Bagaimana dengan Eritha?
Gadis manis ini begitu terharu dan tersentuh saat Pria tampan yang kedudukannya nomor 1 di Perusahaannya mengatakan hal manis seperti itu pada seorang gadis terlebih hanya karyawan biasa, apalagi mereka berdua belum terlalu kenal dekat satu sama lainnya.
Hal itu sangatlah ajaib!
Mengingat desas-desus yang beredar, sikap, dan pembawaan Zhafar seperti itu yang selalu terkesan dingin, angkuh, cuek dan sombong, hal itu sangatlah aneh di mata Eritha dan sekaligus mengesankan bagi dirinya.
Eritha masih terpana akan semua kata-kata Zhafar yang begitu perhatian padanya.
“Akh, ne. Baiklah,” Ucap Eritha malu apalagi mendengar semua perkataan dari Zhafar barusan seakan memberinya kesempatan untuk dekat dengan Pria ini.
Seakan-akan Pria ini sedang berusaha membuka hatinya untuk gadis lainnya, tapi apakah bisa secepat itu?
Yang benar saja?
Eritha dilanda kegelisahan di hatinya.
“Apa Kau perlu s
Zhafar sebegitu perhatiannyakah pada dirinya? Pertanyaan itu terus-terusan berputar di fikiran Eritha. Jinjja. Zhafar menegakkan badannya kembali dan beranjak menuju kursi dan mengajak Eritha duduk. “ . . . ” Eritha masih saja terdiam mencerna semua kata-kata Zhafar hingga seruan menyadarkannya. “Kajja! Silakan duduk! Apa Kau mau terus-terusan berdiri di situ sambil melihat Aku makan, ha?” Ucap Zhafar tenang dan datar. “Akh, Ne. Terima kasih,” “Ha? Tumben sekali Kau mengucapkan kata itu? Hahha,” Ledek Zhafar sambil tersenyum jahil. “Yakh! Apa maksudmu? Hishh,” Ucap Eritha tidak terima dan duduk di kursinya memperhatikan Zhafar melangkah menuju kursi di depannya. Mereka kini duduk berhadapan tanpa bertanya sedikitpun, hanya terdengar suara Zhafar memainkan handphonenya. Sementara Eritha hanya duduk tenang di kursinya. Mencerna semua perlakuan manis dan lembut Pria di depannya ini yang sedang sibuk dengan dunianya s
“ . . . ” Zhafar hanya diam saja mengamati dan mendengarkan semua perkataan juga perasaan gadis ini. Ia juga teringat kalau saat mabuk, orang akan mengeluarkan semua fikiran yang membebaninya dan akan sangat jujur. Dan ia merasakan gadis ini sedang galau. “Aku payah sekali, masa tidak tahu kalau Erina dengan Arthur sudah tunangan. Jinjja! Sahabat macam apa Aku ini? Hishh! Tapi jujur, Erina dengan Arthur itu sangat cocok sekali. Seperti menyerupai satu sama lainnya. Entah kenapa, ya? Aku hanya senang saja melihat mereka berdua. Kau jangan marah, ya Tuan Zhaff?! Tenang saja, Aku akan melindungi Erina,” Eritha semakin tidak jelas dan membuat Zhafar menggelengkan kepalanya pelan mencoba menahan perasaan kesalnya saat gadis ini membahas Erina dan Arthur. “Hahh, Kau ini! Sudahlah, kita pulang saja!” Ajak Zhafar segera agar Eritha tidak semakin melantur. Namun saat akan berdiri dari duduknya, ia dikejutkan oleh ucapan Eritha hingga membuatnya terduduk kembali.
Zhafar segera menopang tubuh Eritha dan mendekapnya. Ia juga meraih tasnya dan juga tas gadis ini. Ia memeriksa kunci mobil dan handphonenya dan handphone gadis ini. Setelah dipastikan lengkap, Zhafar segera keluar dari kedai makan tersebut. Ternyata Zhafar sudah membayarnya di awal sesaat sebelum memasuki kedai, saat berada di dalam mobil. Yaa, Zhafar membayar lebih untuk segala kebutuhannya dan disambut hangat oleh mereka. Zhafar sudah duduk di kursi mobilnya setelah sebelumnya menidurkan Eritha di kursi tengah. Ia menatapi gadis ini dengan pandangan khawatir. Lantas ia menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju kediaman Eritha. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih hampir 30 menit, mereka tiba di depan sebuah rumah yang tergolong cukup mewah. Rumah tingkat dua tapi halamannya tidak terlalu luas ini terlihat sepi, bahkan tidak ada mobil di garasi. Zhafar melihat jam di pergelangan tangan kirinya. “Hah? Jam 10 mal
