“KYAAA!” Teriakan Erina mengagetkan Arthur dan pengunjung yang berada di sana.
Arthur juga terkejut dengan teriakan tiba-tiba dari Erina. Ia menoleh ke samping kanan dan kiri, menunduk hormat dan meminta maaf karena menimbulkan sedikit kegaduhan.
“Erina, Kau kenapa? Aish, jinjja!” Arthur sedikit khawatir bahwa gadisnya ketakutan.
“Aniya, Oppa. Tidak apa-apa. Ehm … lantas si Kai gimana?” Erina berusaha menetralkan degupan jantungnya dan ia masih penasaran.
“Ya, dia sekarang tidak pernah lembur. Makanya jam 4 sore kebanyakan sudah sepi lantai atas itu,” Jelas Arthur sambil mengaduk minuman milkshakenya.
“Ehm, kok menakutkan, ya gedung kita? Ahh, jinjja! Bagaimana ini? Oppa, jangan pernah menyuruhku untuk lembur, Oke! Kalau harus lembur, Kau harus di sampingku!” Erina sedikit mengancam kekasihnya namun dibalas usil oleh Arthur.
“Woahh, jinjja? Kau memberiku akses bebas mas
PIP!Javier Raditya mengamati layar handphonenya cukup lama dan akhirnya ia menghembuskan nafasnya kasar. Ia membanting handphonenya begitu saja di meja depannya. Ia menunduk memegangi kepalanya dan menyangga kepalanya dengan kedua tangannya yang ia letakkan di kedua lututnya. Ia menunduk semakin dalam, meredam semua emosinya.TOK!!! TOK!!! TOK!!!''Shitsureishimas!, 失礼します!(Permisi!)’’ Ucap Jang Hyesun, sekretarisnya memasuki ruangannya sambil membawa segelas air putih hangat pesanan BigBossnya.''Hai, dozo! はい、どうぞ ! (Ya, silahkan!)’’ Javier Raditya menanggapi sekretarisnya dengan lemah. Ia menoleh menatap sekretarisnya dan menyuruh membawa pesanannya untuk diletakkan pada meja di depannya.Setelah itu, sekretarisnya menunduk hormat dan segera berlalu dari hadapan BigBossnya meniggalkan Javier Raditya seorang diri.Benar, Pria ini
TING!Pintu lift terbuka dan sampailah Gadis manis ini di gedung VVIP ini. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri lobby ini, tidak ada seorang pun di sini. Dan juga lampu di lobby terlihat temaram semakin menambah kesan horor.Walaupun gedung ini sudah direnovasi menjadi kekinian namun ada sisi di setiap sudutnya yang masih mempertahankan bentuk aslinya, yaitu bentuk zaman Abad Pertengahan yang semakin menambah kesan antic sekaligus horor. Ia semakin waspada di lobby ini.“Hiii … jinjja!!!” Teriak gadis ini saat merasakan bulu kuduknya merinding dan ia secepat kilat menuju suatu ruangan.“Hahh … hahh … hahh … Astaga! Kenapa Aku merinding? Sumpah, Lobby ini menakutkan, sungguh! Betah sekali orang-orang yang di balik setiap ruangan kerja ini. Kalau Aku tidak mau! Jinjja!”Gadis ini merutuki sesuatu dan ia berusaha menormalkan degupan jantungnya.Gadis ini berdiri tegak. Menat
Sungguh! Tidak! Apa yang dia lakukan?! Astaga! “Dia membekapku??! Dan kenapa Aku hanya diam saja? Kenapa juga duduk di pangkuanku??! Astaga! Sial!!! Kenapa jadi begini? Dan posisinya … posisinya sangatlah dekat sekali denganku. Astaga! Tubuhnya berada di atas pangkuanku! Mimpi apa Aku? Ya Tuhan, maafkan Aku!” Zhafar seolah pasrah saja akan keadaan. Sungguh Zhafar bukan apa-apa. Ia hanya lelah saja, akibat pekerjaan, fikirannya, perasaannya dan juga mentalnya yang saat ini sedang diuji. Debaran jantung Zhafar semakin keras dan ia tidak berhenti untuk selalu berdoa mencoba menguatkan imannya. Saat Zhafar ingin bersuara, ia dihentikan oleh suara seseorang. “Ssttt!!! Tolong diam sebentar saja, ne” Suaranya sangat lirih sekali dan mungkin hanya Zhafar saja yang mendengarnya. Tidak, suara itu dekat dengan telinganya. “Hah!! Eritha! Jinjja!! Apa lagi ini?”Zhafar sulit mempercayai semua
