Home / Romansa / (Not) A Queen / Chapter 5 Pria Berkacamata

Share

Chapter 5 Pria Berkacamata

Author: Ilamy Harsa
last update Last Updated: 2021-05-27 17:17:55

“Aaaaakkk!” Alecta memejamkan mata, lalu menjerit hingga tubuhnya sedikit terdorong ke belakang. Dia baru membuka mata dan menyadari jika jarak wajahnya dengan ujung depan mobil sangat dekat. Jantungnya berdegup kencang, Alecta baru saja selamat dari kematian.

“Anda tidak apa-apa?” tanya seorang pria berjas hitam dan memakai sarung tangan warna putih. “Hei! Apakah Anda terluka?” tanyanya lagi.

Alecta menengadah, wajah pria itu tidak tampak karena silau dari sinar matahari. Sampai pria itu ikut berjongkok di hadapan Alecta. Wajahnya sangat dekat dengan wajah Alecta.

Alecta terkesima dengan pria di hadapannya. Dia seperti dewa yang diutus untuk turun ke bumi dan menemui Alecta.

Astaga! Tampan sekali!

Meskipun pria itu memakai kacamata, tidak mengurangi pesonanya. Rambutnya yang tertata rapi, wajah yang bersih tanpa jerawat ataupun bintik hitam kecil, dan sarung tangan putih yang membungkus tangannya.

“Anda baik-baik saja, Nona?” tanya pria itu.

Bahkan suaranya saja mampu melelehkan Alecta. Tapi, ada yang menganggu situasi ini. Binatang itu berulah lagi, ia berjalan mengitari bagian badan Alecta yang lain.

“Kecoak!” Alecta kembali menjerit. Dia bangkit dan mencoba mengambil binatang menggelikan itu. Dan, hap! Dia berhasil menangkap kecoak itu dan langsung membantingnya ke jalan aspal, lalu menginjaknya sampai gepeng seperti kecoak yang pertama.

“Matilah! Matilah, makhluk sialan!” Alecta menginjak kecoak itu berkali-kali sampai dia puas. Seakan dendamnya terbalaskan.

Pria yang tadi hampir menabraknya hanya mengernyitkan dahi. Mungkin ia berpikir jika perempuan yang hampir ditabraknya adalah orang sinting. Meskipun wajahnya belum mendukung jika dia dalam keadaan sinting.

Pria berkacamata itu memilih kembali ke mobilnya. Setidaknya itu adalah pilihan yang tepat, karena orang yang ditabraknya masih bisa berdiri bahkan mengumpat dengan penuh semangat.

Alecta yang mengetahui pria itu akan pergi langsung mencegahnya. “Hei! Tunggu! Jangan pergi seenaknya!”

Alecta mendekati pria itu. Dia ingin pria itu meminta maaf karena hampir menabraknya. “Anda harus minta maaf!”

Pria itu baru membuka pintu mobilnya, namun teriakan Alecta membuatnya berbalik. “Minta maaf untuk apa?” tanyanya dingin.

“Anda pura-pura lupa, ya! Tadi Anda hampir menabrak saya!”

Pria itu mengeluarkan dompet lalu, memberi Alecta lima lembar uang pecahan seratus ribuan. “Saya kira uang itu cukup untuk menyudahi perdebatan ini, ambilah.”

Alecta menatap nanar uang-uang dari pria berkacamata itu. Dia tahu, saat ini dia butuh uang, dia sedang kekurangan uang, bahkan tidak bisa hidup tanpa uang. Tetapi tidak dengan cara seperti ini. Alecta hanya butuh permintaan maaf dari pria yang hampir menabraknya itu.

Alecta buru-buru mendekati pria berkacamata yang baru saja masuk ke dalam mobil itu. “Berhenti! Apakah ini cara orang kaya meminta maaf? Hanya dengan uang saja?”

Pria itu membetulkan letak kacamatanya. Dia balik menatap Alecta. “Apakah jumlah uangnya kurang?”

