Share

BAB 4 Kenangan Pahit

Penulis: SEFARIDA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 22:23:19

 

 

BAB 4 

 

KENANGAN PAHIT

 

 

Firda beranjak dari tempat duduknya, ia buka almari tuanya itu. Matanya celingukan mencari sesuatu, tangannya pun ikut menyibak tumpukan buku 

 

"Ya ,ini yang kucari ." Firda mengambil buku diary warna merah jambu kenangannya dulu. Satu persatu ia buka baris kenangannya itu hingga terhenti pada tulisan sembilan belas tahun yang berbaris rapi

 

Surabaya,  13 Desember 2000

 

Benarkah ia datang dalam kesunyian?

Menemuiku dalam ribuan mimpi

Wajahmu yang sendu bersahaja 

Tutur katamu lembut nan bijaksana

Gerak gerikmu yang selalu melindungiku

Selalu membiusku dalam kerinduan

Kemanakah Engkau pergi?

 

Serasa waktu belum berlalu 

Kau ucap janji setia di hadapanku di bawah mentari pagi

Sejuta bahagia terkirim kehatiku

Seakan waktu tak pernah memisahkan

Hati yang jatuh cinta

Mendayu sendu menapaki hari

 

 

Namun waktu tak berpihak padaku

Malam itu kau datang dengan tangis

Kau peluk erat diriku dalam dekapmu

Aku tak bertanya

Aku hanya merasakan gelisahmu 

Hanya kata Maaf yang kudengar dari mulutmu

Setelah itu kau pergi meninggalkan seribu tanya dihatiku

 

Pagi menjelang kau datang kembali dengan surat undangan

Kubuka perlahan 

Kubaca dengan seksama

Ada dua nama terukir tinta emas yang indah

Hatiku berdegup kencang 

Seakan dunia akan runtuh melihat namamu tersemat diatas undangan 

Tak ada namaku di situ

Aku tak bisa berkata 

Mataku berkaca kaca

Kau hanya terdiam memelukku

Maaf aku mengorbanmu untuk baktiku padanya

Orang yang melahirkanku katamu

Hening hatiku

Panas jiwaku

Bergelut antara mengikhlaskan dan amarah

 

Pagi ini diiringi gelombang air laut

Aku terdiam dalam sepi menatap gemuruh ombak

Bulir air mata menetes tiada henti

Aku masih mengingatmu

Aku masih mencintaimu

Walau aku tahu rasa rindu ini terlarang

Biarlah kukerangkeng dalam hati rasaku ini

Disepanjang sejarah hidupku

 

Angin ...

Katakan padanya aku sangat merindukannya

Aku sangat mendambakannya

Geletar rindu ini sungguh tiada bisa ku tahan

Kemanakah aku kan mencarimu?

Kemanakah kan kusalurkan rindu yang membara ini?

Sejuta tanya menggelayut dijiwaku

Puing puing serpihan hati ini masih tercecer penuh lara

 

Senyap telah pergi

Berganti mentari unjuk cahaya

Akankah hatiku secerah sinarnya 

Ataukah tetap mengharu biru merindukanmu

Mendekap kesedihan yang tak berujung

Mencintaimu tanpa syarat

Menghargaimu setinggi langit

Walau kutahu kau bukan milikku lagi

 

Setiap membaca tulisan ini selalu meleleh air mataku.

 

"Ah.....kenapa jadi ingat dia sih disaat seperti ini."

 

"Tidak!"

 

"Tidak!"

 

"Aku harus tutup semua kenangan itu jika tidak bisa hancur sehancurnya rumah tanggaku," batin Firda.

 

Walaupun ia tahu suaminya sedang bermain api saat ini

 

"Ma, papa datang menjemput kita." 

 

Tiba-tiba suara Raksa memanggilku. 

Aduh ...kuselipkan lagi diaryku ditempat yang tersembunyi.

 

" Ia sayang, Mama turun nih." 

 

Aku bergegas turun menemui suamiku jika tidak bisa salah kaprah nanti bisa memancing kecurigaan nanti, ku hapus dengan kasar dengan tangan bekas air mata yang membanjir tadi.

 

"Kita pulang sekarang ma?" tanya  mas Gunarso sambil melihat mukaku yang sembab.

 

"Aku mau tidur dirumah nenek saja boleh kan Ma, Pa?" tanya Raksa dan Randi.

