Gerald dan Giselle sampai di sebuah restoran mewah yang berada di tengah-tengah kota Luinz. Tempat yang nyaman dan juga menyuguhkan pemandangan sekitar, taman-taman yang dipenuhi pohon bunga Magnolia yang sedang mekar-mekarnya. Giselle duduk di dekat dinding kaca, wanita itu menatap ke arah luar memperhatikan cahaya lampu taman yang menyinari bunga-bunga di luar. "Musim semi kali ini sangat indah," ucap Giselle lirih. Banyak momen yang Giselle lewati saat musim semi di setiap tahunnya. Terutama momen saat ia pertama kali mengenal Gerald, saat itu Giselle sedang membantu Papanya untuk menjaga kedai cafe kecil milik sang Papa. Gerald yang setiap hari datang, Giselle pikir dia benar-benar menjadi pelanggan, tapi ternyata Gerald diam-diam tertarik padanya dan mereka melakukan pendekatan saat di musim semi seperti ini. Tapi, tidak setiap tahun di musim semi yang Giselle lewati selalu memiliki momen manis. Tahun lalu, ia sedang sakit dan bersamaan harus mengurus Elodie. Giselle bahk
Hari sudah gelap, Gerald baru saja keluar dari dalam kantornya dengan wajah lelah. Seharian ini ia sangat sibuk, dan jadwal meetingnya pun semakin padat. Bersama Sergio yang selalu menjadi ajudan kepercayaannya. Kini Gerald bergegas pulang dan masuk ke dalam mobil. Sergio melirik Tuannya dari kaca kecil di atas bangku kemudinya. "Apa Tuan pulang langsung ke rumah atau ke rumah sakit?" tanyanya. "Ke rumah sakit saja. Aku kepikiran Elodie menungguku," jawab Gerald. "Baik kalau begitu, Tuan." Mobil hitam itu membelah jalanan yang ramai malam ini. Gerald duduk bersandar dan mendongakkan kepalanya berusaha untuk menahan kantuk dan lelahnya hari ini. Hal ini hampir setiap hari terjadi karena ia sangat-sangat sibuk, tetapi bila ia sampai dan melihat Giselle bersama Elodie, rasa lelahnya mungkin akan luntur saat senyuman mereka menyambutnya. Beberapa menit kemudian, Gerald telah sampai di rumah sakit. Laki-laki itu berjalan ke dalam lorong di lantai tiga belas, dari jauh, ia mel
Hari berjalan dengan cepat dan silih berganti. Kondisi Elodie sudah sehat dan perkembangan kepulihannya juga cukup baik. Setiap hari, anak itu bersemangat berjalan-jalan meskipun masih di dalam ruangan kamar inapnya karena kondisi Elodie pasti perlu dipantau. "Ma, kapan Elodie boleh pulang? Elodie mau pulang ke rumah Papa," ujar anak itu menatap Giselle sambil berdiri di atas ranjang memeluk Mamanya. "Kalau dokter sudah memberikan Elodie izin pulang, maka akan segera pulang, Sayang," jawab Giselle sambil mengancingkan piyama kecil yang Elodie pakai. "Kita pulang ke rumah Papa saja ya, Ma..." ajak anak itu dengan ekspresi ragunya. Giselle terdiam sejenak memikirkan permintaan anaknya. Wanita itu hanya tersenyum sebelum membantu Elodie duduk dan mulai menyisir rambut Elodie. "Mama ... Mama tidak mau, ya?" tanya Elodie menyadari Mamanya tidak menanggapi. "Bukannya Mama tidak mau, tapi kan kita punya rumah sendiri, Sayang. Kalau rumah kita tidak ditempati, nanti rumahnya mud
Setelah beberapa jam Charles menjenguk Elodie, laki-laki itu pun kembali pulang bersama Marisa yang sejak tadi menunggu di luar. Sepeninggal mereka, Giselle merasakan sesuatu yang tidak enak di dalam hatinya. Wanita itu menyelimuti Elodie yang tengah tertidur dan ia mengusap pipi Elodie dengan lembut. "Gerald..." Giselle menatap Gerald yang tengah merapikan mainan milik Elodie. "Ya, Sayang?" Gerald menatapnya dengan kedua alis terangkat. Raut wajah Giselle menjadi gundah. Wanita muda itu menundukkan kepalanya menatap Elodie yang tertidur. "Apa kira-kira Mama marah saat Elodie menolak kedatangannya?" tanya Giselle dengan pelan. "Apa ucapanku tadi terlalu kasar, meminta Mama untuk tidak mendekati Elodie lebih dulu?" Gerald bisa melihat perasaan waswas pada raut wajah Giselle saat ini. Hatinya pasti kalut dan mulai menyudutkan serta menyalahkan dirinya sendiri. Laki-laki itu tersenyum tipis dan mengusap pucuk kepala Giselle. "Tidak, kau melakukan hal benar, Giselle," jawa
Hari-hari yang dilalui Giselle akhir-akhir ini terasa begitu bermakna. Selain ia bisa menemani anaknya dalam proses pemulihan, Giselle juga ditemani Gerald yang selalu berada di sisinya. Seperti pagi ini, Gerald menyerahkan urusannya di kantor pada Sergio karena ia menemani Giselle menjaga Elodie yang tengah berlatih untuk berjalan kembali pasca operasi. Bersama Dokter Megan, di dalam ruangan perawatan Elodie pagi tidak senyap seperti hari-hari kemarin. "Akhirnya, Elodie bisa berjalan lagi ... harus tetap hati-hati, Nak," ujar Dokter yang kini memegangi tangan Elodie. "Ayo, Sayang, semangat!" Giselle tersenyum berseri-seri melihat anaknya berjalan selangkah demi selangkah. Selain pemulihan pasca operasi, Elodie juga cukup lama berbaring di atas ranjang rumah sakit yang membuatnya perlu berlatih berjalan lagi. "Sini, Sayang. Sini berjalan ke arah Papa," ujar Gerald membungkukkan badannya dan merentangkan kedua tangannya pada Elodie. Anak itu tertawa kesenangan karena ti
Setelah terbangun dari tidurnya, pagi ini Elodie sudah mau berbicara pada Giselle dan Gerald. Meskipun anak itu masih terlihat lemas dan pucat. Giselle selalu menemaninya, tidak beranjak sedikitpun dari samping Elodie. "Mama, ini perutnya Elodie kenapa?" tanya anak itu hendak menyentuh perutnya. "Tidak apa-apa, Sayang. Elodie tidak boleh sentuh, ya..." Giselle tersenyum mengelus pipi Elodie. "Elodie sekarang sudah sembuh, Ma? Sudah boleh main sama teman-teman?" tanyanya. Giselle mengangguk. "Elodie memang sudah sembuh, tapi masih belum boleh bermain dengan teman-teman, karena Elodie masih harus pulih lebih dulu, Sayang." Anak itu mengangguk kecil dan memeluk boneka beruang yang dibelikan oleh Gerald kemarin. Elodie menatap ke arah jendela kamarnya. Anak itu menatap bahaya matahari sore yang hangat bersinar masuk ke dalam kamar. Giselle mengulurkan tangannya mengelus lembut kepala si kecil. Anak itu kembali menatapnya dengan mata sayu. "Kenapa Papa belum pulang, Ma? P