Pria itu adalah Tuan Gio. Tuan Gio tidak berbicara apapun selama di mobil selain mengendarai mobil dengan fokus tanpa memedulikan Sissy yang masih dilanda perasaan campur aduk.
Sissy kembali menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Matanya terpejam menahan air mata yang berlinang saat mengingat kejadian demi kejadian yang menimpanya dalam satu malam. Dirinya memang berhasil kabur dari Tuan Bejo, tapi Sissy justru digerayangi oleh seorang pria yang juga dia tidak kenal. Meskipun pria itu meninggalkannya begitu saja, Sissy tetap saja merasa dirinya sudah kotor. Sissy membuang wajahnya, menatap ke arah luar jendela mobil. Ia menangis sekali lagi hingga ia merasa matanya begitu berat. Ia membiarkan dirinya terlelap. Tuan Gio melirik ke arah Sissy sebentar. Beruntung Tuan Gio meminta asisten kepercayaannya mencari tahu soal Sissy dan mengikuti Sissy. Terlambat sedikit saja, mungkin dia akan kehilangan gadis itu. Tuan Gio semula tak peduli dengan Sissy dan penderitaannya. Hanya saja, saat ia tahu Sissy memilih jembatan itu untuk mengakhiri hidup di depan matanya. Tuan Gio tidak bisa tinggal diam. Ya, tempat itu memiliki histori sendiri untuk kehidupan Tuan Gio. Dua wanita yang paling berarti di hidupnya memilih mengakhiri hidup mereka di sana. Pertama, ibunya saat mengetahui ayah Tuan Gio berselingkuh. Lalu yang kedua adalah kakak pertamanya yang ditinggal pergi suaminya yang berselingkuh juga. Tuan Gio tidak ingin ada korban lain di jembatan maut itu. Ada rasa sakit yang tak bisa ia jelaskan yang menjadi magnet untuk Tuan Gio akhirnya menyelamatkan Sissy. Pria itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Jam sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Mobil itu pun akhirnya memasuki sebuah kawasan elit. Gerbang yang besar dan tinggi terbuka saat ia menempelkan sebuah kartu di bagian gerbang. Mobil itu pun melesat masuk ke halaman sebuah rumah mewah bak istana. **** Keesokan harinya, Tuan Gio berdecak kesal sambil membanting ponsel di tangannya. "Apa kau tahu, pria tua itu memintaku untuk segera menikah jika mau hak asuh Ayra jatuh ke tanganku. Ck!" ungkapnya kesal ke arah asisten kepercayaannya bernama Daren. Daren tak berani menyahut. Ia menelan salivanya sembari menundukkan kepalanya. Ini bukan kebiasaan bosnya mengomel. Hanya saja kali ini kemarahan Tuan Gio sudah di ubun-ubun. Pria itu berjalan mondar-mandir. Dia sungguh merasa hidupnya penuh tekanan dan tuntutan dari keluarga Dirgantara. Setelah dituntut harus menjalankan perusahaan keluarganya yang nyaris tumbang beberapa tahun belakangan. Tuan Gio berhasil menunjukkan bahwa dirinya pantas menjadi penerus perusahaan menggantikan sosok ayah yang memasuki masa pensiun. Perusahaan yang ia pegang kini berjaya kembali dan menjadi perusahaan nomor satu di negaranya. Sekarang dirinya kembali dihadapkan dengan tuntutan lain yaitu menikah. Empat tahun yang lalu, sebelum kakak perempuannya tiada. Kakak perempuannya menitipkan seorang bayi mungil kepada Tuan Gio. Tuan Gio tidak tahu jika malam itu adalah malam terakhir sang kakak sebelum mengakhiri hidupnya. Tuan Gio terikat janji, ia merasa memiliki tanggung jawab atas keponakannya. Tuan Gio tidak mau keponakannya diurus oleh ayah dan ibu tiri yang sangat ia benci itu. "Tuan, bukankah kita sudah menemukan jalan keluarnya?" tanggap Tuan Daren ragu-ragu. Tuan Gio berhenti melangkah, ia menatap sengit ke arah Tuan Daren. "Apa kau sudah siapkan apa yang aku minta?" Tuan Daren mengangguk. Ia kemudian memberikan sebuah map kepada bosnya itu. Tuan Gio tersenyum licik. "Bagus. Aku akan temui gadis itu sekarang." Tuan Gio lalu mengambil sebuah map yang diberikan oleh Daren. Pria dingin itu lalu keluar dari ruang kerjanya menuju ruangan lain di rumah itu. **** Sissy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia terkejut mendapati dirinya sudah berada di sebuah kamar yang cukup besar, buru-buru Sissy bangun dan