Sejak dulu Alecta memang miliki cita-cita ingin menjadi orang kaya raya, tapi ada satu hal yang tidak dia sukai dari orang-orang kaya. Sifat angkuh dan sombong akan hartanya. Bahkan hal sekecil ini, mereka lebih baik mengeluarkan uang daripada kata maaf.

Mata Alecta menangkap sebuah buket bunga di kursi samping pria itu. “Saya tau, Anda sedang buru-buru menemui kekasih Anda, Tuan.”

Pria berkacamata itu refleks melihat bunga di sampingnya, lalu kembali lagi menatap Alecta. “Bukan urusan Anda.”

Alecta yang sudah di puncak kemarahannya, akhirnya mengembalikan uang-uang itu ke wajah pria berkacamata. “Saya tidak butuh uang Anda. Saya hanya butuh permintaan maaf dari Anda, Tuan.”

Pria itu bergeming sebentar saat Alecta melemparkan uang yang baru saja dia berikan ke wajahnya. Dia tetap menjaga ketenangan. Lalu mengambil napas panjang, dan mengembuskannya secara perlahan demi menjaga kestabilan emosinya.

“Bukankah Anda yang menyeberangi jalan secara mendadak, tidak melihat ada mobil yang sedang melaju?”

Mata Alecta terbelalak. Dia sedikit gelagapan mendengar pria itu berbicara. Bahkan saat ini dia sudah tidak berani menatap matanya yang mengerikan itu.

“Tetap saja itu salah Anda, Tuan!” Alecta masih bisa mengeluarkan pernyataan yang sedikit berani. Walaupun harus dia akui jika dirinya salah karena tidak melihat ada mobil yang melaju karena binatang kecil itu yang membuat tubuhnya geli.

“Tak masalah! Saya sudah tidak butuh maaf dari Anda. Permisi!” Sejujurnya ini adalah cara Alecta untuk kabur dari situasi ini. Dia berjalan sedikit lebih cepat, demi segera menjauh dari mobil itu, dan berdoa semoga pria berkacamata itu tidak mengejarnya.

Mobil itu tidak berbalik, pria berkacamata itu melanjutkan perjalananya. Alecta mendesah lega. Meskipun pria itu nantinya mengejarnya, Alecta bisa bersembunyi di celah sempit antar tembok pembatas.

“Jangan berbalik, ya. Biarkan aku membalas dendamku,” ucap Alecta. Dia baru sadar jika jalanan ini sepi, dan sisi kanan-kiri hanya terdapat tembok setinggi tiga meter.

“Aku harus berlari.” Alecta berlari hingga tembok pembatas itu berakhir di ujung gang kecil. Di sana terdapat rumah makan sederhana.

Alecta memasuki rumah makan sederhana yang kondisinya tidak terlalu ramai. Dia memesan telur, sayur dan nasi. Tapi, mata Alecta menangkap sebuah ponsel yang tergeletak di dekat ibu pemilik rumah makan ini.

“Permisi, boleh saya meminjam ponsel ini?” Alecta meminta izin dengan bahasa yang amat santun. Akan tetapi tatapan ibu pemilik rumah makan ini membuatnya tidak nyaman.

“Saya akan bayar makanan saya dua kali lipat.” Alecta mencoba bernegosiasi.

Ibu pemilik rumah makan itu memandang Alecta dari ujung rambut sampai ujung kaki, lalu kembali lagi hingga dua kali. “Boleh, tapi cuma lima menit saja. Dan nelponnya jangan jauh-jauh.”

Alecta mengangguk. “Baik, Bu.”

Setelah mendapat pinjaman ponsel itu, Alecta memutuskan menelepon dekat dapur. Dia mengambil robekan kertas yang ada nomor telepon Freya. Dia menekan angka sesuai yang tertulis di kertas itu, mencocokkannya sekali lagi, lalu menekan ikon gagang telepon berwarna hijau. Nada tunggu membuat Alecta makin berdebar.

