anak," kataku 

 

Mata mas Gunarso seakan mau lepas saat kukakatakan bahwa aku mengundurkan diri dari pengajar. Aku yakin dia sangat kaget, mendengar keputusanku secara tiba-tiba tanpa bilang dulu kepadanya.

 

"Mulai besok dan seterusnya semua keperluan rumah tangga, sekolah anak kau yang menanggung karena aku sudah tidak memiliki gaji." 

 

Aku berlalu dari hadapannya mengambil air putih. Mas Gunarso  mengejarku seakan tidak percaya.

 

"Lo kenapa tidak bilang dulu sama Papa," tanyanya dengan memegang dua bahuku.

 

"lha ini sudah bilang," kataku ringan saja tanpa beban.

 

"Lho terus gimana, Ma? Ekonomi kita ini kalau Mama nggak ikut bekerja. 

 

Dia memukul- mukul kepalanya sambil menggaruk-nggaruk dengan kasar menggunakan tangan kanannya.

 

"Aku ingin menikmati seluruh jerih payahmu Pa, tanpa di bagi dengan wanita lain," ujarku dengan keras dan sedikit menyindir. 

 

Wajah suamiku bersemburat merah terus memalingkan muka seakan menutupi rahasianya, entah kaget karena sentilanku atau rasa malu.

 

"Bukankah selama ini Mama sudah menikmati semua hasil dari kerja Papa?" tanya dia padaku.

 

"Yakin sudah diberikan semua untuk kebutuhan istri dan anak  di rumah, Pa? coba bayangkan aku istri beranak tiga, yang satu baru lulus SMA, satu lagi SMP kelas tiga dan yang terakhir kelas empat SD. Logika dari mana uang satu juta lima ratus rupiah perbulan itu cukup," argumenku.

 

"Bayar listrik, bayar air, bayar SPP dan uang saku mereka kau tidak pernah berpikir dan masih banyak lagi," protesku padanya. 

 

Dia terdiam tak menjawab satu kata pun. Lenguhan nafas panjang kudengar dari mulutnya. 

 

"Sebenarnya gajimu berapa, Pa? sebagai seorang manager operasional PT Sakti Gemilang. Kamu sudah disana lebih lima tahun dan perusahaan itu adalah multi nasional. Hampir diseluruh Indonesia ada cabangnya. Pasti kau di gaji besar, Pa ?" kataku terus mengejarnya.

 

Beberapa hari lalu aku telah mengecek gaji suamiku melalui bagian keuangan dengan bantuan Tristan gajinya sekitar dua puluh juta. Aku selama ini menunggu kejujurannya padaku. Memang benar banyak sekali yang kurahasiakan darinya tapi semua itu demi kebaikan bersama. Aku ingin di perlakukan selayaknya seorang istri bukan karena embel-embel yang lain.

 

"Yang besar kan perusahaannya Ma, kalau gajiku mah nggak seberapa. Sekitar tiga jutaanlah sebulan. Yang separuh kuberikan kepadamu, yang lima ratus kuberikan pada ibu dan sisanya kugunakan operasional selama satu bulan."

 

Dia membelakangi saat berkata mungkin supaya aku tak tahu perubahan mimik mukanya yang dari tadi aku pandangi terus menerus dengan penuh selidik.

 

Aku terhenyak mendengar jawabannya yang tak kusangka dan sangat berbohong. Padahal ibu mertuaku selama ini tidak pernah dia beri sedikit pun. Karena kasih sayangnya yang melimpah kepadaku  dan anak-anakku, setiap bulan aku mengirimi uang sepuluh juta untuknya. 

 

Bagiku uang adalah hal kecil tapi ketulusannya mencintaiku membuatku rela melakukan apa saja untuk mertuaku itu. Kok beda sekali sifatnya  dengan Mas Burhan.

 

"Pa, pijakan dalam rumah tangga itu adalah kejujuran dan kepercayaan. Jika Papa saat ini merasa sudah jujur aku berterima kasih tapi jika suatu saat tiba-tiba kebohongan muncul. Jangan salahkan aku  jika aku pergi darimu." 

 

Aku keluarkan jurus maut dengan mengultimatum dirinya. 

 

Mas Gunarso hanya menatapku dengan tajam, seakan bingung mendapati aku yang berbeda. Selama ini aku menjadi seorang penurut. Bahkan di injak pun aku diam dan pasrah. Sekarang berubah seratus delapan puluh derajat.