menyingkap selimut yang menyelimuti tubuhnya. Kali kedua ia terkejut saat pakaiannya pun sudah berganti dengan pakaian piyama. Masih dengan keterkejutannya, kembali suara Tuan Gio membuatnya tersentak. "Akhirnya bangun juga," ucap Tuan Gio dengan tenang meletakkan ponsel dari genggamannya ke dalam sakunya. Pria itu menatap lurus ke arah Sissy. Sissy menelan salivanya. Ia kemudian segera duduk di tepi ranjang. Menatap takut-takut ke arah Tuan Gio. Detak jantung Sissy sangat kencang. Tangannya dingin. Entah mengapa pandangan pria di hadapannya itu seolah ingin melahapnya. Sissy mengepal kuat-kuat kedua telapak tangannya. Ia memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan canggung. "Si-siapa Anda? Kenapa saya ada di kamar ini?" tanya Sissy gemetar. "Subuh tadi kamu kehilangan akal hendak terjun dari jembatan. Ingat?" Sissy mengangguk pelan sambil memegangi piyama yang melekat di tubuhnya. "Apa yang kamu pikirkan?" potong pria itu ketus. Sissy tersentak. Ia menggelengkan kepala dengan kuat. "Maaf." "Pelayan yang mengganti pakaianmu." "Terima kasih banyak. Anda sudah menolong saya dan memberikan saya tempat berteduh sekaligus beristirahat meskipun kita tidak saling mengenal. Hum, apakah saya sudah boleh pergi?" Tuan Gio menaikkan alisnya satu. "Kau tahu, jaman sekarang tidak ada yang gratis. Menurutmu, aku akan membebaskanmu begitu saja?" Sissy sudah menebak. Ya, mana ada orang yang benar-benar tulus menolong jaman sekarang. "Anda jadi mau apa?" tanya Sissy memberanikan dirinya menatap mata pria itu lekat-lekat. Pria itu tersenyum licik. Ia bangkit dari sofa lalu membawa sebuah map. Map itu diarahkan kepada Sissy. Sissy buru-buru meraih dan membaca isi lembaran kertas yang ada di dalam map itu dengan seksama. Belum ia berkomentar, pria itu kembali bersuara. "Aku ingin kita menikah."Udara kamar mandi masih dipenuhi uap hangat, namun dinginnya tatapan Tuan Gio membuat Sissy gemetar. Ia menggenggam erat handuk yang menempel di tubuhnya, matanya berair menahan sakit hati.“Tuan Gio, sebenarnya ada apa denganmu?" tanya Sissy dengan lirih.Tuan Gio tidak menyahut dia langsung pergi dari kamar mandi begitu saja. Sissy dibuat kebingungan dengan sikap Tuan Gio yang mendadak menunjukkan sikal cemburu butanya."Ada apa dengan dia? Kenapa dia bersikap seperti tadi kepadaku?"****Hari itu, suasana kampus ramai seperti biasa. Mahasiswa berseliweran dengan buku di tangan, beberapa sibuk bercengkerama di taman. Sissy berdiri di depan gerbang kampus, menunggu supir yang biasa menjemputnya pulang.Ia menghela napas, mencoba menahan letih setelah seharian kuliah. Namun, pandangannya tiba-tiba tertuju pada sebuah mobil mewah hitam yang berhenti tak jauh darinya. Dari balik kaca yang terbuka, terlihat sosok yang begitu familiar.Sissy membelalakkan mata. "Astaga, tidak mungkin itu
Sementara itu, di restoran VIP yang sama, suasana masih tegang. Jeni dan Sony duduk berhadapan, gelas minuman yang sudah hampir kosong seakan menjadi saksi bisu ketegangan mereka.Sony akhirnya membuka suara, tatapannya menusuk langsung ke mata Jeni.“Jadi, katakan padaku, seberapa dekat hubunganmu dengan Tuan Gio?”Pertanyaan itu membuat Jeni sedikit terperanjat. “Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan itu?”Sony tidak bergeming. “Aku harus memastikan. Aku tidak ingin Sissy dipermainkan. Jika Tuan Gio masih punya hubungan denganmu, maka jelas dia tidak tulus.”Jeni tertawa dingin, menegakkan punggungnya. “Kau benar-benar peduli pada Sissy, ya? Padahal, bukankah kau hanya pria di balik bayangannya?”Sony mengepalkan tangan di bawah meja. “Jawab pertanyaanku, Jeni.”Jeni mendesah, lalu menatap Sony dengan tatapan getir. “Aku memang pernah bersama Gio. Lama sebelum Sissy muncul. Tapi itu sudah berakhir meski aku yakin jika hatiku dan hati Gio tidak benar-benar selesai.”Kalimat itu menggantun