Jawab Freya, jawab panggilan teleponku. Alecta menggigit bibir bawah.

Panggilan itu telah tersambung. “Halo, Freya!”

***

Sebuah mobil berwarna hitam mengkilat berhenti di depan gapura sebuah pemakaman yang diperuntukan untuk kalangan kelas atas.

Pria itu turun dari mobil sambil membetulkan letak kacamatanya yang sedikit miring. Dia baru tersadar, jika buket bunga yang dibelinya tadi masih di dalam mobil. Dia terpaksa masuk ke mobil untuk mengambilnya.

Tepat saat dia menggenggam buket bunga itu, dia teringat akan perempuan agak sinting yang hampir ditabraknya tadi.

“Saya tau, Anda sedang buru-buru menemui kekasih Anda, Tuan.”

Pria berkacamata itu terngiang ucapan perempuan tadi. “Apakah dia benar-benar sinting?” Dia tertawa hambar. Kini dia berjalan sambil menggenggam buket bunga yang dibelinya dari toko bunga favoritnya.

Pria berkacamata itu berjalan damai seakan sebentar lagi akan menemui seseorang yang paling istimewa dalam hidupnya.

Di bawah pohon Zelkova yang rindang, terdapat satu makam yang bentuk nisannya sangat indah. Pria berkacamata itu menyunggingkan senyumnya ketika meletakkan buket bunga di makam itu.

“Saya datang menemuimu, hingga hari ini saya masih hidup. Semoga Tuan Putri senantiasa bahagia di atas langit.”

Tak terasa air mata itu mengalir dari balik kacamatanya. Pria itu sedang menangis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (Not) A Queen   Catatan Penulis

    Akhirnya selesai jugaaa, huft. (Not) A Queen telah tamat di tanggal 11 November 2021 (Hehehe ditulis aja, biar gak lupa) Terima kasih untukmu yang telah membaca kisah ini sampai tuntas. Entah mengapa aku merasa sangat lega dan yaaa akhirnya punya waktu untuk membaca buku lebih banyak lagi Aku mohon maaf kalau ada beberapa kata yang masih typo dan belum maksimal memberikan yang terbaik untukmu. Di buku yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi. Oh iya, aku pernah dapat pertanyaan semacam ini: apakah setelah tamat nggak ada skuelnya? Gimana yaaa, jawabnya? Memangnya butuh perpanjangan lagi? Ekstra chapter? Tapi, kurasa ini sudah cukup panjang. :0 Sebelum catatan ini selesai, aku pengen spoiler dikit tentang rencanaku. Sebenarnya ada satu novelku lagi yang ada di sini judulnya LEVIATHAN yang bergenre sci-fi. Sayangnya, belum muncul (sampai catatan ini ditulis).

  • (Not) A Queen   Chapter 127 Finale

    Freya akhirnya tertangkap sehari setelah kejadian yang memilukan itu. Sedangkan David perlu tiga hari karena berhasil kabur menuju kota lain. Berita mengenai hal ini langsung menjadi topik utama yang disiarkan berulang-ulang oleh acara berita disegala stasiun televisi. Kejadian itu menyita banyak perhatian masyarakat.Bibi Lani telah dimakamkan. Feris masih menangis. Lusi dan Naratama juga merasakan kesedihan mendalam akibat kehilangan itu.Alecta baru siuman setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dia menangis saat diberitahu kalau Bibi Lani meninggal dunia demi menyelamatkan Baby Leon dan Alecta.Priam memutuskan untuk menjaga Baby Leon di rumahnya karena Alecta masih dirawat di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi banyak luka, dan beruntung tidak ada tulang yang patah.Feris telah memutuskan sesuatu. Malam ini dia akan membicarakan keputusannya dengan Alecta. Perempuan itu sudah lebih baik beberapa hari ini, dan kemungkinan dua hari lagi dia d

