"Aku ingin menikahi Elodie sebelum akhir tahun ini, Pa." Ucapan Kai sukses membuat Martin hampir menyemburkan kopi hangat yang baru saja ia ia seruput dari dalam cangkirnya. Laki-laki berambut sedikit memutih itu langsung menatapnya. "Menikahi Elodie sebelum akhir tahun ini? Kaivan ... Papa sudah menduga, kau ini! Pasti kau baru saja melakukan hal yang tidak-tidak pada Elodie?! Iya?! Kalian baru menghabiskan malam bersama?!" desak Martin di dalam sebuah ruangan khusus di gedung besar rumah sakit milik Kaivan. Kai mengembuskan napasnya panjang. "Tidak, Pa. Aku tidak berani melakukan hal itu. Tapi aku ingin lebih leluasa menjaga Elodie." Martin meletakkan secangkir kopinya di atas meja. Laki-laki itu mengangguk. "Papa paham. Papa dan Mamamu tidak melarangmu menikah dengan Elodie kapan saja. Tapi sudah jelas Om Gerald berpikir berlipat-lipat untuk hal itu. Elodie itu masih terlalu muda, kondisinya juga lemah seperti itu, Kai, dan dia juga anak semata wayangnya Om Gerald dan Tant
"Menikah diam-diam bagaimana, Kak?! Jangan macam-macam, nanti Mama dan Papa bisa marah!" Elodie memukuli lengan Kai hingga laki-laki itu tertawa. Kai memeluknya dengan erat dan menyembunyikan wajahnya dalam ceruk leher Elodie. Jemari tangan Elodie lembut mengusap kepala Kai di sela rambut hitamnya yang tebal. "Kak..." "Hm?" Kai bergumam sambil memejamkan kedua matanya. "Dua hari lagi, aku akan pulang pukul enam sore, tidak apa-apa?" tanya gadis itu. "Kenapa sore sekali? Kau mau ke mana?" Kai mendongakkan kepalanya menatap gadis itu. "Aku dan kedua temanku tadi ikut kelas memasak," ujar Elodie. "Aku sudah daftar tadi siang." Kai memijit pangkal hidungnya. "Ya ampun, Sayang ... berapa kali sudah aku bilang, jangan ikuti banyak kegiatan, Elodie. Kalau kelelahan, bagaimana?" Elodie menggeleng. "Aku ingin pandai memasak. Biar aku bisa memasak makanan yang enak untuk Kakak." Kai tersenyum lembut, ia mengusap pipi Elodie dengan lembut. Menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Baikla
Pukul setengah empat sore, mobil hitam milik Kai berada di depan area kampus. Kai menunggu di dalam mobil setelah beberapa menit yang lalu ia datang. Saat Kai menunggu, tak lama kemudian dari dalam area kampus, muncul seorang gadis cantik berjalan dengan dua temannya dan mereka saling tertawa senang. "Itu, Kakakku sudah menjemput, sampai jumpa besok, Rica, Zelda...!" pekik Elodie melambaikan tangannya. "Iya Elodie. Jangan lupa balas pesanku, ya!" pekik Zelda. "Hati-hati di jalan!" Elodie tersenyum senang, sampai akhirnya gadis itu masuk ke dalam mobil. Kai menyambutnya dengan sebuah senyuman. "Kakak sudah lama?" tanya gadis itu. "Belum, Sayang." Kai menyerah sebotol air mineral pada Elodie. "Bagaimana? Menyenangkan?" "Heem! Aku senang sekali, hari ini aku punya banyak teman, Kak. Dosen-dosenku juga baik hati dan keren!" seru gadis tanpa sadar. "Keren?" "Heem. Namanya Pak Grey, dia masih muda dan keren sekali!" seru Elodie. Mendengar hal itu, Kai langsung mendengk
Pukul setengah tiga dini hari, Elodie terbangun tiba-tiba. Elodie langsung terduduk dan napasnya naik turun dengan berat. Gadis itu menyentuh dadanya pelan. Mimpi kejadian kelam waktu itu masih terus menghantuinya hingga kini. "Kenapa, Sayang?" Kai ikut terbangun. Laki-laki itu tertunduk dan ia menyerahkan segelas air pada Elodie. "Minum dulu..." Elodie meminumnya sedikit dan gadis itu memeluk Kai dengan erat. Wajahnya berkeringat hingga Kai paham apa yang sedang mengganggu tidur pulas Elodie. "Mimpi buruk lagi?" bisik Kai, ia mengelus pipi lembut Elodie. "Heem." Elodie mengangguk dengan mata satu dan sendu. "Sssttt ... itu hanya mimpi saja, Sayang. Tidak usah takut," bisik Kai pelan. Laki-laki itu kembali mengajak Elodie berbaring dan memeluknya dengan hangat, mengusap-usap punggung kecil Elodie, namun kedua mata gadis itu masih terbuka. "Kak, saat aku pulang ke Lasster, aku sangat rindu dengan momen ini," ujar Elodie berkata jujur. Kai menundukkan kepalanya. "M
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Elodie tampak sibuk di dapur menyiapkan makan malam untuknya dan juga Kai.Gadis itu membuat masakan spesial, ada beberapa menu makanan yang Elodie tata rapi di atas meja. Ia tersenyum manis menatap semua makanan sudah siap. "Sekarang tinggal menyiapkan kopi susu. Sepuluh menit lagi biasanya dia pulang," ujar gadis itu. Elodie membuatkan Kai kopi susu dan meletakkan di meja pantry dapur. Setelah itu, Elodie bergegas membersihkan tubuhnya lagi, memakai baju rumah yang rapi, hingga ia terlihat begitu segar dengan balutan dress sebetis berwarna biru muda. Elodie kembali ke dapur untuk mencuci buah-buahan. Sebelum gadis itu terdengar suara pintu apartemen terbuka. "Wahhh ... aroma masakan siapa ini, perutku langsung keroncongan!" seru seseorang di depan sana. "Tentu saja calon istriku yang sudah menyiapkan makan malam untukku," ujar Kai pada Han dan Chen. "Enak sekali kau, Kai! Tidak mau tukar posisi denganku?" seru Chen. "Mau aku pecat k
Hari sudah berganti, sinar matahari masih belum tampak pagi ini. Elodie bangun lebih awal, gadis itu merasakan rengkuhan lengan Kai yang melilit posesif pinggangnya. Perlahan, Elodie menyingkirkan lengan Kai dan gadis itu terduduk diam di atas ranjang. Elodie menatap cermin di depan sana dan ia menyentuh lehernya. Sebuah tanda merah pekat terlihat sangat jelas di leher jenjangnya yang putih. Elodie tertunduk dan ia membayangkan apa yang terjadi padanya dan Kai semalam, meskipun mereka tidak melakukan hal di luar batas. Tetapi..."Masih petang, tidur lagi, Sayang..." Kai melingkarkan kembali lengan kekarnya di perut Elodie. Gadis itu menoleh dan ia menepuk-nepuk pelan lengan Kai. "Kak, ini bagaimana menghapusnya?" cicit gadis itu. "Hm?" Kai membuka kedua matanya. Sebenarnya, laki-laki itu sudah bangun lebih dulu. Elodie menunjuk lehernya yang terdapat tanda merah di sana. Kai langsung berdehem pelan dan bangun. Laki-laki itu menatapnya dengan kepala sedikit miring. "Mau dihapus