Sean sudah siap, ia nampak gagah dengan setelan hitam dan jas putihnya. Lelaki itu berdiri di ruang tamu menunggu Jihan turun, berkali-kali Sean menatap pergelangan tangannya, memastikan ia tidak terlambat untuk berangkat."Maaf membuatmu menunggu lama," ucap Jihan. Jihan terlihat anggun dengan gaun berwarna putih gading yang ia pakai, kaki jenjangnya menuruni anak tangga dengan hati-hati.Senyum merekah tampak di wajahnya, Jihan menggenggam sebuah clutch berwarna senada dengan gaunnya.Pandangan Sean terkunci pada Jihan selama beberapa detik. Sean merasa waktu berhenti saat Jihan berjalan mendekatinya. Ia bahkan tidak sadar Jihan memanggil namanya beberapa kali, setelah Jihan menggerakan tangan didepan wajah Sean, barulah lelaki itu tersentak."Ayo berangkat."Sean bergerak lebih dulu, meninggalkan Jihan beberapa langkah dibelakangnya. Sean sedang berusaha menetralkan degup jantungnya yang tiba-tiba seperti habis lari marathon.Jihan mengangkat bahunya tak acuh lalu berjalan cepat m
Vidi Valencio.Begitu lelaki itu memperkenalkan dirinya. Si pemilik gummy smile. Jihan menyukai saat lelaki itu tersenyum karena tanpa sadar bibir Jihan juga akan ikut tertarik ke atas.Vidi melepas jasnya, memindahkannya pada tubuh Jihan saat merasa udara malam semakin dingin."Aku belum tahu namamu," ujar Vidi, kepalanya mendongak menatap langit terang yang menaungi mereka."Aku....""Ada yang bilang, jika dua orang bertemu tiga kali bisa jadi mereka berjodoh," potong Vidi cepat sebelum Jihan menjawab.Vidi menoleh menatap Jihan yang juga memandangnya bingung. "Jika kita bertemu yang ketiga kalinya, aku harus tahu semua tentang dirimu. Bukan hanya namamu," lanjutnya.Hati Jihan berdesir mendengarnya, ada sesuatu yang menggelitik disana."Kau tidak pulang?" tanya Jihan."Kau mau pulang?" bukannya menjawab, Vidi malah balik bertanya.Jihan terlihat berpikir. Ia ingin pulang, tapi tidak mungkin ia kembali ke dalam dan mencari Sean. Lelaki itu pasti masih marah padanya.Mengingat kejadi
Hari ini weekend. Jihan sedikit lega karena ia tidak perlu bangun terlalu pagi untuk mengurusi bekal Sean.Semalam, ia tidur menjelang jam satu pagi. Rasa sakit yang bersumber dari kakinya, membuatnya tidak bisa memejamkan mata dengan tenang.Jihan menggeliat, merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Matanya menyipit tatkala terkena cahaya matahari yang masuk menembus gorden kamarnya.Jihan bangun dan beringsut mundur, menyandarkan punggung pada kepala ranjang dan sesekali matanya masih terpejam.Jam delapan tepat, Jihan keluar dari kamarnya setelah mencuci muka dan menggosok gigi. Mandi? Nanti saja, weekend = hari libur, hari libur = libur mandi. Hemat air, begitu prinsip cocoklogi Jihan.Perutnya keroncongan, semalam Jihan tidak sempat makan apapun. Ia hanya minum air mineral pemberian Vidi. Dengan lesu Jihan menuju ke dapur, membuka kulkas dan mencari sesuatu untuk dimakan. Tapi nihil, kulkas kosong.Jihan menggerutu kesal. Kemudian ia beralih ke meja makan, menarik kursi dan dudu
"Sean, bisa kita bicara?" "Duduklah." Sean melepas kacamata bacanya dan menutup buku yang ia pegang."Ada apa?"Jihan sudah memikirkan hal ini matang-matang selama beberapa hari sebelum akhirnya ia mengumpulkan keberanian dan nekat membicarakannya dengan Sean."Aku bosan. Dirumah aku tidak ada kegiatan, aku ingin bekerja."Sean menatap tidak suka dengan tiga kata terakhir yang diucapkan. "Kenapa? Kau butuh sesuatu?"Tangan Sean bergerak membuka laci paling bawah dari nakas disampingnya dan mengambil sebuah dompet darisana. Dari dalam dompet itu, ia mengeluarkan dua buah kartu berwarna hitam lalu menyerahkan pada Jihan."Gunakan ini untuk semua keperluanmu, apapun itu. Jalan-jalanlah jika kau bosan."Jihan menghela napasnya mendapati respon Sean yang tidak sesuai perkiraannya. Bukan itu yang Jihan mau.Jihan mendorong tangan Sean mundur kembali, membuat Sean mengeluarkan pandangan bertanya pada Jihan."Aku butuh kegiatan agar tidak bosan.""Kau bisa berbelanja, kau bisa jalan-jalan un