  • (Not) A Queen   Chapter 126 Vengeful

    Mobil yang dikemudikan David memasuki kawasan hutan. Setahunya, kawasan itu memang sepi dan ada sebuah bangunan yang mirip gudang penyimpanan kayu yang sudah lama tidak digunakan.Mobil berhenti di depan bangunan itu. David menyeret Alecta ke gudang itu, sedangkan Freya masih berkutat dengan Leon yang hanya bisa menangis.Setelah masuk ke dalam gudang tak terpakai itu, David meletakkan Alecta di tempat yang kering. Sementara Freya yang sudah pusing dengan tangisan bayi itu akhirnya menyerah. Dia meletakkan Leon di sebuah keranjang dari ayaman rotan yang kondisinya sudah tidak layak. David jadi berpikir, kalau Freya bukanlah ibu yang baik. David mendekati Freya dan menyerahan tongkat baseball yang tadi dipakai untuk memukul sopir tadi. Freya menerima tongkat baseball itu dan mengabaikan tangisan Leon.“Gunakan untuk menyiksanya.” David menunjuk Alecta yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya. “Aku harus segera melak

  • (Not) A Queen   Chapter 125 Vicious

    Selama hampir saatu tahun ini, kondisi keuangan Freya mulai memburuk. Dia memiliki utang hampir ratusan juta karena tidak mampu menunjang gaya hidupnya. Setelah bercerai dengan Priam, Freya terpaksa menyewa apartemen kecil bersama David.Semua kontrak kerjanya dibatalkan termasuk iklan, sponsor, dan film yang harunya dibintanginya. Namanya terhempas seolah nama Freya Farista sudah tidak lagi bersinar. Freya telah jatuh, tersingkir, dan tidak dibutuhkan lagi.Kondisi diperburuk dengan David yang namanya sudah dicoret dari keluarga besarnya karena ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah bersuami. Alhasil, David menjadi pengangguran, kerjaannya hanya tidur, makan dan mabuk, hanya itu siklus hidupnya. Sementara Freya harus merelakan tabungannya menunjang kebutuhan dua orang terlebih lagi Freya harus memangkas pengeluaran untuk kecantikan karena dia juga harus makan.Hampir setahun ini Freya dan David persis seperti pasangan pengangguran

  • (Not) A Queen   Chapter 124 Tuan Muda

    Pada akhirnya Priam juga menerima keputusan dari Feris kalau untuk ‘untuk sementara waktu hingga belum ditentukan’ Baby Leon akan diasuh oleh Alecta dan Feris di rumah ini. Dua hari setelah kepulangan Alecta dari rumah sakit, Priam datang bersama dua pelayannya yang cukup menggemaskan. Di ruang tamu, Priam dan Feris berbicara layaknya teman meskipun penuh kecanggungan. Sementara di kamar Alecta, terdengar gelak tawa dari Naratama dan Lusiana. Mereka, dua pelayan yang menggemaskan, begitu sebutan dari Bu Marie. “Baby Leon sangat tampan sekali!” Lusi tampak sangat senang ketika mendapat kesempatan untuk menggendong Baby Leon. “Bukankah seharusnya kita memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?” Natatama menimpali. Dia hanya berani menyentuh pipi bulat Baby Leon. “Kamu benar, Nara. Aku tidak sabar melihat Tuan Muda Leon besar. Dia akan lebih menggemaskan lagi.” Lusi tertawa membayangkan hal itu terjadi. “Percayalah, Leon lebih suka dip

  • (Not) A Queen   Chapter 123 Ego

    Feris masih merasa kesal karena pertemuannya dengan Alecta tertunda hampir empat puluh lima menit. Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itu kekasihnya sedang bersenda gurau dengan Priam. Ditambah Bibi Lani menyarankan agar Feris menunggu sampai Priam selesai bertemu dengan buah hatinya.Hari ini, tanpa disangka Alecta melahirkan, dan ternyata perkiraan dokter itu meleset. Sebagai orang yang kurang berpengalaman dengan hal ini, Feris merasa menjadi orang bodoh. Harusnya dia tidak pergi hari ini. Harusnya, dia mengubah jadwal pertemuannya dengan Pak Edzard yang akan membeli rumah dan tanah warisan dari neneknya.Alasan kenapa Feris mau melepaskan properti itu karena dia ingin membeli rumah di Kota Milepolis. Dia bertekad ingin memulai kehidupannya yang baru bersama Alecta. Sebab, semakin Alecta di sini, semakin gencar pula Priam mendekatinya.Tapi sekarang, sepertinya Priam sudah mulai mendekati Alecta lagi. Mereka berbincang di dalam, padahal Feris sempa