Restoran VIP itu begitu tenang dengan pencahayaan temaram. Aroma kopi dan masakan mewah bercampur, menambah kesan eksklusif. Jeni melangkah masuk dengan anggun, gaun elegan membalut tubuhnya. Statusnya sebagai model papan atas membuat banyak mata melirik, tapi hari itu ia hanya fokus pada satu tujuan yaitu bertemu Sony Admaja.Sony sudah menunggunya di meja sudut, penampilannya rapi, tatapannya tajam namun tenang. Jeni tersenyum, menyapa dengan percaya diri.“Terima kasih sudah meluangkan waktu, Tuan Sony. Aku pikir, mungkin kita bisa membicarakan soal pekerjaan,” ujar Jeni membuka percakapan, meski sebenarnya topik itu hanya alasan semata.Sony menanggapi ramah. "Panggil aku dr dengan Sony saja tidak perlu menggunakan Tuan."Jeni tersenyum lalu mengangguk setuju. Obrolan kemudian mengalir, namun semakin lama, Jeni tidak menyentuh sedikit pun hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan atau dunia modeling. Ia lebih banyak bertanya hal-hal ringan, seolah mencari celah.Sony mulai curiga. T
Tuan Gio menatap Sissy, begitu juga sebaliknya. Terlihat wajah Tuan Gio memerah seperti udang rebus. Tuan Gio mendadak rebah di atas tubuh Sissy. "Tuan? Tuan baik-baik saja? Tuan?" Sissy mencoba mendorong tubuh Tuan Gio yang besar itu perlahan dari tubuhnya sehingga pria itu menjauh dan merebahkan dirinya di sisi sebelah Sissy. Sissy bangkit lalu memegang kening Tuan Gio. Wajahnya sedikit terkejut. "Astaga, Anda demam?" Sissy buru-buru bangkit. Ia melupakan kejadian yang membuat dirinya sedikit terguncang dan takut akan sosok pria yang tengah mabuk itu.Sissy memperbaiki baju tidurnya lalu keluar kamar perlahan menuju dapur. Ia berniat untuk mengompres Tuan Gio."Dia pasti kelelahan sampai demam begitu. Malam ini pun harus lembur," batin Sissy.Dengan cepat ia kembali ke kamarnya. Sissy melepaskan alas kaki Tuan Gio. Sissy menyelimutinya dan mulai mengompres suami kontraknya yang sudah tertidur."Ternyata kalau dilihat baik-baik, dia sangat tampan juga kalau posisi tidur begini." S
Jeni tersenyum puas setelah mendengar pembicaraan Tuan Gio melalui alat penyadapnya. Dia merasa mendapatkan bahan yang sempurna untuk menjatuhkan Sissy sekali lagi."Ini sungguh menarik," decak Jeni kepada dirinya sendiri. "Jika Gio berpikir bahwa Sissy memiliki hubungan dengan salah seorang pewaris di keluarga Admaja, bukankah itu bisa menjadi awal dari akhir Sissy di rumah ini."Jeni mulai memikirkan cara untuk memanfaatkan informasi ini. Gadis itu yakin bahwa ini akan menjadi kesempatan besar untuknya untuk menjatuhkan Sissy dan mendapatkan kembali posisinya di hati Gio. Dengan senyum licik di wajahnya, Jeni mulai merencanakan langkah selanjutnya.****Selain model yang cantik dan seksi, Jeni sebenarnya adalah gadis yang cerdas. Terbukti sekarang dia dengan cepat menemui seorang detektif bayaran yang terpercaya di kota ini untuk membantu menemukan identitas orang dari keluarga Admaja yang berusaha mendekati Sissy. Detektif itu, yang memiliki reputasi baik dalam menangani kasus-kasu
"Tuan Giovani Dirgantara. Apa benar itu nama Anda?" kata suara bariton di telepon. "Saya rasa kamu sudah tahu siapa saya."Tuan Gio tidak menjawab, dia hanya menunggu lawan bicaranya untuk melanjutkan."Saya lihat kamu sudah menangkap orang yang saya tugaskan untuk memata-matai Nona Sissy," kata pria itu. "Saya harus mengakui bahwa kamu sangat cepat juga."Tuan Gio merasa marah dan kesal. "Apa yang kamu inginkan?" dia bertanya dengan nada yang tajam.Pria itu tertawa. "Saya ingin bertemu denganmu, Tuan Gio. Saya rasa kita memiliki hubungan yang sama-sama menarik."Tuan Gio merasa penasaran. "Apa hubunganmu dengan Sissy?""Saya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Sissy. Saya rasa kamu perlu mengetahuinya."Tuan Gio merasa kesal. "Apa yang kamu maksud?" dia bertanya dengan nada yang keras.Pria itu tertawa lagi. "Saya ingin bertemu denganmu secara langsung, Tuan Gio. Saya rasa kita perlu berbicara tentang Sissy."Tuan Gio mengeraskan rahangnya. Ia semakin penasaran dan kesal. "Ba