"Sayang, jangan memegang ponsel dulu untuk beberapa hari ini supaya kau tenang. Kau mengerti?"Kai mengusap pucuk kepala Elodie dengan lembut. Gadis yang hampir kembali ke alam mimpi itu pun terbangun lagi. Elodie membalikkan badannya beralih menatap Kai yang duduk di sampingnya. "Kenapa, Kak?" tanyanya. "Aku memang tidak akan ke sekolah lagi," jawab gadis itu. Kai mengangguk. "Ya, di sini saja dan jangan ke mana-mana. Aku akan menemanimu seharian ini." "Heem." Elodie mengangguk patuh. Kai mengusap pucuk kepala Elodie dan laki-laki itu beranjak dari kamarnya. Ponsel milik Kai terus bergetar. Pesan-pesan masuk dari nomor Elodie yang terhubung ke ponselnya sangat ramai. Kai berdiri di depan kamarnya, ia melihat semua pesan masuk di grup sekolah dan semua teman Elodie melontarkan kata-kata yang tidak pantas, hingga setidaknya ada yang merasa kasihan pada Elodie. Helaan napas panjang terdengar dari bibir Kai. Laki-laki itu menyugar rambut hitamnya dan mendongakkan kepalanya. "Om
Gerald dan Kai telah sampai di apartemen milik Kai. Saat mereka tiba di sana, Gerald mendapati istrinya duduk di tepi ranjang menemani Elodie yang telah tertidur pulas. Gerald berjalan masuk ke dalam kamar itu. Ia menatap hangat wajah Elodie dan istrinya menatapnya dengan mata sembab. "Elodie tidak pulang, Sayang," ujar Giselle pada sang suami. Gerald mengulurkan tangannya mengusap kepala Elodie. Ia mengelusnya dengan lembut dan mengecup kening anak semata wayangnya itu. Lalu, ia menoleh pada Kai. "Kai, semalam saat, boleh Elodie menginap di sini?" Kai mengangguk. "Jangan khawatir, Om. Aku akan menjaganya." Gerald dan Giselle mengangguk percaya. Mereka berdua segera beranjak dari duduknya dan bergegas untuk berpamitan pulang. Setelah itu, Kai kembali mengunci pintu apartemennya. Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ia menyelimuti Elodie dengan hangat. Kai mengelus pipi gadis itu. "Mimpi indah, Sayangku..." Kai berbisik lembut, ia meninggalkan kecupan lembut di pipi
Gerald mendatangi kediaman Robin malam ini. Diikuti oleh Kal dan Kai yang mengejar mobil Gerald di depan sana melaju dengan kecepatan tinggi. Sampai akhirnya mobil hitam milik Gerald berhenti di depan rumah Robin. Gerald turun dari dalam mobil dan ia berjalan menaiki anak tangga teras. Gerald mengetuk pintu rumah itu berulang kali. "Robin...! Buka pintunya!" pekik Gerald, ia sudah diselimuti emosi yang tidak terbendung. Pintu rumah itu terbuka, dari dalam rumah tampak Alissa dan Robin berdiri membuka pintu. "Gerald, tumben sekali kau ke sini malam-malam?" tanya Robin, tersenyum ramah seperti biasa. "Giselle mana?" Alissa tersenyum manis seperti biasa. Gerald tidak menjawabnya. Wajahnya yang kaku dan dingin membuat Alissa menatap suaminya bingung. Dari belakang Gerald, tiba-tiba muncul Kai dan Kai dengan wajah tegang mereka. "Di mana Rafael?!" tanya Gerald dengan nada membentak. "Ra-Rafael..." "Kenapa kau mencari Rafael, Rald?" Robin bingung. "Panggil anak bajinganmu itu, R
"Elodie..." Gerald dan Giselle menoleh ke arah pintu kamar Kai. Gadis itu menatap Kai dengan tatapan yang sulit diartikan. Giselle beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Elodie. Elodie tidak bergerak sedikitpun, rasanya enggan menatap wajah orang tuanya yang sedih seperti ini. "Kenapa tidak pernah bercerita pada Mama dan Papa? Kenapa selama ini kau hanya diam saja, Elodie!" Giselle meremas pundak Elodie dan menangis. Gerald hanya menatap putrinya yang tertunduk menangis. Gadis itu meremas jemari tangannya. "Siapa? Dan temanmu yang mana yang berani melakukan hal itu padamu, Elodie?" Gerald mendekati anaknya. Elodie merasa seperti disudutkan, kedua matanya berkaca-kaca dan gadis itu menangis menggeleng-gelengkan kepalanya.Giselle memeluknya erat, mengelus kepala Elodie. "Jangan takut, Sayang, katakan pada Mama dan Papa. Supaya kami tahu!" seru Giselle menangkup kedua pipinya. Elodie bungkam dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mama dan Papa pasti marah," lirih gadis itu
Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Suasana sepi mencekam, Kai duduk di sofa menatap ponselnya di atas meja. Baru saja ia menghubungi Gerald dan mengatakan kalau Elodie ada bersamanya. Gerald terdengar marah, laki-laki itu bilang akan datang untuk menjemput Elodie. Kai khawatir, justru bersama kedua orang tuanya, Elodie merasa tidak tenang sama sekali. "Ma, Mama..." Suara Elodie dari dalam kamar membuat Kai menoleh ke dalam. Kai melihat Elodie terbangun. Gadis itu duduk dengan mata sayu, mengantuk dan tatapan kosong. Ia menunjuk ke arah pintu. Kau beranjak dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam kamar. "Tutup pintunya, aku mau bersembunyi di sini. Tutup pintunya, Ma ... nanti Rafael ke sini." Kai berdiri di depannya, ia melembaikan tangannya pada Elodie, namun gadis itu tidak memperhatikannya. Tatapannya kosong dan sayu, dia sebenarnya tertidur, tetapi terbangun karena mimpi buruk dan halusinasinya meskipun kini ia masih dalam keadaan tertidur. Segera Kai berjalan ke arah p
Kai mengajak Elodie keluar dari ruangan Dokter Anna setelah gadis itu berkonsultasi. Kai menggandeng tangan Elodie yang terasa sangat dingin. Gadis itu diam dan tidak mengatakan apapun sejak tadi. Kai menoleh menatapnya dengan lekat. "Pulang ke apartemen, hm?" tawarnya dengan begitu baik. Gadis itu mengangguk. "Heem." Kai tahu, Elodie tidak akan menolaknya. Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Kai memahami Elodie yang tidak mau pulang ke rumahnya karena ia tahu kini Rafael pergi ke rumahnya. Karena itu, Kai membawa Elodie ikut bersamanya. Sesekali Kai melirik ke arah Elodie yang hanya diam saja. Kai juga merasa sedih setelah Dokter Anna menjelaskan bagaimana perasaan Elodie saat ini. 'Trauma itu tidak semudah yang orang lihat dan bayangkan. Tidak peduli Elodie anak orang kaya ataupun miskin, sesuatu kejadian yang mengguncang emosi dan rasa takut terhebatnya yang terus menghantuinya bisa mengubah mood dan karakteristik sehari-harinya karena dia ketakutan. Apalagi bila sudah dianc