  • (Not) A Queen   Chapter 122 Nama Bayi

    Priam sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Alecta yang tertidur dengan wajah sedikit kelelahan dan ada bayi mungil yang sedang ditelungkupkan meminum asi. Dulu Priam selalu menganggap apa ang dilihatnya itu tidak pernah jadi kenyataan. Kini, hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat calon penerus keluarga Ardiaz telah lahir. Priam mendekati Alecta secara perlahan agar tidak membangunkan Alecta yang sedang tertidur. Dia mencoba menyelipkan jari telunjuknya ke tangan si bayi. Perlahan tapi pasti, tangan mungil bayi itu menggenggam jari Priam. Ada ledakan kebahagian membuncah di dada Priam. Tangan mungil bayi itu seolah menyapa Priam. Rasanya tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan semacam ini. “Feris ... apa itu kamu?” tanya Alecta lirih. Priam terdiam. Alecta lalu menoleh ke arah orang yang di sampingnya. Dia terkejut ketika menemukan Priam duduk di sana. Padahal tadi dia sempat bermimpi kalau ynag dat

  • (Not) A Queen   Chapter 121 Hari Bersejarah

    Kehamilan Alecta memasuki bulan kesembilan. Perutnya sudah makin besar, tendangan ‘dia’ makin aktif dan terkadang membuat Alecta kesulitan untuk tidur. Setelah sarapan, Feris memutuskan akan pergi ke Kota Lunars. “Tapi sebentar lagi aku akan melahirkan,” ucap Alecta. Sejak pindah ke rumah ini, Alecta selalu mengecek kehamilan secara berkala bersama Feris. Kata dokter, Alecta diprediksi akan melahirkan satu minggu lagi. “Aku pergi tidak lama. Mungkin nanti pulang sore. Ada orang yang tertarik membeli propertiku di Kota Lunars, My Bee.” Feris mengelus kepala Alecta dengan penuh kasih sayang. Alecta menggeleng. Dia harus mencari cara agar Feris tidak pergi. “Dia ingin mendengarkanmu membaca cerita.” Yang dimakud ‘dia’ adalah kehidupan yang ada di perut Alecta. Beberapa waktu yang lalu, kata dokter kandungan yang memeriksa Alecta mengatakan, kalau Alecta akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Priam senang menden

  • (Not) A Queen   Chapter 120 Fakta yang Tak Terbantahkan

    Semua berjalan sesuai kehendak Semesta. Perut Alecta makin membesar seiring bertambahnya usia kehamilan. Feris juga selalu sigap ada di samping Alecta.Sekarang perubahan yang terjadi pada tubuh Alecta membuatnya tampak cantik dan menggemaskan. Entah mengapa kalau perempuan hamil selalu cantik meskipun pipinya mulai chubby dan bada yang berisi.Alecta juga mengalaminya. Kini pipinya agak mengembang. Dadanya makin menyembul padat dan perutnya makin buncit.Terkadang Feris membenamkan wajahnya ke dada Alecta. Katanya itu bagian favoritnya karena lebih kenyal, padat, dan menyenangkan. Kalau malam Feris lebih suka mengelus-elus perut Alecta yang buncit, dan dia yang ada di dalam pasti merespon dengan tendangan.Priam masih datang walaupun jaraknya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, lima hari sekali, atau dua minggu sekali untuk melihat Alecta dan calon anaknya. Meskipun terkadang suasana ruang tamu jadi canggung.Priam yang meny

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status