Hal ini sontak membuat mereka berdua terutama Zhafar mengeram tertahan. “Ahh!! Astaga! Ya Tuhan! Cobaan apa lagi ini?? Please! Saya tidak kuat kalau lama-lama harus seperti ini! Kuatkan Saya, kumohon!” Ucap Zhafar sembari menahan semuanya dan menengadahkan kepalanya. “Akh, astaga! Aduh bagaimana ini? Maaf, Aku tidak sengaja, jinjja! Bagaimana kalau dia menahan marah? Ukhh, Kau bodoh, Eritha-a!” Rutuk Eritha lirih yang kesal pada dirinya sendiri, bisa-bisanya melakukan kebodohan kepada Bossnya sendiri. Jinjja! Saat Eritha mengucapkan kata-katanya, Zhafar hanya menunduk menatap Eritha dan mencoba menenangkan semuanya. “Astaga! Ada apa lagi di sini? Astaga! Ada apa dengan gedung ini? Kumohon, Ya Tuhan, selamatkanlah kami berdua. Lindungilah kami dari hal-hal yang berniat mencelakai kami. Aamiin!” Zhafar berdoa dalam lirihnya ucapannya dan mampu didengar oleh Eritha dan itu mampu membuat hati Eritha menghangat seketik
BRUK!!! “Kyaaa!!!” Pekik Eritha saat tubuhnya tiba-tiba terhuyung ke belakang dan membentur lantai namun ternyata tidak sepenuhnya membentur lantai, ia merasa ada tangan kekar yang menghalau tubuhnya agar tidak menyentuh lantai secara langsung. “Hahhh ... Hahhh ... Hahhh ... Kau ... Kau ini!” Nafas Zhafar memburu dan ia menahan kata-katanya dan secepat kilat kedua tangannya menahan kedua pergelangan tangan mungil Eritha. Menggenggamnya erat di kedua sisi tubuh gadis ini. Apalagi posisi tubuh keduanya, sungguhlah membahayakan. Tubuh Zhafar berada di atas tubuh Eritha. Eritha menahan nafasnya sejenak dan hanya terdiam menatapi Pria tampan di atasnya ini. Ia sudah tidak sanggup melawannya lagi, tenaganya sudah habis. Ia menyerah. Nafasnya memburu tanda debaran jantungnya juga tidak normal. Ia seperti sedang menjalani terapi jantung untuk kedua kalinya. Jinjja! Zhafar juga hanya terdiam menatapi gadis di ba
“Hah! Sejak kapan ia melepas jasnya? Mau apa dia?” Eritha masih saja terdiam mengamati pergerakan seductive dari Zhafar. Mengamati ketika tangan Zhafar membuka dasi dan kancing kemeja atasnya.Bahkan saat melakukan hal itu, Zhafar seperti tidak menganggap Eritha ada di depannya.Hal sexy ini mampu membuat Eritha menggigit bibir bawahnya secara tidak sadar. Gerakan kecil dari Eritha ternyata di sadari oleh Zhafar, lalu membuatnya tersenyum tipis.Sikap Zhafar sungguh berbeda dengan sikapnya selama ini saat menghadapi seorang gadis.Kali ini berbeda. Zhafar ingin memastikan apakah hatinya hanya tertuju saja pada Erina atau tidak! Apakah saat ini dirinya masih memikirkan Erina atau tidak? Ataukah ia sudah siap untuk Move on!Molla.Zhafar ingin bermain-main sebentar.Gerakan tiba-tiba Zhafar mampu membuat Eritha gelagapan.“Yakh! Apa yang Kau lakukan?” Sergah Eritha saat sal
“ . . . ” Eritha masih setia mendengarkan semua penjelasan dari Zhafar sambil terisak. “Sekarang Aku minta, tolong Kau lindungi Erina dari Pria itu dan Mamanya. Sebisa mungkin jangan biarkan mereka berdua bertemu! Aku mohon padamu?” Zhafar memelankan suaranya sambil memandang mata Eritha dalam dan semakin sendu. Pandangannya menunduk. TES! “Akh! Apa ini? Air mata? Hah? Apa dia barusan menangis? Menangisi tentang semuanyakah? Astaga! Sedalam itukah perasaannya pada Erina? Atau yang lain? Molla, tapi . . . hatinya saat ini benar-benar sedang kacau dan hancur. Aku mengerti sekarang. Hahh . . . ” Ucap Eritha dalam hati saat ia sudah berhenti menangis dan beralih menatapi Zhafar dalam diam. “Ehm . . . Baiklah. Aku akan membantumu, sebisaku. Akan Aku jaga Erina sebisaku,” Ucap Eritha yang berhasil mendamaikan hati dan perasaan Zhafar. Pria ini beralih menatap Eritha dengan senyum manisnya yang belum pernah Pria ini berikan pada gad
💔 “Loh, sepi di sini? Tadi kulihat ada vas bunga yang jatuh di sini. Ehm . . . Akh, itu dia! Ehm . . . Vas ini jatuh??? Kenapa bisa?? Siapa yang menjatuhkan? Aneh, ehm . . .” Suara Pria terdengar jelas oleh Eritha dan Zhafar. Bahkan suara petugas itu yang berjalan mendekati ruangan kerja Zhafar juga terdengar. Hal itu membuat Eritha dan Zhafar menahan nafasnya untuk sejenak. Sebuah cahaya menelisik dan menembus ke dalam ruangan kerja Zhafar walaupun sedikit. Zhafar pun memahami bahwa itu adalah cahaya senter dari petugas patrol di luar sana. Zhafar memejamkan kedua matanya saat cahaya senter itu berhenti menelisik pada kakinya yang masih terjulur, Zhafar menyadari hal i