Share

3. Kedatangan Melina

Jun terperanjat kaget mendapati Melina — Ibu kandung Herion muncul di hadapannya. Melina tidak mengabari Herion bahwa hari ini dia akan mengunjungi perusahaan sang putra. Sekarang Jun kebingungan harus mencari alasan yang seperti apa untuk mencegah Melina masuk ke ruangan Herion.

"Nyonya, kapan Anda datang? Sekarang Tuan—"

"Apa kau sedang mencoba untuk mencegahku masuk?"

Melina melipat kedua tangan di dada sembari menatap tajam Jun. Sontak saat itu Jun berkeringat dingin sebab dia tahu seberapa menakutkannya Melina.

"T-Tidak, Nyonya. S-Saya tidak melarang Anda masuk." Jun gelagapan memberi jawaban kepada Melina.

"Baguslah. Biarkan aku masuk sekarang dan melihat sendiri apa yang sedang dilakukan anak kurang ajar itu."

Jun menepuk keningnya, dia tidak bisa berbuat banyak demi menyelamatkan Herion dari amukan Melina.

'Semoga Tuan diberi umur panjang oleh Tuhan,' batin Jun berdoa.

Melina menerobos masuk ke dalam ruang kerja Herion. Melina tidak terkejut menyaksikan Herion berpelukan mesra dengan seorang perempuan. Dia sudah sering sekali memergoki Herion tengah melakukan hal tak senonoh.

"Pintarnya anakku. Di jam kerja malah bermesraan dengan wanita jal*ng," sarkas Melina.

Herion terlonjak dari tempatnya duduk. Reyna pun terjatuh dari pangkuan Herion. Sosok yang paling ditakuti oleh Herion ialah Melina. Sangat berbahaya bila dirinya diamuk sang Ibu.

"I-Ibu ... apa yang membawa Ibu kemari?" Herion tersenyum canggung menyambut kedatangan Melina.

"Tentu saja untuk menemui anakku tercinta."

Melina mendekati Reyna. Tatapannya menyiratkan ketidaksukaan terhadap gadis itu.

"Ya ampun, siapa wanita ini? Di mana kau memungutnya? Aku sudah mengatakan berulang kali kalau kau tidak boleh sembarangan bermain dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya," ucap Melina.

Reyna merasa tertohok atas penghinaan yang dilontarkan Melina. Herion tidak memberi pembelaan apa pun atau melindungi Reyna dari kemarahan Melina.

"Maaf, Nyonya. Saya tidak bermaksud—"

"Aku tidak mau mendengar penjelasanmu. Aku tahu betul wanita sepertimu ini hanya menginginkan harta anakku. Sayang sekali, aku takkan merestuimu. Jadi, berhentilah menggoda Herion dan jangan pernah menginjakkan kakimu di Lotze Group!"

Melina mengintimidasi Reyna. Sedikit pun ia tidak diberikan ruang untuk berbicara. Reyna mencoba melirik Herion, dia meminta tolong agar Herion mau membelanya di hadapan sang Ibu. Namun, Herion malah memalingkan wajah dari pemandangan tersebut.

"Apa lagi yang kau tunggu? Cepat keluar kau dari sini!"

Melina menarik kasar tangan Reyna lalu mendorongnya ke depan pintu masuk. Seketika kejadian memalukan itu menjadi tontonan bagi orang-orang yang berlalu lalang.

"Hei, bawa dia ke luar! Jangan pernah izinkan dia masuk lagi ke perusahaan ini!" perintah Melina kepada beberapa orang di sana.

Reyna pun diseret paksa ke luar. Reyna meronta-ronta meminta waktu sejenak untuk memberi penjelasan.

"Nyonya, saya mohon jangan usir saya seperti ini. Tuan Herion yang menggoda saya lebih dulu. Nyonya, tolong percayalah kepada saya!"

Melina mengabaikan teriakan Reyna. Dia kembali masuk ke ruangan untuk memberi pelajaran kepada Herion.

"Herion, apakah ada yang perlu kau jelaskan kepada Ibu?"

Herion beringsut mundur, dia menjaga jarak dari Melina demi menghindari pukulan sang Ibu.

"Tidak, aku tadi—"

Bugh!

Melina memukul punggung Herion berulang kali. Herion menjerit kesakitan dan memint Melina untuk segera menghentikan pukulannya.

"Dasar anak kurang ajar! Mau sampai kapan kau seperti ini?! Apakah mungkin kau berpikir kalau perusahaan ini sepenuhnya menjadi milikmu?! Selagi aku dan Ayahmu masih hidup, aku takkan pernah membiarkanmu mengotori kantor ini!"