 

"Boleh, nenek justeru seneng kamu malam mingguan disini , besok kita berkemah ya di halaman sambil bakar sosis dan ayam.Mau kan?"

 

Tiba-tiba ibu menyahut sekaligus membujuk dua anakku yang kecil. Aku hanya bisa pasrah begitu pula suamiku.

 

"Kalian nikmati waktu kalian berdua, agar lebih semangat menjalani hari. Jangan kerja terus, Firda manjakan dan service suamimu  dengan baik sekali kali biar tidak bertampang kusut begitu," kata ibuku memerintah. Suamiku kegirangan mendengar semua itu.

 

"Asyiiik, bakalan bulan madu ulang nih bu sama putri cantik menantu ibu ini," Kata suamiku berkata manis bak gulali. 

 

Aku pura-pura tersenyum bahagia jujur dalam hatiku ingin kucabik-cabik muka yang inocent itu.

 

"Sudah buruan pulang, jangan lupa salinglah membahagiakan satu sama lain." 

 

Ibu mertuaku mengusir kami sekaligus memberi petuah.

 

Aku bahagia memiliki ibu mertua yang luar biasa, jika tidak ku ingat kebaikan ibu mertuaku selama ini, ingin sekali ku bongkar semua tingkah laku lelaki di sampingku ini.

 

Kami pulang berdua, ketiga anakku tidur dirumah neneknya. 

 

"Pa aku lapar," kataku bermanja sambil bersandar di bahunya yang lagi nyetir mobil.

 

Aku ingin melihat reaksinya apa bisa semesra ketika bersama si baju biru itu. Ternyata dia hanya diam saja dan acuh padaku.

 

"Makan diluar yuk," sambungku.

 

"Aku lebih suka masakanmu Ma," jawab suamiku seakan memujiku padahal aslinya males keluar uang. 

 

Ini yang paling tidak aku sukai dari mas Gunarso perhitungan ekonominya sangat jelas semua dihitung berdasarkan untung dan rugi. 

 

Jargonnya selalu bilang " kalau ada yang murah kenapa harus yang mahal, kalau bisa masak kenapa harus beli." Bener-bener seperti iklan.

 

"Aku capek Pa nanti kalau pulang terus masak." Aku semakin merajuk kali aja dikabulin permintaanku.

 

"Ayo dong Pa sekali kali kita makan diluar," bujukku lagi.

 

"Pemborosan Firda." Jleb menancap dihatiku rasanya kalau mendengar ini di telingaku. Denganku dia merasa memboroskan uang tapi  kenapa dengan si biru itu dia bisa royal.

 

"Kita makan dirumah saja, biar aku yang masak," tawar suamiku itu.

 

"Kamu Pa? Apa kamu bisa," tanyaku sambil mataku terbeliak kaget mendengar tawarannya karena selama ini tinggal angkat piring melahap apa yang diatas meja. Nengok dapur pas kalau darurat saja itupun paling hanya ambil air putih saja.

 

"Ya bisalah wong tinggal beli mie instant terus dimasak kan beres." 

 

Aku kliyengan mendengar makanan yang jadi musuh bebuyutanku itu. 

 

Setiap makan mie instan lidah sih mau banget tapi reaksi tubuhku terlalu berlebihan biasanya tenggorokanku akan terasa kering kemudian terus batuk yang berkepanjangan.

 

"Duh Mas, aku bosen," kataku menolak mentah-mentah usulannya.

 

"Sudahlah Firda jangan merajuk, aku pun capek." Suamiku mulai marah nada suaranya agak keras. 

 

Terang aja kamu capek mas, wong tenagamu habis kau buat main sama gundikmu itu, batinku kesal. 

 

"Kalau gitu beli nasi goreng pinggir jalan saja, " kataku ketus.

 

"Ya sudah, aku berhenti didepan sana di warung nasi goreng pak Soleh, beli nasi goreng biasa saja, minta nggak usah pakai ayam atau telur, gantinya ayam sama telur suruh banyakin nasi, " kata suamiku itu.

 

Aku begidik mendengar titahnya seperti itu, kok ada manusia yang perhitungan seperti kalkulator padahal untuk dimakan istri yang katanya sangat dicintainya. Aku turun dengan hati yang dongkol sambil menerima uang sepuluh ribu pemberiannya.

 

"Beli satu bungkus saja, nanti kita makan berdua!"

 

Dia masih sempat berteriak dengan keras sebelum aku masuk ke warung pak Soleh. Serasa habis kesabaranku menghadapi lelaki yang dulu kuanggap penuh kharismatik ini. Dia pikir uang sepuluh ribu sudah sisa untuk beli nasi goreng.