Vidi baru saja tiba di kantornya. Ia berjalan santai dengan satu tangan masuk ke kantong celana, tatapannya datarnya langsung menyapu area perkantoran miliknya.Tidak peduli dengan suasana ramai di lobi kantor yang penuh sesak oleh orang-orang dengan map ditangan, Vidi terus melangkah sekalipun ia tahu netra orang-orang itu sebagian besar tertuju padanya.Namun saat netranya menangkap kemunculan seorang perempuan yang akhir-akhir ini memenuhi kepalanya, mau tidak mau Vidi menjadi tertarik.Gerak-geriknya membuat langkah Vidi tertahan. Ia berhenti dan batal menuju ruangannya, memilih merekam setiap raut ekspresi serta gerakan yang perempuan itu lakukan. Tanpa sadar sudut bibir Vidi terangkat kala bibir perempuan itu bergerak-gerak tanpa suara, semacam memberi semangat untuk dirinya sendiri.Ntah apa yang ada dipikiran Vidi, tiba-tiba ia menemui salah satu karyawannya yang memang bertugas dalam hal perekrutan lalu meminta berkas dengan menunjuk perempuan itu.♤♤♤♤♤Layu sebelum berkemba
Tangan Sean bergerak menyentuh dahi Jihan namun Jihan segera menepisnya. Perempuan itu menolehkan kepalanya ke samping, membuat Sean gagal mendaratkan tangannya dengan sempurna di dahi Jihan.Tiba-tiba Sean berteriak saat punggung kakinya diinjak oleh Jihan, bukan karena sakit tapi karena kaget.Sean masih bertahan dengan wajah polosnya saat Jihan melewatinya begitu saja. Jihan pergi dengan wajah memerah."Kau tak jadi membuatkanku kopi?!" teriak Sean lagi karena Jihan sama sekali tidak berhenti."Kau buat saja kopimu sendiri!" balas Jihan lantang. Jihan terus berjalan dan menghilang dibalik pintu kamarnya.Sean melepas tawanya saat mendengar suara pintu kamar tertutup. Jihan lucu sekali saat sedang malu. Ntah sejak kapan, melihat wajah Jihan memerah menjadi pemandangan favorit bagi Sean.Sean bergerak membereskan kekacauan yang Jihan buat. Mengembalikan gelas yang tidak jadi dipakai dan menuang gula pada toplesnya, agar besok Jihan tidak kesulitan lagi.Sean bukannya tidak tahu menga
Sean.Aku pulang terlambat hari ini.Jihan.Aku juga.Jihan menutup ponsel setelah mengirim balasan pesannya untuk Sean. Jihan merasa bersemangat sekali hari ini, ia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru.Dan hari ini Jihan memutuskan untuk pulang sedikit terlambat, ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Jihan melemburkan diri bersama dengan rekan satu divisinya, beberapa dari mereka memang memilih sedikit pulang terlambat daripada besok harus datang lebih pagi."Jihan, kau yakin tidak mau pulang lebih dulu?" tanya Lamia.Jihan menggeleng. "Aku selalu pulang tepat waktu sebelumnya, kali ini biar aku pulang sedikit terlambat.""Ah baiklah kalau begitu. Kurasa pekerjaan ini akan cepat selesai jika kau membantu," sahut Qilla —rekan Jihan yang lain.Jihan yang fokus dengan komputernya, harus berhenti mengetik lantaran ponselnya bergetar.Dahi Jihan berlipat saat melihat nomor yang memanggilnya. Nomor yang waktu itu? Jihan masih hafal tiga angka
Sepuluh menit kemudian Sean keluar kamar dengan keadaan yang lebih segar. Ia sudah berganti dengan baju santai, butiran air menetes turun membasahi kaos dari rambutnya yang setengah basah."Belum selesai?" tanya Sean. Lelaki itu menarik kursi di ruang makan dan duduk disana, ia menyangga kepalanya dengan satu tangan."Sudah."Jihan mendekat dengan dua piring mie instan buatannya, lalu meletakannya di hadapan Sean.Alis Sean terangkat satu saat menyadari Jihan tidak segera duduk. "Kau mau kemana?""Makanlah dulu. Aku akan makan setelah mandi," jawab Jihan."Duduklah dan temani aku makan.""Kau makan lebih dulu saja.""Aku tidak suka meminta dua kali, Jihan."Daripada terjadi perdebatan, Jihan mengalah. Ia menarik kursi dan duduk didepan Sean.Tanpa bicara apapun lagi, Sean mulai memakan mie buatan Jihan. Dengan ekspresi bercampur, Jihan menunggu reaksi Sean.Jihan menegang saat Sean berhenti menyuapkan mie ke dalam mulutnya."Tidak enak ya?" tanya Jihan, melihat pucuk hidung Sean mulai