"Tolong hetikan, Ibu! Aku mengaku salah. Tolong maafkan aku, aku janji takkan mengulanginya lagi."

"Janji? Sudah berapa kali kau berjanji?! Tetapi, kau masih saja melakukannya lagi dan lagi. Aku lelah menghadapi sikapmu."

Melina menghentikan pukulannya sambil mengatur irama napas. Herion meraba punggung dan lengan tangannya yang terasa sangat pedih.

"Ya sudah, begini saja. Besok malam kau harus pergi denganku menghadiri acara makan malam. Ada sesuatu yang ingin aku dan Ayahmu bicarakan. Kau harus datang besok, kau paham?! Jika saja, kau tidak datang, maka aku akan menendangmu keluar dari keluarga Lotze," gertak Melina.

"Kenapa harus tunggu besok? Malam ini saja kita bicarakan di rumah," ujar Herion membantah.

"Lebih bagus dibicarakan di luar. Awas saja kalau kau tidak datang, aku akan menggorok lehermu nanti."

Ancaman Melina kali ini terasa amat menyeramkan. Darah Herion berdesir begitu mendengar ancaman tersebut. Dia hanya bisa mengangguk dan menuruti perintah Melina.

"Baiklah, aku pasti akan datang besok."

Melina pun merekahkan senyum puas.

"Itu baru anakku. Kau harus menurut pada Ibumu ini kalau kau tidak mau kepalamu hancur karena pukulanku."

Melina menepuk lembut pundak Herion. Dia sedikit senang karena Herion menurut padanya. Selepas itu, Melina pun pamit pulang. Herion langsung bisa bernapas lega seusai Melina menghilang dari hadapannya.

"Hampir saja nyawaku melayang." Herion terduduk di atas kursi. "Ibu adalah orang paling menakutkan di dunia. Tidak seharusnya aku mencari gara-gara. Apabila tadi aku membuatnya kesal, mungkin aku sekarang sudah tidak punya kepala."

Herion merinding begitu ia membayangkan tubuhnya tanpa kepala. Dia menyandarkan sejenak punggungnya seraya berpikir apa yang sebenarnya hendak dibicarakan oleh kedua orang tuanya.

"Mungkinkah Ayah dan Ibu ingin menjodohkanku? Mustahil! Mereka tidak pernah peduli aku akan menikah atau tidak. Ya, mari berpikir positif. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi di hari esok."

***

Pada hari berikutnya, Vianca terlihat sedang terburu-buru turun dari mobil. Dia berhenti di salah satu restoran ternama di kotanya kala itu. Hari ini dia punya janji dengan kedua orang tuanya di restoran tersebut.

Entah ada kejutan apa, Vianca tidak tahu sama sekali. Lalu ketika ia berjalan ke dalam, tanpa sengaja ia malah bertubrukan dengan Herion.

"Kenapa kau bisa ada di sini? Apa kau mengikutiku?!" Herion amat syok bertemu Vianca di restoran ini.

"Hah? Jangan terlalu percaya diri! Untuk apa aku mengikutimu? Aku kemari karena ada janji dengan Ayah dan Ibu," ucap Vianca.

"Benarkah?" Herion menatap curiga Vianca. Dia sungguh berpikir gadis itu diam-diam mengikutinya.

Vianca pun memukul lengan Herion.

"Memangnya kau siapa harus aku ikuti ke mana-mana? Lelaki bajing*n sepertimu bukanlah tipeku."

Herion meringis sakit karena pukulan Vianca cukup menyakitkan baginya.

"Ya sudah kalau begitu, syukurlah."

Ponsel Vianca dan Herion berdering bersamaan saat itu. Mereka langsung mengangkat telepon yang ternyata dari orang tua mereka.

"Iya, aku baru saja keluar dari mobil. Tolong tunggu sebentar."

"Iya, Ibu. Aku sedang berada di pintu masuk. Bersabarlah, aku pasti datang."

Mereka berdua jalan secara terpisah menuju salah satu ruang VIP. Hingga keduanya serentak membuka gagang pintu masuk dalam keadaan tergesa-gesa sehingga mereka tidak sadar saat itu masuk ke ruangan yang sama.

"Maaf, aku terlambat," seru keduanya serentak.

Vianca dan Herion berbarengan saling menoleh ke wajah masing-masing.

"Eh, kenapa kau ada di sini?" tanya Vianca.

"Seharusnya, itu pertanyaanku. Kenapa kau bisa ada di sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status