 

Aku masuk  ke warung nasi goreng untuk memesan

 

"Beli apa mbak Firda," tanya pak Soleh langgananku itu.

 

"Sate plus nasi satu porsi pak, bakmi satu, sama nasi goreng dibungkus nggak pakai apa-apa. Sate sama bakminya dimakan sini saja." 

 

Aku niat sekali menghilangkan kedongkolanku dengan makan didalam warung itu sekenyangnya. Biar tahu rasa  Gunarso si pelit yang telah menghianatiku itu menunggu setelah aku kenyang. Biar nanti ia makan nasi goreng tanpa ikan dan telur pesanannya.

 

Aku nikmati sate dengan bakmi  yang dihidangkan pak soleh rasanya mantap banget. Perlahan-lahan kedongkolanku hilang tertusuk sate dan bakmi. 

 

"Ini nasi goreng untuk pak Gunarsonya Mbak Firda," kata pak Sholeh sambil menyodorkan nasi yang telah dibungkus kresek hitam kecil itu.

 

"Kok tahu pak, kalau untuk mas Gunarso," tanyaku keheranan.

 

 "Hampir  setiap malam dia kesini memesan nasi goreng tanpa apa-apa, minum pun biasanya minta air putih yang di teko itu nggak pernah beli ."

 

Subhanalloh, aku sungguh malu mendengar penuturan pak Soleh, sungguh nggak pantes melihat perejengannya yang seperti juragan tapi bergaya hidup pelit seperti itu. Aku pamit pak Sholeh sambil membawa nasi goreng dalam kresek.

 

 

 

Absen yuk dikolom komentar jangan lupa tap❤️❤️❤️

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Adindatsaa
keren banget kak, Semoga pelitnya gunarso segera hilang
goodnovel comment avatar
Adindatsaa
Terima kasih Kak
goodnovel comment avatar
Amat Muksin
buka kenangan lama bikin baper
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 21 RAHASIA FIRDA 1

    Dua buah koper warna abu-abu metallic serta kecoklatan sudah terjejer rapi diruang keluarga. Tatap mata sendu Gunarso pada ibu yang melahirkannya serta mantan istrinya begitu mengiris hati. Sementara dua wanita dihadapannya itu tetap tak bergeming sedikitpun untuk menahan kepergian Gunarso.Bu Zahra melangkah perlahan mendekati anaknya."Gunarso jadilah laki-laki sejati, bertanggung jawablah dengan setiap perbuatan yang kau lakukan. Semoga yang terjadi hari ini menjadi pelajaran berharga untukmu. Ibu ikhlas kamu pergi semoga kamu mendapat kebahagiaan dengan pilihanmu saat ini."Bu Zahra memeluk anak semata wayangnya itu, sambil menepuk-nepuk punggung Gunarso. Walau bagaimanapun dia harus mengeraskan hati agar Gunarso tahu segala kesalahannya. Rasa cintanya terhadap Gunarso hari ini telah berbeda baginya, selama ini dia terus melindungi dan memaafkannya justeru tidak membuat lelaki yang hampir empat puluh tahun itu tidak belajar dari kehidupannya.Lelaki y

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 20 ADA MALING

    Dengan langkah yang hampir limbung Gunarso bangkit dari duduknya kemudian menuju mobil avanza yang tak berbentuk rupa itu.Berkali-kali dia mencoba berpikir begitu banyak yang terjadi dalam hidupnya dalam tiga bulan terakhir ini. Rumahnya di Cempaka Puri akan disita, terkena PHK, Aina masuk rumah sakit serta hari ini kehilangan istri yang dicintainya itu.Sepanjang perjalanan tak henti air mata penyesalannya terus menetes, bahkan hari ini dia tidak tahu harus melakukan apa dan tinggal dimana. Pikirannya kalut terus tertuju pada Firda yang menceraikannya beberapa saat yang lalu. Ingin sekali membela diri tapi dia tak mampu mengingat begitu banyak salah yang dia lakukan pada Firda.“Aku harus melakukan apa Tuhan, agar Firda kembali padaku? Haruskah aku menceraikan Zana Karunia wanita yang baru kunikahi hampir satu tahun itu. Wanita yang hari ini telah jadi ibu dari anakku y

