Keesokan harinya, Elodie menjalani kegiatannya seperti biasa di sekolah. Gadis itu kini tengah berada di dalam sebuah perpustakaan sekolah dan tengah membaca sebuah buku di sana. Setelah menyelesaikan ujian akhir tahun, banyak sekali jam pelajaran kosong setiap hari dan Elodie memanfaatkanya untuk ke perpustakaan. Tempat itu sunyi dan aman. Saat ia duduk, tiba-tiba seseorang merangkulnya dari belakang hingga membuat Elodie tersentak kaget. "Aku cari-cari, ternyata kau di sini!" Suara itu tidak asing di telinga Elodie. "Diamlah, Raf. Jangan menggangguku lagi," ujar Elodie menyingkirkan tangan Rafael yang menyentuh lehernya. Rafael—putra Alissa dan Robin itu menyukai Elodie, dia bahkan kadang memalukan hal di luar nalar pada Elodie hingga membuat Elodie ketakutan padanya. "Elodie, aku dengar-dengar kemarin sore anak-anak membully-mu, hm?" tanya Rafael menatapnya dari samping. "Kenapa memangnya? Bukankah kau sama seperti mereka?" Elodie menundukkan kepalanya. "Kau juga selalu memb
"Sayang, Kakak Kai jauh-jauh pulang dari Krasterberg ke sini ingin bertemu dengan Elodie. Kenapa Elodie tadi main pergi begitu saja?" Giselle mengelus kepala Elodie dengan lembut. Putri cantiknya itu tengah berbaring di atas ranjang kamarnya. "Tidak apa-apa, Ma. Elodie malu, sekarang 'kan Elodie bukan anak kecil lagi," jawab gadis cantik itu tersentak tipis. Giselle menyadari perubahan Elodie sejak naik kelas sepuluh. Elodie semakin pendiam, tidak banyak bicara, dan mudah murung mengurung diri di dalam kamar. Memang, awal-awal tahun pertama kali Elodie masuk ke sekolah menengah atas, ia pernah mengalami perundungan yang sempat membuat Gerald murka, Elodie dipindahkan ke sekolah yang lebih baik, berharap di sana Elodie mendapatkan teman, tetapi justru semakin parah, akan tetapi hal itu tidak membuat Elodie berhenti untuk belajar. "Oh ya, Sayang, ini ada oleh-oleh dari Kakak Kai untuk Elodie," ujar Giselle menunjukkan sebuah paper bag di tangannya yang ia tunjukkan pada Elodie. "A
Beberapa tahun kemudian...Musim dingin melanda kota Lasster, salju turun dari langit dan angin berhembus dingin petang ini. Seorang gadis cantik berambut panjang bergelombang sepunggung, berbalut seragam sekolah menengah atas tampak berdiri di sudut koridor sekolah dan memeluk tasnya, ia tampak dikerumuni oleh beberapa anak laki-laki yang memasang wajah marah padanya. "Memangnya kau pikir kau ini siapa, Elodie! Beraninya kau menolak cintaku, hah?!" Suara pekikan itu terdengar sangat keras. Elodie sampai menutup telinganya dan bersandar pada dinding karena ia sangat takut. Perkara ia menolak cinta dari temannya, Elodie harus dipermalukan sejak siang tadi hingga sore ini. Dan hal seperti ini tidak hanya hari ini saja terjadi pada Elodie, melainkan Elodie sudah sering diperlakukan hal seperti ini karena semua teman-temannya merasa iri. Elodie anak yang pintar, cantik, dan banyak anak laki-laki yang menyukainya meskipun tak satupun bisa mendekatinya. "Kau pikir kau sudah sangat cant
Hari demi hari telah berganti. Giselle menjalani hari-harinya dengan tenang dan menyenangkan. Di tengah kekurangannya, berjalan menggunakan tongkat, tidak membuat Giselle kehilangan hari-hari cerahnya bersama suami dan juga putri tercintanya. Sepertinya hari ini, adalah hari ulang tahun Gerald. Diam-diam, Giselle dan putri kecilnya menyiapkan kejutan untuk Gerald. Pagi-pagi sekali Giselle bangun dan sibuk di dapur membuat kue ulang tahun untuk Gerald ditemani oleh Elodie. "Mama, Elodie yang pasang buah stroberi di atasnya," ujar anak itu. "Iya, Sayang." Giselle menoleh sambil berjalan dengan tongkatnya menuju lemari di dapur. "Mama siapkan lilin ulang tahunnya dulu." "Heem." Elodie mengangguk cepat. Kue ulang tahun rasa cokelat, dihiasi oleh krim rasa cokelat dan stroberi, juga buah stroberi kesukaan Gerald yang tertata rapi di atas kue itu. "Selesai!" Elodie tersenyum berseri-seri. "Pasang juga lilinnya, Sayang..." "Iya, Mama." Kue ulang tahun itu sudah siap. Elodie langsung
Gerald dan Giselle menuruti keinginan Elodie. Mereka pergi ke sebuah taman yang berada tak jauh dari pusat kota. Taman luas yang dipenuhi dengan banyaknya pohon Magnolia yang sedang bermekaran. Dan tepian-tepian taman yang dipenuhi dengan bunga tulip berwarna merah dan kuning. Giselle dan Gerald duduk beralaskan kain piknik dan membawa beberapa minuman juga cemilan, berada di tengah padang rumput di bawah pohon bunga Magnolia. Sedangkan Elodie berlarian di taman bermain berlarian ke sana dan ke sini sambil tertawa ceria. "Lihatlah ... anak kita sudah sebesar itu," ucap Gerald menatap Elodie yang berlari-lari mengejar capung. "Rasanya baru kemarin aku menggendongnya satu Minggu dua kali ke rumah sakit, sekarang Elodie sudah sebesar itu," gumam Giselle menyandarkan punggungnya di dada Gerald. Gerald tertunduk, menatap wajah Giselle. Ia mengecup kening Giselle dan mendekapnya. "Anak kita akan tumbuh menjadi anak gadis yang cantik dan pintar," ujar Gerald berbisik lembut. "Aku ingin
"Kakaknya Elodie pergi jauh naik pesawat, Paman! Dia tidak pamit sama Elodie! Elodie sakit hati, tahu!" Suara tangisan Elodie menggema di teras paviliun. Anak itu mencari Kal untuk mengajaknya mencari Kai sejak pagi tadi. Bukannya menuruti, Kal bersama ajudan Gerald yang lainnya malah menjadikan Elodie sebagai bahan candaan mereka. Memang, anak Tuan mereka sangat lucu dan banyak tingkah. "Ayo, Paman ... ayo naik pesawat! Ayo cari Kakaknya Elodie ke Krasterberg di sana jauh sekali!" pekik Elodie menarik-narik tangan Kal. "Krasterberg itu jauh sekali Nona Kecil," sahut Hendre sambil tertawa memegangi botol minum merah muda milik Elodie. "Tapi Elodie mau ke sana!" pekiknya, anak itu mendongakkan kepala dan menangis. Kal menarik lengan Elodie dan memeluknya. "Ya ampun ... kasihan sekali anak baiknya Paman." Dengan sabar, Kal menggendong Elodie dan memeluknya. Ia menepuk-nepuk punggung Elodie dengan lembut. "Nona kecil, Krasterberg itu jauh sekali. Kalau berangkat sekarang sampai d