# Keesokan harinya, Selasa, Tanggal 03 Januari 2017 @ Kediaman Eritha Pagi menjelang, kicauan burung-burung terdengar sangat merdu di luar, semua orang-orang sudah beraktivitas seperti biasanya. Bahkan suara kendaraan juga terdengar berlalu lalang di sekitar kompleks perumahan elit ini namun hal ini tidak mempengaruhi keadaan gadis manis ini yang masih tertidur dengan pulasnya. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.00 KST. Bahkan seruan Ibunya pun tidak dijawab karena masih berada di alam mimpi hingga Ibunya terpaksa membangunkannya. “Yakh! Astaga gadis ini! Sudah jam 6 pagi masih saja belum bangun, astaga! Hahh, Eritha-a bangun! Yakh! Eritha-a!” Seru Ibunya Eritha, Elena Veronica Isla. HENING! “Yakh! Aish, Jinjja! Gadis ini benar-benar! Hahh, yakh! Eritha kalau Kau tidak bangun Kau akan terlambat kerja!” Ucap Ibunya Eritha sambil menarik selimut pada tubuh Eritha namun hanya ditanggapi de
Zhafar begitu terkesima saat ia memandangi wajah cantik gadis di depannya ini. Ia tahu bahwa gadis ini juga tidak membersihkan make up nya, tapi masih tetap terlihat ia tidak memakai make up. Mungkinkah wajah aslinya seperti ini sama seperti Erina. Wajah alami. Wajah alami mereka berdua benar-benar visual yang sempurna. Tanpa sadar, tangan Zhafar terulur untuk merapikan anak rambut yang menutupi wajah damai gadis ini. Benar, Pria tampan ini melakukannya secara tidak sadar. Entah kenapa perasaannya menjadi tenang saat mengamati wajah manis gadis ini. Tidak tahu kenapa, mengingatkannya pada seseorang. Molla, Zhafar sebenarnya tidak ingin membanding-bandingkan gadis ini dengan Erina, ia hanya teringat saja. Entahlah! “Eunghhh, Eommaaa, jangan mengganggu tidurkuuu! Eritha sedang mimpi indah, Eomma, please! ” Kata-kata absurd Eritha mampu membuat Zhafar menahan tawanya. Apalagi melihat gadis ini menggeliat t
“Jinjja! Kenapa lagi ini?? Hahh! Bagaimana bisa terjadi hal ini? Kemarin sudah Aku cek bahwa suratnya lengkap, pihak Dalam Negeri juga sudah OKE, tapi kenapa? Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi?? Apa ada . . . ? Hahh, tidak mungkin! Dan juga resign di saat yang tidak tepat?!! Jinjja bodoh sekalii!!! SIAL!!! Akan kuhabisi kalau itu terjadi!” Ucapan Zhafar sangatlah menakutkan bagi dua wanita yang masih berdiri terdiam di belakang Zhafar menatapi kemarahan Pria ini. Saat kemarahan masih menyelimuti Zhafar, Eritha memberanikan diri untuk menenangkan Pria ini. Eritha menatap Ibunya khawatir dan berjalan mendekati Zhafar. “Ehm, maaf . . . ” “Ada apa lagi?” Zhafar sedikit meninggikan suaranya dan memutar tubuhnya menatap Eritha dalam diam dan seketika terdiam saat menatap kedua manik mata milik Eritha. Entah kenapa perasaan emosinya seketika hilang begitu saja saat menatapi gadis ini. Aneh. “Akh, maafkan Aku! Sungguh!” Eri
Di tengah perjalanan hanya sunyi yang terdengar hingga suara berat memecah keheningan diantara mereka. “Apa yang Kau fikirkan?” Tanya Zhafar pada Eritha sambil melirik gadis manis ini. “Hah? Tidak ada. Memang kenapa?” Tanya balik Eritha pada Zhafar dan hanya ditatapi heran oleh Pria tampan ini yang masih fokus pada jalanan di depannya. “Oh, tidak. Lupakan!” Hanya itu yang terucap di bibir Zhafar dan membuat Eritha sedikit keheranan dengan sikap Zhafar yang ambigu. “Wae? Kau kenapa? Sedang ada masalah, 'kan? Apa ada yang bisa Aku bantu?” Eritha mencoba menanyakan hal yang membuat Pria ini menjadi dingin. “ . . . ” Hanya diam dan melirik sebentar pada Eritha. Sungguh Zhafar sudah di level kesalnya pada seseorang. Dan juga fikirannya benar-benar bercabang dan buntu, entah ia harus cerita pada siapa. Namun saat sebuah suara menyadarkannya, ia seperti menemukan sebuah harapan. “Kalau tidak ingin cerita tidak apa-
Zhafar, Pria ini melakukan apa yang ingin ia lakukan. Tangan kanannya ia arahkan pada bibir Eritha dan mengusapnya lembut hingga membuat Eritha tersentak. Perlakuan berani dari Zhafar sungguh di luar dugaan Eritha. Perlakuan manis Zhafar tidak berhenti sampai di situ saja, ia membelai leher jenjang Eritha dengan kelembutan dan sedikit seductive hingga tidak sadar Eritha mengeluarkan suara yang membuat Zhafar terpana. “Eungghh . . . Oppaahh . . . stoopphh . . . ” Lenguhan itu akhirnya keluar begitu saja dari bibir mungil Eritha hingga membuat Zhafar menatapinya dalam diam. Pandangan Zhafar pada gadis manis ini semakin mendalam. Apalagi melihat reaksi tidak terduga dari gadis di depannya ini yang ternyata terbawa suasana semakin membuat Zhafar sekuat tenaga untuk menahan semuanya. Zhafar berfikir keras dan menahan semuanya agar semakin terkendali. Ia masih menggunakan kesadarannya dan akan menghentikannya sebelum terla