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 19 KEPUTUSAN HAKIM

    Setelah diberi segelas air putih warga untuk menetralisir ketegangan di hati yang berdegup kencang itu. Gunarso melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan mobil yang penyok bumper depan. Dia sudah tidak memperdulikan rasa nyeri ditubuhnya yang menatap stang setir mobil. Dia lajukan terus sekuat tenaga dengan kecepatan tinggi.Lima menit kemudian nampak di netra matanya gedung Pengadilan Negeri Agama berdiri kokoh didepannya. Mobil avanza putih itu dia belokkan ketempat parkir terdekat. Semua mata yang ada disitu menatapnya dengan keheranan melihat kondisi mobil Gunarso. Begitu sampai dia bergegas turun dari mobilnya dengan sedikit pincang. Lelaki ini menatap nyalang disemua tempat yang dia lalui mencari keberadaan Firda.Hari ini ada tiga persidangan di pengadilan Negeri ini, Gunarso segera bertanya kepada resepsionis yang mengenakan hijab warna khaky itu.“Maaf bu, persidang

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 18 KEHILANGAN KEPERCAYAAN

    Gunarso berjalan dengan gontai sambil mengacak-acak rambutnya menuju ruang tamu. Dia kebingungan harus berbuat apalagi semua ATM nya sudah terkuras habis. Bahkan surat mobilnya pun sudah masuk rumah gadai untuk tambahan biaya rumah sakit Aina. Dia mengepalkan tangannya sangat geram melihat kelakuan Zana yang menghamburkan uang seenaknya, tapi lelaki ini tidak bisa berbuat apa-apa."Bagaimana Pak ?" tanya para developer itu dengan agak sinis."Beri aku waktu satu minggu untuk melunasi semua tunggakan yang kumiliki. Jika gagal tidak bisa melunasi maka aku akan pergi dari rumah ini." Gunarso menegosiasi para developer dengan perasaan tidak nyaman."Baiklah Pak saya tunggu hingga minggu depan. Kami mohon pamit ? Semoga Bapak bisa menepati janji serta dimudahkan rizkinya,”Tiga lelaki dari developer Cempaka Puri itu berlalu dari hadapannya, G

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 17 KEPUTUSAN PAK ROIS

    Hari ini sang surya nampak gagah memeluk alam maya pada, suara aneka burung nampak bersahutan saling mengobrol satu sama lain yang sangkarnya bergantungan rapi di teras rumah milik mertuaku. Udara segar masuk perlahan memenuhi ruangan yang baru terbuka jendelanya.Firda telah memakai baju olahraganya dengan rapi, kemudian mengambil sepatu kets warna hitamnya. Hari ini dia akan pergi kerumah pak Haji Rois satu-satunya kakak kandung ayahnya yang masih hidup. Entah sudah berapa kali orang tua itu memintanya untuk datang tapi Firda belum sempat menemuinya.Baru saat ini Firda menyempatkan waktu untuk datang silaturahmi ke pak haji Rois. Selama ini pak haji Rois dan Tristanlah yang mengcover seluruh usaha dari ayahnya Firda yang telah berpulang ke rahmatullah. Firda sangat mempercayai pakdenya itu. Dibawah kendali beliau semua usaha ayahnya terus berkembang.Dengan berkendara motor maticnya dia melaju ditengah pusaran kendaraan dij

  • Noktah Merah Pernikahan Firda   BAB 16 RENCANA FIRDA

    POV FIRDAFirda masih duduk di pinggir ranjangnya sambil melihat perkembangangan kesembuhan wajahnya dengan sebuah kaca rias. Sesekali mengelus pipinya yang masih berbekas cakaran itu.Mengingat kejadian hari itu Firda merasa sangat marah pada suaminya itu. Lelaki yang kurang tegas dan tak bertanggungjawab bagi keluarga ini."Mestinya jika berani poligami ya harus seijin istri pertama bukan seenaknya saja main nikah tanpa memberitahu aku dan ibu. Sehingga tragedi cakar-cakaran sampai berkelahi didepan umum seperti beberapa waktu yang lalu bisa dihindari. Aku harus memberi pelajaran hingga tuntas pada lelaki yang ku sebut suamiku itu,"bathinku dalam hati.Oh ya hari ini adalah kepulangan si Zana dan Aina anak suamiku dan istri keduanya itu seperti kata Tristan.Ku cari ponselku, dan scroll perlahan didata contact aplikasi hijau itu untuk mencari no kontak Tristan[ Hallo Tristan]

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status