 

"Pikirkanlah dalam hatimu malam ini, intropeksilah segala hal yang kau lakukan. Aku bersyukur anak-anak dirumah ibu sehingga aku bisa mengeluarkan seluruh unek-unek di hatiku kepadamu Pa," selorohku.

 

"Oh, ya Pa sebelum tidur berjinabatlah dengan benar agar badanmu tidak kotor." Aku pamit tidur lebih dulu.

 

Suamiku terbatuk seperti tersedak makanan, aku pura-pura tak mendengar terus berlalu masuk kamar tidur dan kukunci dari dalam.

 

Dari kamar tidur ini, kukirimkan sepuluh photo kejadian di Puri Cempaka Putih ke  gawai suamiku termasuk saat dia menggendong bayi perempuan mungil yang lucu tadi. kemudian ponsel langsung ku matikan. Rasa lelah fisik dan pikiran ini membuatku ingin tidur lebih cepat.

 

***

 

Minggu pagi ini begitu dingin, aku masih berada dikamar ini sendiri. Aku bangkit dan membuka jendela. Untung dalam kamar ini disetting ada kamar mandinya sehingga tak perlu keluar kamar. Terasa segar begitu seluruh udara pagi menyeruak kamar ini. 

 

Air hangat di shower yang mengucur perlahan ke tubuhku ini membuat terasa di pijat. Busa shampoo yang harum serasa aroma therapy yang menyembuhkan rasa galauku.

 

Aku masih tak membuka kunci kamarku, sengaja kulakukan agar mas Gunarso sedikit merasa bersalah yang berujung pada pengakuannya secara jujur pada hati ini. Hair dryer masih terpegang lincah ditanganku mengurai rambut yang basah. 

 

Tiba-tiba bola mata ini melihat kertas kuitansi terselip diantara tumpukan buku dekat meja riasku yang menggantung seperti mau jatuh.

 

Mata ini serasa tak percaya melihat isi kuitansi ini

 

BERSAMBUNG

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Amat Muksin
semangat Firda untuk balas dendam dengan bermain cantik
goodnovel comment avatar
EMI FARIDA
kuitansi apa itu??
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 21 RAHASIA FIRDA 1

    Dua buah koper warna abu-abu metallic serta kecoklatan sudah terjejer rapi diruang keluarga. Tatap mata sendu Gunarso pada ibu yang melahirkannya serta mantan istrinya begitu mengiris hati. Sementara dua wanita dihadapannya itu tetap tak bergeming sedikitpun untuk menahan kepergian Gunarso.Bu Zahra melangkah perlahan mendekati anaknya."Gunarso jadilah laki-laki sejati, bertanggung jawablah dengan setiap perbuatan yang kau lakukan. Semoga yang terjadi hari ini menjadi pelajaran berharga untukmu. Ibu ikhlas kamu pergi semoga kamu mendapat kebahagiaan dengan pilihanmu saat ini."Bu Zahra memeluk anak semata wayangnya itu, sambil menepuk-nepuk punggung Gunarso. Walau bagaimanapun dia harus mengeraskan hati agar Gunarso tahu segala kesalahannya. Rasa cintanya terhadap Gunarso hari ini telah berbeda baginya, selama ini dia terus melindungi dan memaafkannya justeru tidak membuat lelaki yang hampir empat puluh tahun itu tidak belajar dari kehidupannya.Lelaki y

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 20 ADA MALING

    Dengan langkah yang hampir limbung Gunarso bangkit dari duduknya kemudian menuju mobil avanza yang tak berbentuk rupa itu.Berkali-kali dia mencoba berpikir begitu banyak yang terjadi dalam hidupnya dalam tiga bulan terakhir ini. Rumahnya di Cempaka Puri akan disita, terkena PHK, Aina masuk rumah sakit serta hari ini kehilangan istri yang dicintainya itu.Sepanjang perjalanan tak henti air mata penyesalannya terus menetes, bahkan hari ini dia tidak tahu harus melakukan apa dan tinggal dimana. Pikirannya kalut terus tertuju pada Firda yang menceraikannya beberapa saat yang lalu. Ingin sekali membela diri tapi dia tak mampu mengingat begitu banyak salah yang dia lakukan pada Firda.“Aku harus melakukan apa Tuhan, agar Firda kembali padaku? Haruskah aku menceraikan Zana Karunia wanita yang baru kunikahi hampir satu tahun itu. Wanita yang hari ini telah jadi ibu dari anakku y

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 19 KEPUTUSAN HAKIM

    Setelah diberi segelas air putih warga untuk menetralisir ketegangan di hati yang berdegup kencang itu. Gunarso melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan mobil yang penyok bumper depan. Dia sudah tidak memperdulikan rasa nyeri ditubuhnya yang menatap stang setir mobil. Dia lajukan terus sekuat tenaga dengan kecepatan tinggi.Lima menit kemudian nampak di netra matanya gedung Pengadilan Negeri Agama berdiri kokoh didepannya. Mobil avanza putih itu dia belokkan ketempat parkir terdekat. Semua mata yang ada disitu menatapnya dengan keheranan melihat kondisi mobil Gunarso. Begitu sampai dia bergegas turun dari mobilnya dengan sedikit pincang. Lelaki ini menatap nyalang disemua tempat yang dia lalui mencari keberadaan Firda.Hari ini ada tiga persidangan di pengadilan Negeri ini, Gunarso segera bertanya kepada resepsionis yang mengenakan hijab warna khaky itu.“Maaf bu, persidang

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 18 KEHILANGAN KEPERCAYAAN

    Gunarso berjalan dengan gontai sambil mengacak-acak rambutnya menuju ruang tamu. Dia kebingungan harus berbuat apalagi semua ATM nya sudah terkuras habis. Bahkan surat mobilnya pun sudah masuk rumah gadai untuk tambahan biaya rumah sakit Aina. Dia mengepalkan tangannya sangat geram melihat kelakuan Zana yang menghamburkan uang seenaknya, tapi lelaki ini tidak bisa berbuat apa-apa."Bagaimana Pak ?" tanya para developer itu dengan agak sinis."Beri aku waktu satu minggu untuk melunasi semua tunggakan yang kumiliki. Jika gagal tidak bisa melunasi maka aku akan pergi dari rumah ini." Gunarso menegosiasi para developer dengan perasaan tidak nyaman."Baiklah Pak saya tunggu hingga minggu depan. Kami mohon pamit ? Semoga Bapak bisa menepati janji serta dimudahkan rizkinya,”Tiga lelaki dari developer Cempaka Puri itu berlalu dari hadapannya, G

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 17 KEPUTUSAN PAK ROIS

    Hari ini sang surya nampak gagah memeluk alam maya pada, suara aneka burung nampak bersahutan saling mengobrol satu sama lain yang sangkarnya bergantungan rapi di teras rumah milik mertuaku. Udara segar masuk perlahan memenuhi ruangan yang baru terbuka jendelanya.Firda telah memakai baju olahraganya dengan rapi, kemudian mengambil sepatu kets warna hitamnya. Hari ini dia akan pergi kerumah pak Haji Rois satu-satunya kakak kandung ayahnya yang masih hidup. Entah sudah berapa kali orang tua itu memintanya untuk datang tapi Firda belum sempat menemuinya.Baru saat ini Firda menyempatkan waktu untuk datang silaturahmi ke pak haji Rois. Selama ini pak haji Rois dan Tristanlah yang mengcover seluruh usaha dari ayahnya Firda yang telah berpulang ke rahmatullah. Firda sangat mempercayai pakdenya itu. Dibawah kendali beliau semua usaha ayahnya terus berkembang.Dengan berkendara motor maticnya dia melaju ditengah pusaran kendaraan dij

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 16 RENCANA FIRDA

    POV FIRDAFirda masih duduk di pinggir ranjangnya sambil melihat perkembangangan kesembuhan wajahnya dengan sebuah kaca rias. Sesekali mengelus pipinya yang masih berbekas cakaran itu.Mengingat kejadian hari itu Firda merasa sangat marah pada suaminya itu. Lelaki yang kurang tegas dan tak bertanggungjawab bagi keluarga ini."Mestinya jika berani poligami ya harus seijin istri pertama bukan seenaknya saja main nikah tanpa memberitahu aku dan ibu. Sehingga tragedi cakar-cakaran sampai berkelahi didepan umum seperti beberapa waktu yang lalu bisa dihindari. Aku harus memberi pelajaran hingga tuntas pada lelaki yang ku sebut suamiku itu,"bathinku dalam hati.Oh ya hari ini adalah kepulangan si Zana dan Aina anak suamiku dan istri keduanya itu seperti kata Tristan.Ku cari ponselku, dan scroll perlahan didata contact aplikasi hijau itu untuk mencari no kontak Tristan[ Hallo Tristan]

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status